Berita Terkini

YPG: Turki Umumkan Deklarasi Perang di Suriah

SURIAH (Jurnalislam.com) – Pejabat Turki dan komandan militer milik Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) saling beradu kecaman panas baru-baru ini, yang paling baru adalah ketika Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengancam akan melakukan operasi militer melawan serangan atau ancaman yang datang dari Kurdi.

Menurut pengamat, sebuah medan tempur baru menjulang di cakrawala wilayah tersebut, yang disiksa oleh perang melawan IS dan terbagi dalam dua bidang: yang pertama melalui pasukan Kurdi yang didukung oleh Washington, dan yang kedua melalui pasukan Turki yang didukung oleh faksi oposisi Suriah, lapor Al Arabiya, Kamis (6/7/2017).

Setelah eskalasi posisi Ankara, Unit Perlindungan Kurdi mengatakan bahwa mereka menganggap gerakan militer Turki di barat laut Suriah sebagai sebuah deklarasi perang. Mereka mengumumkan tidak akan berhenti menghadapi kemungkinan agresi Turki.

Sementara itu, Wakil Perdana Menteri mengatakan bahwa tindakan tersebut tidak ada kaitannya dengan deklarasi perang, namun hanya merupakan persiapan yang normal, yang dilaporkan oleh media Turki setelah kedatangan bala bantuan militer besar ke wilayah Afrin dekat Perbatasan Turki.

Hamas Peringatkan Rencana ‘Busuk’ Perdamaian Israel

PALESTINA (Jurnalislam.com) – Pemimpin politik Hamas yang baru terpilih, Ismail Haniyeh, memperingatkan dengan keras pada hari Rabu (5/7/2017) mengenai rencana busuk Israeldengan dalih untuk membangun “perdamaian regional atau ekonomi”.

Haniyeh mengeluarkan peringatan tersebut pada konferensi pers pertamanya sejak terpilih pada awal Mei untuk menggantikan Khaled Meshaal sebagai pemimpin politik kelompok Gaza, lansir World Bulletin, Kamis (6/7/2017).

Dia melanjutkan untuk menegaskan bahwa pemerintah AS berharap dapat membentuk kesepakatan damai “regional” yang bersejarah, yang, dia peringatkan, “pada akhirnya akan berfungsi untuk memadamkan tujuan Palestina”.

“Kami tidak akan pernah menerima proposal [perdamaian] – dengan dalih apapun – yang tidak melayani kepentingan rakyat Palestina atau melindungi hak-hak mereka,” kata Haniyeh.

“Karena asumsi Donald Trump tentang kepresidenan AS, gerakan telah dipercepat – di bawah tekanan Israel – untuk memeras negara-negara Arab dan Muslim dengan tujuan utama menghancurkan kepentingan Palestina,” tambahnya.

“Setiap solusi atau kompromi yang tidak menjamin hak rakyat Palestina atas kebebasan – dan pembentukan sebuah negara Palestina yang berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibukotanya – akan gagal,” kata Haniyeh.

Pada konferensi pers hari Rabu, Haniyeh juga mengatakan bahwa – berdasarkan sebuah kunjungan baru-baru ini ke Kairo oleh sebuah delegasi Hamas – hubungan kelompok tersebut dengan Mesir “berkembang dengan baik”.

“Saudara-saudara kita di Mesir telah menunjukkan kesiapan mereka untuk menangani krisis kemanusiaan di Gaza,” katanya.

“Diskusi yang baru-baru ini dilakukan di Mesir telah menghasilkan hasil positif, buahnya akan segera terbukti bagi masyarakat Gaza,” tambahnya tanpa menjelaskan lebih jauh.

Pada 12 Juni, sebuah delegasi Hamas kembali ke Gaza dari Kairo setelah kunjungan selama sepekan di mana anggota delegasi tersebut bertemu dengan sejumlah pejabat intelijen Mesir.

Beberapa hari kemudian, pihak berwenang Mesir – untuk pertama kalinya mengizinkan truk yang membawa bahan bakar industri ke Jalur Gaza yang dikelola Hamas, yang memungkinkan pembangkit listrik satu-satunya di sana berfungsi kembali setelah absen dua bulan.

Dalam hal politik domestik Palestina, Haniyeh mengatakan bahwa prioritas Hamas adalah untuk mencapai “rekonsiliasi nasional” dan membangun jembatan antara pasukan Palestina dan faksi-faksi yang bersaing.

“Ini akan tetap menjadi prioritas utama kami,” katanya. “Kami tidak akan menyisihkan upaya untuk mengembalikan persatuan nasional dan membentuk strategi terpadu untuk perlawanan [terhadap pendudukan Israel].”

Haniyeh juga menyerukan pembentukan pemerintah persatuan nasional Palestina sejati yang dapat memenuhi kebutuhan rakyat Palestina di Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza yang diblokade.

Pada tahun 2014, Hamas, yang telah memerintah Gaza selama 10 tahun terakhir, setuju dengan gerakan saingannya, Fatah, yang menjalankan Otoritas Palestina Ramallah, untuk membentuk sebuah pemerintahan persatuan.

Rezim Syiah Assad Kembali Gunakan Gas Klorin di Ghouta Timur

DAMASKUS (Jurnalislam.com) – Pasukan rezim Nushairiyah Assad pada hari Kamis (6/7/2017) menyerang posisi oposisi di distrik Jobar, Damaskus, dengan gas klorin, menurut sumber setempat, Anadolu Agency melaporkan.

Dalam sebuah pernyataan, pejabat di pusat medis Jobar mengatakan bahwa 10 pejuang oposisi telah terkena serangan tersebut.

Yusuf al-Bustani, anggota komite koordinasi lokal di ibukota wilayah Ghouta Timur, mengatakan pasukan rezim sering menargetkan Jobar dan Ghouta Timur dengan gas klorin.

“Rezim ini juga menyerang zona de-eskalasi. Pasukan Syiah Assad gagal mematuhi kesepakatan gencatan senjata,” kata al-Bustani.

Rusia setelah Serangan Gas Klorin: Sikap Kami terhadap Assad Tidak Berubah

Awal pekan ini, dia menambahkan, pasukan rezim juga menyerang posisi oposisi di distrik Ain Tarma dan Zamalka di Ghouta Timur.

Pada hari Sabtu, juru bicara oposisi Suriah mengatakan bahwa lebih dari 30 pejuang oposisi telah terpengaruh oleh serangan rezim – yang juga menggunakan gas klorin – di Ghouta Timur.

Akhir bulan lalu, Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia mengklaim bahwa gas sarin telah digunakan dalam serangan 4 April di desa Khan Sheikhun di provinsi Idlib. Tuduhan tersebut ditolak oleh pihak Suriah.

Selama pembicaraan yang diadakan di Astana pada awal Mei, Rusia, Turki dan Iran sepakat untuk membangun jaringan “zona de-eskalasi” di berbagai wilayah di Suriah.

Menurut kesepakatan tersebut, zona – di mana tindakan agresi dilarang secara nominal – akan mencakup kota Idlib dan beberapa bagian provinsi Latakia, Homs, Aleppo dan Hama, serta Damaskus, Ghouta Timur, Daraa dan Quneitra.

Suriah telah dikepung dalam perang global yang menghancurkan sejak Maret 2011, ketika rezim Syiah Assad menindak secara brutal aksi unjuk rasa dengan kebiadaban militer yang tak terduga.

Menurut pejabat PBB, ratusan ribu orang terbunuh dalam konflik tersebut, sementara jutaan lainnya telah mengungsi.

Pasukan AS Bunuh 224 Warga Sipil di Raqqah

SURIAH (Jurnalislam.com) – Sedikitnya 224 warga sipil terbunuh dalam serangan koalisi pimpinan AS sejak pasukan Suriah yang mereka dukung memasuki kubu IS di Raqqa sebulan yang lalu, sebuah kelompok pemantau mengatakan, lansir Aljazeera.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (the Syrian Observatory for Human Rights-SOHR) mengatakan pada hari Kamis (6/7/2017) bahwa sedikitnya 38 anak dan 28 perempuan termasuk di antara korban serangan udara, menambahkan bahwa mereka tidak memiliki data jumlah korban warga sipil yang terbunuh dengan cara lain, termasuk oleh operasi militer lainnya, akibat ranjau, atau saat mencoba melarikan diri dari kota.

Milisi Arab dan Kurdi dari Pasukan Demokratik Suriah (SDF) masuk ke Raqqa pada 6 Juni setelah melakukan operasi selama sebulan untuk mengepung kelompok Islamic State (IS) di kota utara tersebut.

SOHR mengatakan bentrokan dan serangan udara di Raqqa telah menewaskan 311 pasukan IS dan 106 pejuang SDF sejak 6 Juni.

Puluhan ribu warga sipil diyakini terjebak di dalam Raqqa, dengan peringatan bahwa kelompok bersenjata tersebut menggunakannya sebagai tameng manusia.

Banyak warga Raqqa yang berhasil lolos mengatakan bahwa penembak jitu IS menargetkan siapapun yang mencoba meninggalkan kota.

Koalisi yang didukung AS memberikan bantuan dengan dukungan udara berat, serta penasihat pasukan khusus, senjata, dan peralatan pada SDF dalam serangannya di Raqqa.

Sejak IS merebut Raqqa pada awal 2014, Raqqa telah menjadi ibukota de facto wilayah Suriah kelompok bersenjata tersebut.

Kata “Ndeso” Kaesang “Sakiti” Warga Pedesaan

MAGELANG (Jurnalislam.com) – Beredarnya video vlog unggahan putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep menuai banyak kritik dari berbagai pihak. Vlog berjudul #BapakMintaProyek yang diunggah pada 27 Mei itu dinilai bentuk ujaran kebencian.

Menanggapi hal tersebut, Anang Imamudin, ketua Front Aliansi Umat Islam Bersatu (FA-UIB) Jateng-DIY mengaku pihaknya tidak terima atas kata sindiran dari video yang muncul dari seorang putra presiden. Ia menyatakan, ucapan “ndeso” Kaesang dapat menyakiti hati orang pedesaan.

“Kami FA-UIB Jateng-DIY yang notabene terdiri dari pemuda-pemuda desa, ormas-ormas pemuda desa dan laskar-laskar orang-orang desa tidak terima dan kecewa dengan kata-kata “Dasar Ndeso” oleh Kaesang,” katanya kepada jurniscom, Rabu (5/7/2017).

“Seolah-olah “Ndeso” adalah simbol kebodohan, simbol keterbelakangan, simbol tidak berakhlak dan tidak bermoral,” tambahnya.

Anang mengatakan, desa merupakan bagian terbesar kebutuhan pokok rakyat Indonesia. Maka, kata dia, tidak sepantasnya menjadikan desa seolah-olah sesuatu yang buruk dan terbelakang.

Untuk itu, FA-UIB mendukung pihak-pihak yang melaporkan Kaesang dan meminta aparat hukum untuk bersikap tegas dan tidak tebang pilih.

“Kebutuhan orang kota didukung dari kami orang ndeso. Ndeso adalah simbol kedaulatan rakyat, simbol identitas rakyat Indonesia yang berbudi luhur, bersahaja, guyub rukun, adem ayem. Maka kami mendukung pihak-pihak yang melaporkan Kaesang ke polisi karena ungkapan dan ujaran kebencian. Siapa saja sama kedudukannya di mata hukum,” terangnya.

Sebelumnya, pada laporan bernomor LP/1049/K/VI/2017/Restro Bekasi Kota. Kaesang dilaporkan oleh warga bernama Muhammad Hidayat, warga kelahiran Tapanuli. Kaesang dianggap telah mengunggah sebuah kalimat sindiran bernada ujaran kebencian.

“Mengadu-adu domba dan mengkafir-kafirkan, gak mau mengikatkan padahal sesama Muslim karena perbedaan dalam memilih pemimpin. Apaan coba? Dasar ndeso,” kata Kaesang yang diunggah di sebuah media sosial.

Turki Kecam Keras Serangan Armenia ke Azerbaijan

TURKI (Jurnalislam.com) – Kementerian Luar Negeri Turki pada hari Rabu (5/7/2017) mengecam keras serangan howitzer Armenia di wilayah Fuzuli, Azerbaijan, Selasa, lansir World Bulletin.

Tentara Armenia melepaskan tembakan ke desa Alhanli di wilayah Fuzuli, menewaskan seorang anak perempuan berusia 2 tahun dan seorang wanita berusia 50 tahun, menurut pernyataan Kementerian Pertahanan Azerbaijan; Seorang wanita lain juga terluka dalam serangan tersebut.

Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan: “Kami berharap belas kasihan Tuhan bagi saudara-saudara di Azerbaijan yang kehilangan nyawa dalam serangan pengkhianat ini, menyampaikan belasungkawa kepada keluarga mereka dan warga Azerbaijan, dan berharap pemulihan yang cepat kepada yang terluka.”

Kementerian tersebut mengatakan bahwa peristiwa “mengerikan” tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa provokasi Armenia melalui penggunaan senjata berat di wilayah perbatasan menargetkan warga sipil, terutama wanita dan anak-anak, yang bertentangan dengan hukum internasional dan nilai-nilai kemanusiaan.

Dikatakan bahwa masyarakat internasional perlu memahami “kebijakan kekerasan” Armenia yang dilakukan “secara sadar dan sistematis”; Negara ini merupakan hambatan “terbesar” dalam penyelesaian sengketa Upper Karabakh melalui cara damai.

“Turki, sebagai anggota Kelompok Organisasi Keamanan dan Kerja Sama Minsk di Eropa [Organization for Security and Co-operation in Europe-OSCE] yang dibentuk untuk penyelesaian perselisihan Upper Karabakh, akan terus mendukung upaya menemukan solusi yang adil dan abadi terhadap perselisihan tersebut, dalam kerangka integritas dan kedaulatan wilayah Azerbaijan,” tambahnya.

OKI Serukan Penarikan Segera Pasukan Armenia dari Wilayah Azerbaijan

Kelompok Minsk OSCE pada hari Rabu meminta Baku dan Yerevan untuk menghentikan tindakan militer.

“Kekerasan hanya menimbulkan kekerasan lanjutan dan tidak menyelesaikan apapun. Satu-satunya cara yang bertanggung jawab dan manusiawi untuk menyelesaikan konflik yang sudah berlangsung lama ini adalah agar pihak-pihak tersebut kembali ke meja perundingan dengan itikad baik,” demikian dalam sebuah pernyataan.

Kedua negara tetap dalam perselisihan mengenai wilayah Karabakh yang diduduki, yang diambil alih oleh milisi pro-Armenia pada tahun 1993.

Tiga Resolusi Dewan Keamanan PBB (853, 874 dan 884), dan Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa 19/13 dan 57/298 merujuk pada Karabakh sebagai bagian dari Azerbaijan.

Majelis Parlemen Dewan Eropa menyebut bahwa wilayah tersebut diduduki pasukan Armenia.

Pasukan Azerbaijan Hancurkan Sistem Pertahanan Udara Armenia di Karabakh

London Tuduh Arab Saudi Dukung Ekstremisme di Inggris

LONDON (Jurnalislam.com) – Arab Saudi sebagian besar “bersalah melakukan ekstremisme” di Inggris, sebuah laporan think tank melaporkan dalam klaim yang ditolak oleh pemerintah Saudi.

“Saat entitas dari seluruh Teluk dan Iran telah bersalah melakukan ekstremisme, warga Arab Saudi tidak diragukan lagi berada di urutan teratas dalam daftar,” Tom Wilson, seorang rekan di Henry Jackson Society, mengatakan dalam sebuah laporan pada hari Rabu (5/7/2017), lansir Aljazeera.

Menurut think-tank kebijakan luar negeri yang berbasis di London, Arab Saudi mengoperasikan beberapa badan amal besar yang mendanai pendidikan dengan ideologi mereka di seluruh dunia, termasuk di Inggris, menghabiskan sedikitnya 67 miliar pound ($ 87 miliar) untuk program selama 50 tahun terakhir.

Pendanaan dari Arab Saudi terutama mengambil bentuk wakaf ke masjid, kata laporan tersebut, yang pada gilirannya “menjadi tuan rumah bagi pendakwah ekstremis dan distribusi literatur ekstremis”.

Laporan tersebut juga menandai bahwa beberapa pendakwah kebencian Inggris yang paling serius telah “belajar di Arab Saudi sebagai bagian dari program beasiswa”.

Dalam sebuah pernyataan kepada BBC, kedutaan besar Saudi di London mengatakan bahwa klaim tersebut “sudah pasti salah”.

“Kami tidak pernah dan tidak akan memaafkan tindakan atau ideologi ekstremisme kekerasan dan kami tidak akan beristirahat sampai para penyimpang dan organisasi mereka hancur,” tambahnya.

Henry Jackson Society menyerukan pembuatan undang-undang baru yang mewajibkan masjid dan institusi lain untuk mengumumkan dana asing.

Henry Jackson Society juga menuntut diluncurkannya penyelidikan publik terhadap dana asing untuk kelompok garis keras, menekan pemerintah.

Pelepasan studi think-tank tersebut dilakukan di tengah tekanan terhadap Perdana Menteri Theresa May untuk menerbitkan sebuah laporan pemerintah yang tampaknya tertunda yang memeriksa peran Arab Saudi dan negara-negara lain dalam mendorong “ekstremisme” di Inggris. Laporan tersebut dilaporkan mengkritik Arab Saudi.

Inggris adalah salah satu pemasok senjata teratas ke Arab Saudi dimana pemerintah, baik dari Partai Buruh dan Konservatif, menandatangani kesepakatan senjata utama dengan kerajaan tersebut.

Dalam tiga tahun terakhir, Inggris telah menyetujui lisensi ekspor senjata ke Arab Saudi senilai 4,7 miliar dollar AS.

Tank Armenia Serang Azerbaijan, 2 Warga Sipil Tewas

BAKU (Jurnalislam.com) – Serangan howitzer tentara Armenia di wilayah Fuzuli menewaskan dua warga sipil Azerbaijan Selasa malam, lansir Anadolu Agency Rabu (5/7/2017).

Tentara tersebut melepaskan tembakan ke desa Alhanli di wilayah Fuzuli, menewaskan seorang anak perempuan berusia 2 tahun dan seorang wanita berusia 50 tahun, menurut sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertahanan Azerbaijan.

Seorang wanita lain juga terluka dalam serangan tersebut.

Pemerintahan Armenia “bertanggung jawab atas provokasi berdarah”, kata pernyataan tersebut.

Kedua negara tetap dalam perselisihan mengenai wilayah Karabakh yang diduduki oleh milisi pro-Armenia pada tahun 1993.

Sejumlah resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB merujuk Karabakh sebagai bagian dari Azerbaijan.

Majelis Parlemen Dewan Eropa menyebut bahwa wilayah tersebut diduduki pasukan Armenia.

Semua Daftar Tuntutan Ditolak Qatar, Arab cs Ambil Tindakan Baru

ANKARA (Jurnalislam.com) – Sejumlah negara Arab yang memberlakukan embargo pada Qatar bulan lalu bersumpah untuk mengambil “tindakan baru” terhadap Doha pada hari Rabu (5/7/2017) setelah Doha tampaknya menolak daftar permintaan 13 poin mereka, lansir Anadolu Agency.

Dalam sebuah pernyataan bersama, empat negara – Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain – menyuarakan “penyesalan” kolektif mereka atas jelasnya penolakan Qatar dalam memenuhi tuntutan mereka, termasuk seruan untuk menutup pan-Arab yang berbasis di Doha, Al Jazeera.

Keempat negara tersebut kemudian menyerukan sebuah pertemuan darurat – untuk bersidang di ibukota Bahrain, Manama – dalam membahas krisis politik antar-Arab yang sedang berlangsung.

Menteri Luar Negeri Saudi Adel bin Ahmed al-Jubeir menyatakan bahwa “embargo politik dan ekonomi” di Qatar – yang pertama kali diberlakukan satu bulan yang lalu – ditetapkan untuk tetap diberlakukan.

Dia juga memperingatkan bahwa sebuah rakit “penghukum baru” akan dibawa melawan Qatar pada “waktu yang tepat”.

Dalam eskalasi selanjutnya, Menteri Luar Negeri Bahrain Sheikh Khalid bin Ahmed bin Mohammed Al Khalifa menyatakan bahwa penghentian keanggotaan Qatar di Gulf Cooperation Council (GCC) akan diputuskan “oleh GCC sendiri”, yang menunjukkan bahwa pengusiran Doha dari enam anggota Dewan bisa segera terjadi.

Pada tanggal 5 Juni, Arab Saudi, Mesir, UEA, Bahrain dan Yaman secara tiba-tiba memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar, menuduhnya mencampuri urusan dalam negeri mereka dan mendukung kelompok teroris.

Mauritania menyusul segera sesudahnya, sementara Yordania mengurangi perwakilan diplomatiknya di Doha.

Arab Saudi juga menutup perbatasan daratnya dengan Qatar, yang secara geografis mengisolasi negara Teluk itu.

Doha dengan keras menyangkal bahwa mereka mendukung terorisme, dan menggambarkan langkah-langkah untuk mengisolasinya sebagai “tidak dapat dibenarkan”.

Negara-negara yang mengisolasi Qatar tersebut kemudian mempresentasikan daftar 13 tuntutan, yang mereka katakan harus dipenuhi agar embargo dicabut.

Mereka kemudian memberikan tenggat waktu 10 hari kepada Doha – yang berakhir kemarin malam – untuk merespons tuntutan mereka.

Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammad bin Abdulrahman Al Thani mengatakan sebelumnya bahwa Qatar telah menanggapi daftar tuntutan “sesuai dengan prinsip kedaulatan nasional dan hukum internasional”

Turki, Rusia dan Iran Gagal Temui Kesepakatan di Astana

ASTANA (Jurnalislam.com) – Rusia, Turki dan Iran gagal memilah-milah rincian kesepakatan mengenai perang di Suriah, termasuk batas-batas dan pengaturan empat zona aman yang sebelumnya disepakati, menurut kepala juru runding Moskow.

Alexander Lavrentiev dari Rusia mengatakan pada hari Rabu (5/7/2017) bahwa dokumen yang menjelaskan bagaimana keempat zona tersebut harus bekerja “perlu disempurnakan” meskipun “telah disepakati secara mendasar” antara tiga pelaku utama, setelah dua hari melakukan perundingan di Kazakhstan.

Dia menambahkan bahwa tidak ada kesepakatan pasti mengenai isu “kekuatan spesifik apa” yang akan menjaga zona tersebut.

Namun, ketiga belah pihak telah membentuk sebuah kelompok kerja demi menyelesaikan kesepakatan untuk menciptakan zona de-eskalasi di Suriah, menurut sebuah pernyataan bersama.

Ketiga negara tersebut sebelumnya mengatakan akan mengadakan putaran pembicaraan berikutnya di Astana pada pekan terakhir bulan Agustus.

Moskow dan Teheran, yang mendukung rezim Nushairiyah Bashar al-Assad, dan Ankara yang mendukung kelompok oposisi, pada bulan Mei sepakat untuk menetapkan empat zona de-eskalasi dalam sebuah terobosan potensial untuk menenangkan perang yang telah menewaskan sekitar 470.000 orang sejak Maret 2011.

Walaupun pertempuran menurun beberapa pekan setelah kesepakatan tersebut, ketegangan di beberapa wilayah tetap terjadi, dan pemain internasional belum menyelesaikan batas-batas zona atau menentukan siapa yang akan mengawasi.

Andrew Simmons, Al Jazeera, melaporkan dari Astana, mengatakan bahwa Rusia akan meminta anggota Commonwealth of Independent States (CIS) untuk menggunakan pasukan proteksi di zona de-eskalasi.

“Sekarang itu adalah sebuah perkembangan, tapi ini hanya sebuah panggilan dan tidak membuktikan bahwa ada kesepakatan mengenai masalah ini,” tambahnya.

CIS dibentuk setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991 sebagai sebuah organisasi yang merupakan kelompok negara yang diatur secara longgar.

Dalam upaya mengurangi rincian rencana Suriah, ketiga pihak mengadakan serangkaian pertemuan tertutup hari kedua di Astana pada hari Rabu, dengan partisipasi perwakilan rezim Suriah dan oposisi.

Konflik Suriah berevolusi dari tindakan brutal rezim terhadap aksi unjuk rasa tahun 2011 menjadi perang dahsyat yang telah menarik kekuatan dunia, termasuk Rusia dan sebuah koalisi internasional pimpinan AS.

Rusia telah mendorong perundingan di Astana sejak awal tahun ini karena berusaha untuk menenangkan Suriah setelah intervensi permainannya berubah di sisi Assad.