Jejak Pejuang Kemerdekaan Laskar Hizbullah di eks Karesidenan Besuki

Jejak Pejuang Kemerdekaan Laskar Hizbullah di eks Karesidenan Besuki

Oleh: Budi Eko Prasetiya, S.S

Salah satu kontribusi terbaik para santri bagi Indonesia adalah terbentuknya Laskar Hizbullah. Laskar Hizbullah adalah kelompok pejuang yang terdiri dari pemuda-pemuda Islam dan para santri pondok pesantren yang memiliki andil besar dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945-1949.

Organisasi paramiliter yang dibentuk pada zaman Jepang tersebut membantu para santri mengenal tata militer modern, seperti : penggunaan senjata ringan, pelatihan fisik dan mental, serta teori-teori militer dasar lainnya.
Militer Jepang dan para ulama yang terhimpun dalam Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) bertindak sebagai pelatih para laskar tersebut.

Dikutip dari konten “Komunitas Pegon” yang termuat di laduni.com disebutkan bahwa pelatihan pertama dilaksanakan di Cibarusa, Bogor pada 28 Februari 1945. Latihan yang berlangsung selama 3 bulan tersebut, diikuti oleh berbagai elemen santri-pejuang dari Jawa dan Madura.

Setelah lulus, laskar Hizbullah mendapat tugas untuk melatih para laskar lainnya di berbagai daerah yang mulai tumbuh gairahnya. Mereka berduyun-duyun bergabung menjadi laskar yang dalam bahasa Jepang diistilahkan dengan ‘Kaiko Seinen Teishintai’, bermakna ‘tentara Allah’.

Kelanjutan pelatihan tersebut adalah membuat program pelatihan baru, salah satunya di wilayah paling timur Provinsi Jawa Timur, tepatnya di Karesidenan Besuki. Wilayah ini meliputi Kabupaten Situbondo, Bondowoso, Jember dan Banyuwangi.

Berdasarkan keputusan bersama antara militer Jepang di Besuki, Masyumi dan pimpinan Hizbullah maka pelatihan bertempat di Awu-Awu, yakni sebuah dusun di lereng Gunung Raung yang saat ini masuk wilayah Desa Temuasri, Kecamatan Temuguruh, Banyuwangi.

Pelatihan yang diadakan
mulai 20 Juni 1945 dan berakhir pada 21 Juli 1945 itu, diikuti oleh para bintara PETA dan Hizbullah dari seluruh Karesidenan Besuki. Pelatihan tersebut dipimpin langsung oleh Komando Militer Jepang (Butai) dan mendapat arahan dari KH. Mursyid selaku pimpinan Masyumi di Besuki. Sebagai kepala instruktur (Taicho) langsung dipegang oleh Yogeki Shudancho Wahyudi dan dibantu oleh Komandan Korp Hizbullah Karesidenan Besuki Sulthan Fajar dan 23 orang perwira Hizbullah lulusan Cibarusa sebagai Komandan Latihan Peleton (Sidokan).

Hasil pelatihan tersebut menghasilkan para pejuang yang militan dan tangguh. Dengan semboyan “isy kariman aw mut syahidan” (Hidup mulia atau mati syahid), mereka berada di barisan terdepan dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan.

Laskar Hizbullah telah tampil gemilang dalam panggung perjuangan melawan kaum penjajah. Pertempuran di Surabaya 10 November 1945 menjadi bukti nyata, bahwa Laskar Hizbullah merupakan pejuang yang handal. Meski dengan persenjataan yang terbatas, para Laskar Hizbullah bertempur melawan musuh yang bersenjata lengkap dan modern. Semangat juang yang begitu tinggi itulah yang tidak diperhitungkan musuh. Tentunya ini atas peran dan dorongan para ulama yang turut melahirkan eksistensi mereka.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.