Ini Kaitan Antara Islam dan Kepemimpinan

Ini Kaitan Antara Islam dan Kepemimpinan

ISLAM mengakui kebebasan setiap manusia untuk memilih agamanya dan mengajarkan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama. Namun dengan konsekuensi bahwa kelak di akhirat setiap manusia akan mempertanggungjawabkan pilihannya tersebut di hadapan Allah Swt Sang Pencipta alam semesta ini.

Tentunya seorang mukmin harus punya standar, bagaimana bersikap terhadap orang kafir. Di dalam Al Qur’an dengan tegas, Allah Swt melarang kaum mukmin untuk menjadikan orang kafir sebagai wali, pemimpin ataupun orang kepercayaan. Karena dikhawatirkan mereka akan berkhianat dan membuat kerusakan dengan berbuat dosa di muka bumi. Allah SWT berfirman:

“Janganlah orang-orang mu’min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu). (QS Ali Imran : 28)

Mengapa Allah mewajibkan kita memilih pemimpin seorang Muslim?

Bahwa dalam pandangan Allah Swt, seorang mukmin lebih bisa dipercaya dalam mengemban amanah, karena orang Mukmin dijamin oleh Allah Swt menjadi umat pilihan, yaitu umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf (baik) dan mencegah dari yang munkar (kejahatan). Sebagaimana Allah Swt berfirman:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imran : 104)

Allah sangat melarang keras mengambil pemimpin dari kalangan orang kafir.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS Al Maidah : 51).

Apabila perintah Allah Swt untuk memilih pemimpin dari kalangan orang beriman ini tidak dilaksanakan maka akan terjadi kekacauan di muka bumi karena penghianatan seorang pemimpin terhadap suatu amanah yang tidak ditunaikan dan tidak menegakkan keadilan di kalangan kaum muslimin.

Tentu saja kita ikut bertanggung jawab terhadap dosa dan kekacauan yang ditimbulkan. Karena pada dasarnya, apabila ada kemunkaran sedang berlangsung, maka wajib bagi setiap muslim untuk mencegahnya sesuai dengan kemampuan. Allah SWT Berfirman:

“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai orang beriman) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. (QS Al Anfaal: 73)

Sebagai seorang muslim tentu kita hanya mengikuti arahan dari Allah dan Rasulnya sebagai bentuk ketaatan kita dan harapan kelak di masukkan Allah Swt bersama dengan Rasulullah Saw, para sahabat dan pengikutnya di surga.

Pantaskah seorang muslim mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan Allah SWT dengan mengatakan, “Kepemimpinan tidak ada kaitanya dengan agama dan status laki- laki, perempuan, sama selama ia bisa memimpin. Entah itu di pimpin wong kristen/wong Hindu”.

Ibnu Katsir menjelaskan surat Al Maidah ayat 51 bahwa Allah mengancam dan memperingatkan bagi orang mu’min yang melanggar larangan ini, “Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim“ (Tafsir Ibni Katsir, 3/132).

Sangat jelas bahwa orang yang mengatakan seperti itu adalah masuk ke dalam golongan orang yang memusuhi Islam, tidak senang dengan tegaknya syariat dan mengikuti hawa nafsu saja karena menginginkan kesenangan dunia. Sehingga kebablasan dalam memahami toleransi dengan mengorbankan prinsip-prinsip seorang muslim dan mengorbankan aqidahnya.

Maka sangat tidak pantas mengambil ilmu darinya karena akan bisa merusak pemahaman dan aqidah umat Islam serta menjauhkan dari apa yang di ajarkan Allah Swt dan Rasul-Nya.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi wali-wali bagimu. Orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di
antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman” (QS. Al Maidah: 57)

As Sa’di menjelaskan: “Allah melarang hamba-Nya yang beriman untuk menjadikan ahlul kitab yaitu Yahudi dan Nasrani dan juga orang kafir lainnya sebagai auliya yang dicintai dan yang diserahkan loyalitas padanya. Juga larangan memaparkan kepada mereka rahasia-rahasia kaum mu’minin juga larangan meminta tolong pada mereka pada sebagian urusan yang bisa membahayakan kaum muslimin. Ayat ini juga menunjukkan bahwa jika pada diri seseorang itu masih ada iman, maka konsekuensinya ia wajib meninggalkan loyalitas kepada orang kafir. Dan menghasung mereka untuk memerangi orang kafir” (Tafsir As Sa’di, 236)

Wallahua’lam bisshowab

Bagikan