Generasi di Era Digital: Sepi di Tengah Keramaian

Generasi di Era Digital: Sepi di Tengah Keramaian

Oleh : Herliana Tri M

Dikutip dari laman Time Indonesia.co.id, 18/9/2025 mengungkapkan bahwa media sosial disematkan sebagai ruang tanpa batas yang menghubungkan miliaran orang di seluruh dunia. Laporan Global Digital Reports dari Data Reportal mencatat, sekitar 5,25 miliar pengguna aktif media sosial hingga 2025.

Dibalik kemudahan-kemudahan yang tersaji dengan pesatnya perkembangan teknologi digital, linimasa yang ramai dengan video hiburan justru menyisakan rasa sepi bagi sebagian penggunanya.

Tak mengenal usia, pengguna gadget saat ini dari semua kalangan. Balita, anak- anak, remaja, dewasa ataupun yang sudah matang usia, tak lepas dari gawai di tangan. Bahkan Indonesia mempertahankan gelar sebagai pengguna handphone atau ponsel dan tablet yang durasinya terlama di dunia.

Berdasarkan data laporan State of Mobile 2024 dirilis oleh data ai yakni di atas lima jam. Indonesia menjadi negara satu-satunya dengan kondisi masyarakat rata-rata bermain smartphone di atas enam jam sehari (detikInet12/1/2024).

Saat Smartpone Tak Sebatas Kemudahan Teknologi

Perkembangan teknologi yang pesat bak pisau bermata dua. Satu sisi menawarkan kemudahan, efektivitas dan efisiensi kerja, namun disisi lain menyisakan ruang masalah baru. Keasyikan berselancar di dunia maya menjadikan interaksi nyata justru semakin menipis. Dalam kegiatan di rumah misalnya, bamyak ditemukan ayah, ibu dan putra putrinya sibuk dengan gadget di tangan.

Meski secara fisik hadir dan berdekatan, namun minim interaksi dan kedekatan emosional. Kondisi ini akan memunculkan rasa sepi di ruang penuh sesak masyarakat yang sibuk lalu lalang. Rasa muncul yang tak disadari hadir karena berkurangnya interaksi nyata dengan orang sekitar baik di rumah, ruang publik seperti sekolah tempat bekerja dan lain-lain.

Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, yang aktivitas dominannya justru berinteraksi secara nyata.

Sehingga saat kondisi alami manusia ini. berubah dengan hadirnya teknologi, akan memunculkan rasa sepi pada waktu tertentu. Rasa sepi ini seolah bersifat individual dan tak berefek nyata. Namun jika masalah ini dibiarkan, rasa sepi yang menjangkiti kehidupan masyarakat, dapat memunculkan efek negatif. Bagaimana rasa sepi ini bisa muncul? Rasa ini bisa hadir misalnya, saat melihat unggahan orang lain yang tampak begitu sempurna, kemudian ia membandingkan dirinya dengan kehidupan orang lain yang terlihat lebih baik, Kondisi ini bisa menjadikan dirinya merasa hidup kurang memuaskan dan akhirnya merasa sepi.

Rasa sepi juga muncul saat individu memiliki ketergantungan pada validasi digital. Adanya penghargaan di media sosial, seperti jumlah like dan komentar, membuat seseorang menilai diri sendiri berdasar apresiasi tersebut. Ketika tidak mendapat banyak perhatian, seseorang bisa merasa tidak berharga dan kesepian.  Pun apabila banyak komentar, namun komentarnya negatif dan tak mendukungnya, bisa memunculkan gangguan emosi dan psikis. Ditambah interkasi dengan orang lain yang semakin berkurang, menjadikan berbagai rasa dalam dirinya menumpuk dan tak mendapat dukungan sosial.

Dampak lain dari kemajuan teknologi, tak hanya rasa sepi yang muncul, konten- konten yang liar dan bebas berseliweran di beranda akan menjadi permasalahan baru bagi masyarakat. Konten porno yang bebas beredar, bisa menjadi bahaya yang sewaktu- waktu mengancam saat hasrat yang muncul akibat tontonan menuntut adanya pemenuhan yang terlarang. Seperti adanya pencabulan, pemerkosaan serta aktivitas pelampiasan lain yang bertentangan baik norma susila maupun agama.

Butuh Negara untuk Menjadikan Teknologi Dominan dalam Manfaat

Negara memiliki peran dan andil besar agar teknologi memiliki manfaat lebih dominan dibanding efek negatif yang ditimbulkan. Negara harus hadir mengontrol konten apa saja yang aman bagi konsumsi warganya dan konten yang menghantarkan kerusakan baik berisi kekerasan, kesadisan, vulgar seksual ataupun sekte- sekte yang membahayakan aqidah umat. Jangan sampai kriminalitas disuatu tempat justru menjadi inspirasi di tempat lain.

Kehadiran negara dengan memberikan filter konten apa saja yang bisa dinikmati di dunia maya dan mana yang tak layak, akan meminimalisir peluang kejahatan di tengah masyarakat saat ini. Sudah terlalu banyak berita kriminal dengan tingkat kekerasan dan kesadisan di luar nalar tersaji di keseharian masyarakat.

Perlu langkah nyata dari pemerintah untuk melindungi moral, aqidah umat dengan membatasi konten ‘sampah’ yang merusak. Disamping itu, juga dibutuhkan sanksi tegas yang bisa memberikan efek jera untuk menekan angka kriminalitas yang terus membumbung nyata.

Bagikan