YOGYAKARTA(Jurnalislam.com) – Dirjen Bimas Islam Muhammadiyah Amin mengatakan, perbincangan terkait hisab dan rukyat di negara-negara Muslim merupakan persoalan penting yang menjadi kebutuhan publik. Persoalan yang masuk dalam ranah fikih ini sudah diawali sejak era awal perkembangan Islam.
“Sejatinya, hal ini sudah mendapat perhatian yang serius dari pakar hukum Islam, terutama kaitannya dengan berbagai pelaksanaan ibadah seperti arah kiblat, waktu shalat, awal bulan, waktu gerhana bulan dan matahari,” katanya melalui rilis yang diterima redaksi Jurnalislam.com, Rabu (09/10/2019).
Diuraikan Dirjen, dalam kaitan pelaksanaan ibadah, kajian hisab rukyat setidaknya memiliki dua dimensi sekaligus, yaitu dimensi Syari’ah, dan dimensi Astronomi.
Dimensi syariah utamanya merujuk kepada waktu pelaksanaan ibadah, yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadis maupun ijtihad para ulama. Sedangkan dalam Astronomi, merupakan formulasi terhadap tafsir-tafsir yang terdapat dalam nash-nash tersebut dalam membuat rumusan matematis yang digunakan dalam perkiraan waktu.
Mengingat pentingnya pembahasan mengenai Hisab dan Rukyat itu, maka Pertemuan Pakar Falak MABIMS yang digelar Ditjen Bimas Islam selama tiga hari ini diharapkan dapat menghasilkan kajian-kajian komprehensif yang berasaskan pada landasan ilmu keislaman yang kokoh, disertai perangkat dari perkembangan sains yang canggih dan maju.
Pertemuan bertajuk “Perkembangan Visibilitas Hilal dalam Perspektif Sains dan Fikih” ini dihadiri 60 pakar ilmu falak dari empat negara MABIMS, yaitu delegasi dari Brunei Darussalam sebanyak 4 orang, Malaysia 4 orang, Singapura sebanyak 2 orang, dan berbagai pakar tanah air di antaranya dari LAPAN, ITB, Badan Informasi Geospasial (BIG), Planetarium, BMKG, UIN/IAIN, Pakar Hisab Rukyat Ormas Islam dan seluruh Pejabat Teknis Hisab Rukyat dan Syariah, dan pemangku kepentingan di bidang Hisab Rukyat dan Syariah Indonesia.