GAZA (jurnalislam.com)- Dari pengaturan harga ayam hingga penarikan biaya atas sejumlah barang impor, Hamas dinilai terus memperluas kendalinya di Gaza, sementara rencana Amerika Serikat untuk masa depan wilayah tersebut masih belum jelas. Warga Gaza mengatakan hal ini menambah keraguan para pesaing Hamas apakah kelompok itu benar-benar akan menyerahkan kekuasaan sebagaimana dijanjikan.
Sejak gencatan senjata dimulai bulan lalu, Hamas dengan cepat membangun kembali kekuasaannya di wilayah yang sebelumnya ditinggalkan Israel. Puluhan warga Palestina tewas setelah dituduh berkolaborasi dengan Israel, terlibat pencurian, atau melakukan kejahatan lainnya. Meski berbagai kekuatan asing menuntut Hamas melucuti senjata dan menyerahkan pemerintahan, hingga kini belum ada kesepakatan mengenai pihak yang akan menggantikannya.
Menurut belasan warga Gaza, mereka kini semakin merasakan pengaruh Hamas dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Otoritas setempat disebut memantau ketat seluruh barang yang masuk ke wilayah Gaza, menarik biaya atas sejumlah impor swasta seperti bahan bakar dan rokok, serta mendenda pedagang yang dianggap menaikkan harga secara berlebihan. Informasi ini disampaikan oleh 10 warga Gaza, termasuk tiga pedagang dengan hubungan langsung terhadap proses distribusi barang.
Ismail Al-Thawabta, Kepala Kantor Media Pemerintah Hamas, membantah laporan tersebut.
“Informasi mengenai pajak rokok dan bahan bakar tidak akurat, serta menegaskan bahwa pemerintah tidak menaikkan pajak apa pun.” katanya.
Menurutnya, otoritas Hamas saat ini hanya menjalankan tugas-tugas kemanusiaan dan administratif mendesak, sekaligus berupaya mengendalikan harga di pasar. Thawabta kembali menegaskan kesiapan Hamas untuk menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan teknokratis demi menghindari kekacauan.
“Tujuan kami adalah agar transisi berjalan lancar,” ujarnya dikutip dari The New Arab (14/11).
Hatem Abu Dalal, pemilik sebuah mal di Gaza, mengatakan lonjakan harga terutama disebabkan oleh minimnya pasokan barang. Ia menyebut para pejabat pemerintah rutin berkeliling memeriksa barang dagangan dan menetapkan harga standar.
Sementara itu, Mohammed Khalifa, seorang warga yang berbelanja di Nuseirat, Gaza tengah, mengatakan harga-harga terus berubah meskipun ada upaya pengendalian.
“Ini seperti bursa saham,” katanya. “Harga tinggi, tidak ada pendapatan, hidup sulit, dan musim dingin akan segera datang.”
Rencana Presiden AS Donald Trump untuk Gaza sebelumnya berhasil mencapai gencatan senjata pada 10 Oktober serta pembebasan tawanan terakhir yang masih hidup dari peristiwa 7 Oktober. Rencana tersebut mencakup pembentukan otoritas transisi, pengerahan pasukan keamanan multinasional, pelucutan senjata Hamas, serta dimulainya upaya rekonstruksi.
Namun, menurut laporan Reuters yang mengutip sejumlah sumber, pekan ini pemisahan de facto Gaza tampaknya semakin mungkin terjadi. Pasukan Israel masih berada di lebih dari separuh wilayah, sementara upaya memajukan rencana transisi berjalan lambat.
Saat ini, hampir seluruh dari 2 juta penduduk Gaza tinggal di wilayah yang dikuasai Hamas.
Ghaith al-Omari, peneliti senior di The Washington Institute, mengatakan langkah-langkah yang dilakukan Hamas bertujuan menunjukkan kepada warga maupun pihak asing bahwa keberadaan mereka tidak dapat dihindari.
“Semakin lama komunitas internasional menunggu, Hamas akan semakin mengakar,” ujarnya. (Bahry)
Sumber: TNA