INSISTS: Penelitian Setara Institute Tidak Ilmiah dan Subjektif

INSISTS: Penelitian Setara Institute Tidak Ilmiah dan Subjektif

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Peneliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), Dr Henri Shalahuddin mengkritisi hasil penelitian Setara Institute yang menyimpulkan bahwa sepuluh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) terpapar Islam radikal.

Menurutnya, penelitian itu tidak ilmiah dan cenderung subjektif-politis. Ia menjelaskan, tidak menutup kemungkinan penelitian tersebut diselaraskan dengan kondisi perpolitikan di Indonesia belakangan ini.

“Oleh karena itu tidak semua penelitian bisa disebut ilmiah dan bertujuan menjelaskan fakta yang terjadi di lapangan. Adakalanya justru muatan politis-ideologisnya lebih dominan berbanding sebagai sebuah penelitian akademis yang objektif,” katanya katanya kepada Jurnalislam, Ahad (2/6/2019).

Henri mengatakan, radikalisme tidak bisa disematkan pada aktivitas keislaman yang dilakukan oleh aktivis Lembaga Dakwah Kampus (LDK) hanya karena mewacanakan berpegang teguh pada Al-Qur’an. Apalagi, lanjut dia, kegiatan tersebut dijadikan indikator ancaman bagi Pancasila dan NKRI.

“Sebab bagaimana mungkin seorang muslim melepaskan diri dari Al-Qur’an dan dijadikan sebagai ciri khas anti Pancasila dan NKRI?” tegas Henri.

“Hemat saya, cara berfikir dan asumsi seperti ini tentunya dalam dunia akademik terkesan sangat sungsang untuk konteks keindonesiaan. Pancasila, NKRI dan nasionalisme seolah-olah digambarkan sebagai paham terbuka dan sekular yang ukurannya adalah netral agama. Tiba-tiba saja agama dijadikan simbol sektarianisme, karena dianggap sebagai penghalang pembauran, keberagaman dan kebhinekaan,” paparnya.

Ia menegaskan, Pancasila dan NKRI adalah perekat semua anak bangsa. Maka jangan dihadirkan untuk memisah dan membelah, apalagi sebagai alat pukul terhadap komunitas yang dibenci.

“Pancasila terlalu besar untuk dihegemoni penafsirannya oleh sekumpulan orang yang belum pakar di bidang ini, apalagi sambil mengaku paling NKRI. Jadi akan lebih indah jika tafsir Pancasila tidak diiringi dengan sikap menegasi dan membuat standarisasi yang diarahkan untuk membidik pihak yang berbeda,” tukasnya.

Henri juga mempertanyakan, kenapa penelitian serupa tidak ditujukan pada perkembangan ideologi kiri (komunisme) atau pada maraknya dekadensi moral di kalangan mahasiswa.

“Hampir tidak pernah dijumpai hasil penelitian yang dirilis dari LSM-LSM sejenis. Maka tidak berlebihan jika corak penelitian LSM semisal SI (Setara Institute) ini tujuan akhirnya adalah untuk membungkam kemajemukan dengan alibi dan kedok penelitian akademis,” paparnya.

“Maka bukan saja tidak ilmiah, tapi penelitian yang bertajuk: “Membaca Peta Wacana dan Gerakan Keagamaan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN)” itu, hanya diarahkan pada aktivitas keislaman yang dipelopori oleh LDK dengan motivasi yang cenderung subjektif-politis,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, Setara Institute merilis hasil penelitian bertajuk “Membaca Peta Wacana dan Gerakan Keagamaan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN)”. Direktur Riset Setara Institute, Halili mengatakan penelitian yang dilakukan pada bulan Februari hingga April 2019 itu menyimpulkan bahwa sepuluh PTN tersebut telah menjadi tempat tumbuhnya kelompok Islam eksklusif yang berpotensi berkembang ke arah radikalisme yang mengancam Pancasila, demokrasi, dan NKRI.

Sepuluh PTN itu adalah Institut Pertanian Bogor (IPB), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Indonesia (UI), Universitas Airlangga (Unair), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Brawijaya, dan Universitas Mataram.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.