Di Sydney Kekerasan Pada Wanita Muslim Bermotif Islamophobia

AUSTRALIA (Jurnalislam.com) – Wanita yang tidak ingin disebutkan namanya itu, mengatakan bahwa dia didorong, ditendang dan memanggil-manggil orang sejak stasiun Pusat Pemerintahan hingga Balai Kota Sydney. Saat itu tidak ada orang yang datang untuk menawarkan dukungan.

"Ketika (penyerang) menjadi semakin kasar, saya melihat sekeliling saya … dan saya hanya berpikir 'Tidak ada siapapun di sini yang mau membantu saya, 'jadi jika saya terus berbicara ia akan datang lebih mendekat kepada saya dan menyerang saya secara fisik," katanya kepada SBS, lalu berita ini dilansir oleh MuslimVillage hari Sabtu (28/03/2015).

Wanita itu mengatakan bahwa dia tahu serangan itu bermotif agama dari cara si penyerang memandang jilbabnya sambil mengatakan ,"Kalian semua menghalangi jalan kami," kemudian mendorongnya.

Wanita itu mengatakan dia baru mendapatkan bantuan setelah si penyerang meninggalkan kereta.

"Seseorang menawarkan tisu, seorang lainnya bertanya kepada bagaimana keadaan saya … Ada juga seorang wanita yang tidak melihat kejadian tersebut tapi mendengar semuanya. Ia keluar mendatangi ketika saya masih menangis dan berkata, 'Anda tidak harus menangis, orang-orang itu hanyalah omong kosong … .rasis. "

"Dan saya sangat berterima kasih kepada mereka, tapi ketika saya berjuang untuk kehormatan  saya, tidak ada seorang pun yang datang."

"Jika negara ini tidak menerima saya, saya akan kembali ke negara saya. Saya tidak akan tinggal di sini. Saya tidak ingin kehilangan identitas saya karena ini."

Ini bukan peristiwa yang jarang terjadi menurut pengacara dan pendiri Islamophobia Register Australia, Mariam Veiszadeh, yang mengatakan bahwa Register telah menerima sejumlah besar laporan tentang perempuan Muslim Australia mengenakan jilbab menjadi sasaran kekerasan.

"Kecemasan yang dirasakan oleh para korban sangat melumpuhkan dan memiliki dampak merugikan pada semua aspek kehidupan mereka serta keluarga dan masyarakat yang lebih luas," katanya.

"Banyak perempuan mengirimkan laporan kepada kami yang menunjukkan bahwa mereka harus mengubah rutinitas sehari-hari dan membatasi aktivitas dan partisipasi mereka dalam kehidupan publik didasarkan pada ketakutan dan kecemasan," kata Ms. Veiszadeh.

Dia juga mencatat bahwa "gelombang ke atas" dalam insiden selalu dilaporkan setiap kali umat Islam "tanpa sadar dilemparkan ke dalam sorotan media.

Setelah peristiwa pengepungan Sydney Desember lalu dan laporan sentimen anti-Islam yang berkembang, kampanye Twitter dengan hashtag #illridewithyou tumbuh pesat dalam mendukung orang Muslim yang merasa tidak aman saat mengendarai angkutan umum.

Wanita yang diserang di kereta Sydney pada Senin malam mengatakan bahwa dirinya berada di antara mereka yang merasa terancam beberapa hari setelah pengepungan.

"Ketika saya berada di kereta, sepertinya 'orang-orang menatapku.’ Aku sangat takut. Selama beberapa hari berikutnya saya bepergian dengan rekan-rekan saya di kereta," katanya.

"Dan kemudian saya mendengar tentang hashtag itu dan … ini kembali memberi saya kekuatan."

Baginya, serangan pada hari Senin itu adalah pertama kalinya selama dia hidup satu tahun di Australia, yaitu bahwa ia telah dilecehkan karena agamanya, dan telah menurunkan kepercayaan dirinya terhadap masyarakat Australia.

Ketika salah seorang teman menyarankan untuk melepaskan jilbabnya ketika ia merasa takut akan keselamatannya, dia menolak saran tersebut dan menganggapnya tidak toleran.

"Jika negara ini tidak menerima saya, saya akan kembali ke negara saya. Saya tidak akan tinggal di sini. Saya tidak ingin kehilangan identitas saya karena ini."

Komisaris Diskriminasi Ras, Dr. Tim Soutphommasane mencatat kenaikan "sentimen anti-Muslim" akhir tahun lalu, seraya menunjukkan kekhawatiran atas keselamatan "wanita yang terlihat memakai pakaian Islam seperti jilbab."

"Bentuk-bentuk sentimen anti-Muslim seperti itu seharusnya tidak memiliki tempat dalam masyarakat kita. Setiap orang harus bebas untuk menjalani kehidupan mereka, tanpa dilecehkan atau diintimidasi karena agama mereka."

Baru-baru ini SBS melaporkan bahwa beberapa pemimpin Muslim Australia menyerukan undang-undang federal yang lebih ketat untuk melindungi warga Australia menjadi sasaran karena agama mereka.

Saat ini, undang-undang Diskriminasi Rasial yang ada hanya melindungi masyarakat terhadap fitnah karena ras, warna kulit, etnis dan asal negara, dan tidak berlaku untuk agama.

Serangan Anti-Islam sangat mungkin terjadi karena adanya "kejahatan termotivasi yang bias." Menurut Ms. Veiszadeh, manusia dan sumber daya yang ditujukan untuk menyelidiki kejahatan tersebut "sangat tidak memadai," dan dia menyerukan kebijakan yang lebih baik untuk serangan Islamofobia.

"Islamophobia, jika dibiarkan, akan menciptakan hambatan inklusi bagi Muslim di Australia, serta meningkatkan keterasingan, terutama di kalangan pemuda Muslim. Situasi seperti ini tidak hanya akan mengakibatkan kerusakan besar bagi kohesi sosial kita, namun secara bersamaan akan dengan cepat memperluas area perekrutan untuk radikalisasi di masa depan," kata Ms. Veisadeh lagi.

Polisi Parramatta telah memulai penyelidikan atas serangan itu dan mendesak siapa saja yang menyaksikan serangan untuk menghubungi Crime Stoppers.

 

Deddy | Muslimvillage | Jurniscom

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.