Berpuasalah Sebagaimana Puasa Terakhir!

Berpuasalah Sebagaimana Puasa Terakhir!

Andaikan kita mendapatkan hak akses untuk mengetahui kapankah kita akan meninggalkan dunia ini untuk melanjutkan perjalanan panjang ke negeri akhirat… Andaikan kita mengetahui bahwa Ramadan tahun ini adalah Ramadan terakhir bagi kita… Tentu kita akan sangat sibuk dengan kebaikan demi kebaikan siang dan malam. Kita akan lakukan setiap kebaikan yang kita mampu, tidak peduli ringan maupun yang berat. Kita akan sangat sibuk untuk memperbaiki niat dan berusaha untuk menjadikannya ikhlas tanpa lagi mempedulikan pujian, sanjungan, balasan, dan kehormatan dari manusia. Demikianlah kiranya seandainya kita tahu bahwa Ramadan ini adalah Ramadan terakhir bagi kita.

Kesadaran akan saat-saat perpisahan dengan dunia, saat-saat kesempatan terakhir, dan saat-saat sempitnya waktu karena sebentar lagi semua akan ditinggalkan untuk berjumpa dengan Sang Pencipta alam, mampu membangkitkan perhatian, kesungguhan, keseriusan, dan fokus dalam diri yang tidak bisa dibangkitkan dengan cara apa pun selainnya. Karena itulah, ketika suatu saat datang seorang lelaki kepada Rasulullah SAW sambil berkata,

يَا رَسُوْلَ اللهِ، عَلِّمْنِيْ وَأَوْجِزْ

“Wahai Rasulullah, ajarkanlah sesuatu kepadaku secara ringkas!”

Maka beliau menjawab,

إِذَا قُمْتَ فِيْ صَلَاتِكَ، فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ

“Jika engkau berdiri dalam salatmu maka salatlah seperti salat orang yang akan berpisah dengan dunia.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Ayyub al-Anshari RA)

Rasulullah SAW mengajarkan pada Sahabat tersebut agar setiap salat yang didirikan, hendaklah ia membayangkan bahwa salat tersebut adalah salatnya yang terakhir dan malaikat Maut sedang menunggunya untuk membawanya pergi setelah ia selesai dari salatnya guna berpindah dari alam dunia fana menuju alam akhirat yang kekal selamanya.

Bayangkanlah bagaimanakah kondisi batin dalam keadaan seperti itu? Apakah ketika itu tidak ada usaha sekuat tenaga untuk khusyu’? Apakah ketika itu hati dan pikiran masih sempat melayang ke sana kemari sementara jasad kita ruku’ sujud di hadapan Ilahi? Apakah ketika itu tidak ada usaha maksimal untuk menyempurnakan salat? Apakah ketika itu tidak ada usaha untuk mengikhlaskan niat? Dan… dan… dan…. Tentu dalam kondisi seperti itu, seorang hamba akan melaksanakan salatnya yang terbaik yang bisa ia lakukan.

Dalam hadis ini, Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya metode praktis agar bisa mempersembahkan ibadah terbaik kepada Allah SWT yaitu dengan menghadirkan suasana dalam diri bahwa ibadah yang sedang dilakukan adalah ibadahnya yang terakhir. Tentu yang dimaksud ibadah ini bukan hanya salat, tapi mencakup ibadah-ibadah lainnya baik yang mahdhah maupun ghairu mahdhah, karena kita dituntut untuk melaksanakan semua ibadah itu sesempurna mungkin. Adapun hanya salat yang disebut dalam hadis ini hanya sebagai contoh praktik dan juga untuk menunjukkan bahwa ibadah salat menempati posisi yang sangat penting di antara ibadah-ibadah yang lain. Allahu a’lam.

Bagaimanakah ibadah kita di bulan Ramadan tahun ini? Sudahkah kita menghadirkan suasana bahwa Ramadan tahun ini adalah Ramadan terakhir bagi kita? Jika belum mari kita belajar menghadirkannya sambil memohon pertolongan kepada Allah SWT agar membantu kita untuk memperbaiki semua ibadah kita.

Rasulullah SAW selalu membaca doa:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

“Wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR Tirmidzi dan Ahmad)

Dalam riwayat lain Rasulullah berdoa:

‎اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

“Ya Allah yang memalingkan (membolak-balikkan) hati manusia, palingkanlah hati kami di atas ketaatan kepada-Mu.” (HR Muslim) []

Bagikan