WASHINGTON (Jurnalislam.com) – Presiden AS Barack Obama telah mengumumkan rencana untuk memperluas wilayah militer Amerika Serikat di Afghanistan dan menjaga kekuatan sebanyak 9800 tentara selama tahun 2016, di tengah meningkatnya serangan pejuang Taliban, lansir Aljazeera, Kamis (14/10/2015).
Obama berencana untuk menarik semua pasukan dan hanya menyisakan kekuatan kecil di kedutaan AS di ibukota Kabul sebelum meninggalkan kantor pada Januari 2017.
Berdasarkan rencana baru, jumlah pasukan yang akan disisakan berjumlah 5500 pada tahun 2017, dan akan berbasis di Kabul, Bagram, Jalalabad dan Kandahar.
Obama berdalih bahwa, ia tetap tidak mendukung gagasan perang tak berujung, mengatakan bahwa ia "menegaskan dengan yakin" bahwa AS tidak bisa "membiarkan Afghanistan digunakan sebagai safe haven" untuk kelompok-kelompok bersenjata seperti Taliban dan al-Qaeda.
Obama pun mengklaim, "Sejak memimpin keamanan awal tahun ini, pasukan Afghanistan terus meningkatkan kemampuan," katanya. "Pasukan Afghanistan berhasil memegang sebagian besar wilayah utama."
"Di bidang utama negara situasi keamanan masih sangat rapuh, dan di beberapa tempat ada risiko kerusakan," katanya.
Keputusan itu muncul setelah berbulan-bulan musyawarah antara Obama, pemimpin pemerintah Afghanistan, pejabat Pentagon, komandan di lapangan dan penasihat Gedung Putih tentang bagaimana cara terbaik untuk terus mendukung pasukan Afghanistan, kata pejabat senior pemerintah AS.
Martin Reardon, seorang veteran selama 21-tahun dari FBI yang juga sebagai wakil presiden senior dari Soufan Group, konsultasi keamanan dan intelijen strategis, percaya bahwa keputusan ini diambil untuk terus membantu dan melatih pasukan Afghanistan.
"Ini adalah perang terlama yang pernah diperjuangkan AS," kata Reardon. "Mereka sudah membantu pemerintah Afghanistan selama beberapa dekade sekarang dan keputusan ini bisa membuktikan menjadi komitmen jangka panjang."
Namun, Zabihullah Mujahid, juru bicara Taliban (Imarah Islam Afghanistan) mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka akan melanjutkan perjuangan mereka melawan pasukan asing sampai mereka meninggalkan negara itu.
"Mereka memutuskan untuk memasuki Afghanistan tetapi jihad kami yang menakutkan memaksa mereka untuk pergi. Perjuangan ini akan berlanjut sampai orang terakhir dari pasukan asing keluar dari negara kita," kata Mujahid.
"Perjuangan kami tetap kuat bahkan setelah invasi satu dekade."
Akhir bulan lalu, pejuang Taliban menguasai Kunduz selama beberapa waktu, lalu keluar untuk hindari korban sipil di kota strategis tersebut karena pasukan Afghanistan, yang didukung serangan udara AS menyerang fasilitas fasilitas umum.
Jatuhnya Kunduz secara singkat merupakan pukulan besar bagi pasukan negara yang telah dilatih NATO dan menyoroti potensi Taliban untuk memperluas benteng benteng di pedesaan.
Deddy | Aljazeera | Jurniscom