Digitalisasi Usaha Pesantren Terus Dilakukan

Digitalisasi Usaha Pesantren Terus Dilakukan

BOGOR(Jurnalislam.com)— Kemenag terus berupaya menguatkan kemandirian pesantren. Salah satu caranya, mendorong lembaga pendidikan ini untuk mempercepat proses digitalisasi usaha.

“Revolusi digital telah mendorong disrupsi, ditambah momentum pandemi Covid-19 mempercepat transisi kehidupan masyarakat menjadi serba digital. Karena itu Pesantren harus tanggap menjawab tantangan tersebut dengan meningkatkan keterampilan digital,” kata Tim Ahli Kemenag untuk Program Kemandirian Pesantren, Dr Karunia Dianta Sebayang, kepada peserta Peningkatan Kapasitas UMKM Pesantren Berbasis Digital di Bogor, Jumat (3/9/2021).

Giat ini digelar Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag.

Menurut Dianta, kunci pertama agar berhasil dalam membangun usaha adalah Sumber Daya Manusia yang cakap dan responsif terhadap setiap perubahan. SDM yang demikian mampu membaca setiap peluang dan tantangan yang dihadapi dengan langkah yang tepat.

Dianta mengungkapkan, Future of jobs Survey 2020 yang dirilis The World Economic Forum terkait strategi adaptasi bisnis yang dilakukan para pelaku usaha dalam menanggapi situasi pandemi covid-19, menunjukkan sebesar 84% pelaku usaha melakukan upaya percepatan digitalisasi bisnis sebagai respon atas situasi pandemi. Artinya, 84% pelaku usaha juga merencanakan peningkatan keterampilan dan melatih kembali Sumber Daya Manusia yang dimiliki.

Kepala Pusat Inovasi dan Inkubator Bisnis Universitas Negeri Jakarta ini menggambarkan begitu besarnya pangsa pasar digital yang terbuka untuk diakses, dan trennya terus meningkat. Saat ini di Indonesia sendiri ada sekitar 202,6 juta masyarakat pengguna internet atau 73,7% dari total populasi. Di antara itu, 170 juta orang atau 61,8% dari total populasi merupakan pengguna aktif media sosial. Sementara 138,1 juta orang tercatat pernah atau terbiasa membeli barang konsumsi melalui internet.

“Inilah peluang sekaligus tantangan yang kita hadapi. Dengan penguasaan teknologi digital, itu berarti pintu besar menuju pasar yang sangat luas sudah separuh terbuka,” tegas Dianta.

Sementara itu, dari segi transaksi usaha e-commerce yang didasarkan menurut wilayah pengiriman barang, tercatat bahwa mayoritas penjualan e-commerce terjadi di dalam satu pulau yang sama  Transaksi yang dilakukan antar pulau tidak begitu signifikan. Konsumen lebih memilih membeli barang yang dikirim dari lokasi terdekat dengan pertimbangan efektifitas waktu dan biaya pengiriman.

“Fakta ini memberi sinyal tersendiri bagi pesantren, di mana pesantren memiliki ekosistem khas yang telah terbangun, yakni masyarakat sekitar yang biasanya terikat dengan pesantren, jaringan alumni yang tersebar, bahkan santri dan wali santri merupakan pasar yang sangat mungkin dijangkau,” tuturnya.

Namun demikian, kata Dianta, mengembangkan sumber daya manusia dan transformasi digital saja belum cukup untuk membangun pesantren yang mandiri. Perlu juga didukung oleh manajemen pesantren yang tepat. Yakni, bagaimana bisa menyelaraskan pengelolaan bisnis yang profit oriented namun secara langsung tidak menghilangkan karakter pesantren yang sosial oriented.

“Hal ini Selaras dengan visi Menteri Agama yang tertuang dalam Program Kemandirian Pesantren yakni terwujudnya pesantren yang memiliki sumber daya ekonomi yang kuat dan berkelanjutan sehingga dapat menjalankan fungsi Pendidikan, Dakwah, dan Pemberdayaan Masyarakat dengan optimal,” sebutnya.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.