Perda Syariat Dicabut, MUI Dompu: Itu Kesalahan Fatal!

Ketua MUI Dompu Dr H Abdullah ArsyadBIMA (Jurnalislam.com) – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kebupaten Dompu Dr. H. Abdullah Arsyad S.Ag menegaskan, pihaknya menolak keras rencana pemerintah mencabut peraturan daerah (perda) bernuansa syariah di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Kabupaten Dompu.

“Ini adalah merupakan kekeliruan yang sangat fatal dari pemerintah dengan kebijakannya yaitu mencabut perda syariah yang ada di Kabupaten Dompu ini,” tegasnya kepada Jurnalislam di Kantor MUI Dompu, Kamis (16/6/2016).

Menurutnya, penghapusan perda-perda Syariat di Kabupaten Dompu itu akan menimbulkan keresahan. Sebab, perda-perda tersebut telah membudaya di masyarakat Dompu.

Dihapuskannya perda bernuansa syariat juga dinilainya akan mengganggu kondusifitas masyarakat Dompu yang telah sejak lama menjadikan Islam sebagai landasan kehidupan bermasyarakat.

“Dengan adanya perda itu sudah sangat bagus untuk kehidupan masyarakat Kabupaten Dompu, dengan cita-cita pemerintah daerah untuk menjadikan masyarakat pintar, sejahtera serta menjadi religius,” katanya.

Menurutnya, perda-perda itu muncul dari kebijakan-kebijakan lokal masyarakat Dompu yang mayoritas beragama Islam.

“Maka kenapa harus dipermasalahkan masalah yang seperti itu, karena itu juga termasuk kearifan lokal di tiap-tiap daerah,” tandasnya.

“Maka yang paling kita harapkan sekarang adalah kefanatikannya, keshalehannya sesuai dengan ajaran Islam, itu yang harus kita kejar, karena nanti Negara akan menjadi aman, bukan justru dipermasalahkan,” pungkasnya.

Di Kabupaten Dompu sendiri ada tiga perda yang berlandaskan Syariat Islam. Salah satunya adalah kewajiban membaca Al Qur’an. Namun dua yang termasuk daftar perda yang akan dihapus pemerintah. Perda tersebut, menurut H Abdullah Asrsyad sudah melekat dalam kehidupan masyarakat di Dompu.

Untuk diketahui, berikut ini adalah dua perda Kabupaten Dompu yang akan dihapus:

  1. Perda No. 11/2004 tentang tata cara pemilihan kades (materi muatanya mengatur keharusan calon dan keluarganya bisa membaca Al-Qur’an yang dibuktikan dengan rekomendasi KUA).
  2. SK Bupati Dompu No KD.19.05/HM.00/1330/2004, tentang pengembangan Perda No.1 Tahun 2002. Isinya menyebutkan:
  3. Kewajiban membaca Al-Qur’an bagi PNS yang akan mengambil SK/Kenaikan pangkat, calon pengantin, calon siswa SMP dan SMU dan bagi siswa yang akan mengambil ijazah.
  4. Kewajiban memakai busana Muslim (Jilbab).
  5. Kewajiban mengembangkan budaya Islam (MTQ, Qosidah dll).

 

Reporter: Sirath | Editor: Ally Muhammad Abduh

Rusuh Resah Perda Bernuansa Syariat

PEKAN ini jagat media diramaikan dengan pemberitaan menyoal razia warung makan milik Bu Saeni di Kota Serang, Banten oleh Satpol PP pada Rabu pekan lalu. Berita ini menjadi ramai di seantero negeri, berita lokal yang lantas menjadi isu nasional sampai-sampai para pemangku kebijakan negeri ini ikut bersuara lantang mengkritisi kejadian tersebut, dengan tujuan untuk melanggengkan agenda pencitraan mereka di hadapan rakyat.

Kejadian ini menjadi happy ending bagi Bu Saeni yang dengan ‘akting’ sedihnya ia berhasil meraup simpati netizen. Jutaan netizen kemudian menggalang donasi untuk dirinya dan terkumpul lah uang senilai Rp 172.844.160 yang telah diambil Bu Saeni di Bank BRI Jalan Diponegoro Serang pada Rabu, (15/6/2016) kemarin.

Kronologi kejadian itu bermula ketika implementasi Perda No 02 Tahun 2010 tentang penyakit masyarakat (Pekat) di Kota Serang mendapat benturan yang sangat dahsyat dari mereka yang anti Syariat. Sorotan tajam tertuju kepada Satpol PP Kota Serang yang dalam hal ini mempunyai kapasitas untuk mengawal Perda diatas. Satpol PP dicitrakan refresif, meskipun mereka sudah menjelaskan kewenangannya yang sesuai SOP yang berlaku.

Pendekatan secara preventif sudah dilakukan mulai dari konsolidasi serta sosialisasi perda tersebut tetapi karena alasan tertentu para pedagang itu ‘membandel’. Sialnya, Bu Saeni mengaku buta huruf, ia mengaku tak tahu isi Surat Edaran yang ditempel di warungnya.

Terang saja, kejadian razia warung Bu Saeni oleh satpol PP yang diblow up media mainstream menjadi viral dan memunculkan polemik berkepanjangan. Tekanan bertubi-tubi dari segelintir masyarakat anti syariat mengalir begitu deras untuk segera menghapus perda yang dituduh merugikan masyarakat kelas bawah serta menabrak nilai-nilai toleransi serta keadilan itu.

Sangat tidak fair ketika kejadian ini hanya dilihat dari sudut pandang nilai toleransi saja, sebab banyak sudut pandang lain yang dapat digunakan untuk mengukur persoalan ini menjadi lebih bijak dan proporsioanal agar tidak lantas menjadi polemik berkepanjangan.

Kejadian ini menjadi begitu rusuh bahkan dibuat rusuh oleh mereka para perusuh yang sedari awal tidak pernah menginginkan peraturan yang bernafaskan Islam. Kondisi ini kemudian diperkeruh untuk semakin gaduh dan rusuh oleh mereka media-media kapitalis yang tanpa tendeng aling-aling menyudutkan implementasi Perda tersebut. Menggelontorkan opini kepada masyarakat serta menggaungkan jargon toleransi yang menjadi senjata mereka untuk menyerang Islam.

Jelas saja kontruksi berpikir masyarakat menjadi terpengaruhi sehingga banyak umat Islam yang terbawa suasana untuk mengutuk kejadian ini yang kemudian dijadikan celah oleh mereka para musuh-musuh islam untuk memberangus perda-perda bernuansa syariat tersebut. Hal ini dibuktikan dengan kicauan presiden dan mendagri untuk segera menghapus perda-perda yang dianggap oleh mereka bermasalah.

Sangat paradoks ketika perda yang sudah dibuat 5 tahun yang lalu, sudah berjalan secara efektif, harus dikaji ulang lantaran kesalahan teknis di lapangan. Padahal secara ekses pun razia ini tidak merugikan secara materi hanya karena ulah rusuh mereka kemudian dipublikasikan menjadi gaduh agar umat Islam yang mayoritas ini kembali tertuduh sebagai umat yang “intoleran”.

Perda merupakan proses legislasi yang mengalami perdebatan panjang. Tarik ulur kepentingan sudah barang tentu ada dalam pembuatan perda tersebut. Perda yang lahir atas dorongan para ulama dan tokoh masyarakat yang bertujuan untuk menjaga kondusifitas kehidupan masyarakat disuatu daerah, kekhidmatan beribadah umat beragama pun diatur dalam perda. Jadi singat tidak logis ketika ada sebagian yang mendekriditkan implementasi perda.

Untuk masuk dalam pembahasan legislasi di tingkat legislatif ini sudah barang tentu butuh energi maksimal untuk mengawal jalannya pembahasan perda tersebut, lalu ketika hari ini muncul wacana penghapusan perda oleh tataran pusat maka eksekutif dalam hal ini sudah inkonstitusional, melanggar pancasila serta demokrasi. Tentu wacana penghapusan perda merupakan kegelisahan mereka, gelisah karena takut kepentingannya terusik, gelisah karena khawatir misi ideologi mereka terganggu, bagi mereka kelompok-kelompok yang sering menggemakan kebebasan yang kebablasan tentu menjadi sangat takut ketika perda bernuansa syariat ini terus dijalankan karena jelas akan mengancam kampanye kebebasan mereka.

Tiga elemen ini yaitu rezim yang berkuasa, media sekuler dan kaum liberal bersinergi untuk mengeroyok Islam. Rezim yang dalam hal ini condong kepada tata peraturan sekuler dikawal oleh media-media kapitalis untuk merealisasikan pesanan para majikannya dengan menyuguhkan berita yang tanpa berdasarkan fakta-fakta di lapangan serta didukung oleh mereka kelompok liberal anti Islam agar jargon kebebasan yang digaungkannya bebas tereksperesikan di negeri tercinta ini.

Tiga elemen ini mempropagandakan kepada umat bahwa ideologi Islam tidak layak hadir untuk mengurus masyarakat. Islam cukup hadir di ruang-ruang mesjid dan madrasah saja, atau Islam cukup hanya sekedar ritual seremonial belaka.

Sudah saatnya polemik ini menjadi cambuk bagi umat Islam bahwa rapuhnya ukhuwah akan memporak-porandakan fondasi Islam. Cukuplah mereka mengkotak-kotakan umat islam, saatnya menggalang persatuan umat agar Islam kuat serta kokoh. Momentun Ramadhan seyogyanya dijadikan bulan pembebasan dan perjuangan untuk menyongsong kebangkitan umat dalam menyambut fajar kejayaan Islam.

Terakhir penulis ingin mengutip Pesan Langit dalam surat Al Baqarah ayat 120, yang hari ini pesan itu benar-benar sedang terjadi. “Orang orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah suka kepada kamu sampai kamu mengikuti millah (ideologi) mereka”.

 

Penulis: Feisal Kertapermana

DPD Minta Kemendagri Publikasikan 3.143 Perda yang Dibatalkan

fahiraJAKARTA (Jurnalislam.com) – Polemik pembatalan 3.143 perda yang dianggap bermasalah oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus bergulir terutama pembatalan Perda yang dianggap bernuansa intoleran. Agar kebijakan pembatalan ini bisa menjadi wacana yang konstruktif dan tidak menjadi isu yang liar, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) meminta Kemendagri mempublikasikan 3.143 Perda yang dibatalkan beserta alasan pembatalannya ke publik.

Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris mengungkapkan, saat ini di masyarakat, isu soal pembatalan Perda sedang hangat dibicarakan terutama pembatalan Perda yang dianggap intoleran oleh Pemerintah Pusat. Selain itu, Fahira mengatakan, dirinya dibanjiri pertanyaan masyarakat, apakah Perda yang melarang total miras seperti yang ada di Cirebon dan Papua juga dibatalkan. Untuk itu dirinya meminta Kemendagri mempublikasian Perda-Perda yang dibatalkan.

“Jujur, saya tidak bisa menjawab (apakah perda pelarangan total miras dibatalkan) karena hingga hari ini saya kesulitan mendapatkan nama-nama Perda yang dibatalkan. Harusnya, tak lama setelah diumumkan Presiden, Kemendagri lewat websitenya mempublikasikan daftar Perda yang dibatalkan beserta penjelasan kenapa dibatalkan, peraturan lebih tinggi yang mana yang dilanggar perda tersebut, sehingga jelas. Inikan (daftar perda yang dibatalkan) sudah jadi informasi publik, dan sesuai UU KIP harus diumumkan. Kita minta Kemendagri jalan perintah UU KIP,” ujar Fahira di Jakarta (16/6/2016).

Menurut Fahira, dirinya mendukung kebijakan Pemerintah mengevaluasi dan membatalkan Perda-Perda bermasalah karena menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur birokrasi serta menghambat proses perizinan dan investasi, kemudahan berusaha, dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Faktanya, lanjut Fahira, memang banyak Perda yang bermasalah terutama terkait proses perizinan dan penarikan retribusi yang memberatkan masyarakat dan idealnya memang Pemerintah Pusat harus mengevaluasi. Tetapi jika pembatalan itu kepada Perda yang dianggap intoleran apalagi Perda pelarangan total miras, Pemerintah harus punya alasan kuat baik secara filosofis, yuridis, dan sosiologis termasuk kearifan lokal daerah tersebut, dan alasan ini yang belum dijelaskan oleh Kemendagri secara rinci.

“Sampai tahap ini saya masih yakin tidak ada Perda yang melarang total miras dibatalkan. Karena memang, hemat saya, Perda miras ini tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Saya sangat berharap, Perda pelarangan total miras tidak ada dalam daftar 3.143 perda yang dibatalkan,” harap Senator Jakarta ini.

Saat ini, lanjut tambah Fahira, aturan Pemerintah Pusat soal Miras adalah Perpres No.74/2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol. Ada poin khusus dalam Perpres ini, dimana kepala daerah diberikan wewenang untuk mengatur peredaran miras dengan mempertimbangkan karakteristik daerah dan budaya lokal (Pasal 7 ayat 4). Artinya daerah tidak hanya punya wewenang membuat perda yang mengatur miras, tetapi juga diberi ruang untuk membuat perda pelarangan total miras sesuai kearifan lokalnya. Kedua, Permendag No.06/2015 yang melarang total semua minimarket/toko pengecer di Indonesia menjual segala jenis minol.

“Itulah kenapa Papua membuat Perda Anti Miras yang mengharamkan segala aktivitas dan semua jenis miras di daerahnya, karena memang sesuai dengan karekterisik masyarakatnya yang religius dan Perpres juga membolehkan,” ujar Fahira.

Reporter: Zarqawi | Editor: Ally Muhammad Abduh

Ini Imbauan MUI Kota Bima Demi Menjaga Kekhusyuan Ramadhan

ramadan kariimBIMA (Jurnalislam.com) – Dalam menjaga kekhusyuan menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bima mengeluarkan Surat Rekomendasi yang disampaikan kepada seluruh pihak terkhusus yang ada wilayah Kota Bima.

Surat rekomendasi itu merupakan hasil rapat koordinasi tentang Pengamanan dan Kekhusyuan Selama Bulan Suci Ramadhan 1437 H/2016 M yang digelar oleh MUI Kota Bima, Senin (13/6/2016). Dalam rapat tersebut, MUI mengundang Polres Bima Kota, Dandim 1608 Bima, Polisi Pamong Praja Kota Bima, Kementerian Agama Kota Bima, Bagian Kemasyarakatan Sekretariat Kota Bima, serta beberapa instansi pemerintahan terkait yang ada di Kota Bima.

Berikut beberapa point rekomendasi tersebut:

  1. Melaksanakan razia gabungan oleh Polres, Kodim 1608, Satuan Polisi Pamong praja Kota Bima terhadap penjualan miras, narkoba, penjual dan pengguna petasan, Hotel, Losmen, penginapan bagi pasangan selingkuh, restoran dan warung makan yangb buka siang hari Bulan Ramadhan, perkelahian dan tawuran muda-mudi malam hari pada bulan ramadhan, serta motor yang menggunakan knalpot racing pada wilayah hukum Kota Bima.
  1. Bagi seluruh aparatur (PNS, TNI, POLRI) yang kedapatan makan, minum, merokok secara demonstratif di siang hari Ramadhan dan terkena razia harus dilakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan diminta kepada Wali Kota Bima, Bupati Bima, Kapolres Bima Kota, Dandim 1608 Bima untuk melakukan tindakan tegas kepada aparat dimaksud.
  1. Meminta kepada pemerintah Kota Bima untuk segera membuat regulasi dalam bentuk perwali dan perda khusus untuk anak-anak yang berkeliaran di Wilayah Kota Bima mulai dari siang sampai malam hari dengan melibatkan pihak sekolah, Dinas Dikpora, orang tua, serta SatPol PP Kota Bima.
  1. Memohon kepada pemerintah Kota Bima agar mengalokasikan anggaran khusus untuk pembinaan bagi anak-anak yang terkena razia yang dititipkan di pondok-pondok pesantren untuk pembinaan lebih lanjut.
  1. Meminta kepada pemerintah Kota Bima untuk memberikan sanksi tegas atau dicopot izin usahanya bagi para pedagang nakal di wilayah Kota Bima yang masih menjual produk kadaluarsa termasuk apotik yang ada di Kota Bima yang masih menjual-belikan obat Tramadol berdasarkan Undang-undang Sicotropika bahwa Tramadol termasuk narkoba golongan D yang dilarang peredarannya secara bebas.
  1. Mohon kepada dinas terkait (Dishub Kominfo dan Kasat lantas polres Bima Kota) untuk mengatasi kemacetan dari pagi sampai sore hari.

Rekomendasi tersebut dikeluarkan pada tanggal 13 Juni 2016 dan ditandatangani oleh pihak-pihak terkait.

Reporter: Sirath | Editor: Ally Muhammad Abduh

 

Peringatkan Jokowi, Amien Rais: Jangan Memberi Angin Kebangkitan PKI

SUKOHARJO (Jurnalislam.com) – Tokoh nasional, Prof. Dr. Amien Rais memperingatkan presiden Jokowi untuk gegabah dalam mengelola negeri ini. Pernyataan tersebut ia sampaikan menyinggung isu kebangkitan neo PKI.

“Saya ingatkan Jokowi, jangan sekali-kali beri angin kebangkitan PKI. Masih kurang apalagi, sekarang ini orang-orang PKI anaknya sudah boleh kemana-mana kok,” tegasnya kepada Jurnalislam usai menghadiri Tabligh Akbar Nuzulul Qur’an di masjid Fadlurahman komplek kampus I Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Rabu (15/6/2016)

Terkait desakan permintaan maaf pemerintah kepada PKI, Pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan, jika itu terjadi maka dikhawatirkan terjadinya kerusuhan dan kegoncangan besar.

“Tapi dengan mengatakan minta maaf segala, saya takut nanti terjadi luka lama terbongkar kembali. Dan akan terjadi pertarungan yang luar biasa, bangsa ini bisa goyah,” cetusnya.

Lebih lanjut, Amien Rais memperingatkan Jokowi dan Ahok untuk menghargai umat Islam. Negeri ini dibangun dengan air mata, darah dan jiwa umat Islam. “Jokowi saya ingatkan hati-hati pegang negeri ini, jangan diremehkan, dan Ahok harus hati-hati, gitu saja terimakasih,” pungkasnya.

Reporter: Dyo | Editor: Ally Muhammad Abduh

 

Ketika Para Tokoh Islam Menggugat Kompas

DUA tulisan tajuk rencana yang dimuat harian nasional Kompas pada 28 Agustus 1997 dan 2 September 1997 begitu menyengat perasaan kaum muslimin.

Tajuk rencana yang berjudul “Kekerasan Membuat Aljazair Runyam, Korban Terus Berjatuhan” (28/8) dan “Situasi Aljazair Semakin Kusut, Ratusan Orang Dibantai” (2/9) membuat umat Islam marah karena dinilai sangat tendensius, berbau SARA, dan provokatif.

Tajuk tersebut ditulis untuk menyikapi kemenangan Partai Islam FIS (Front Islamique du Salute/Front Penyelamat Islam) di Aljazair, yang kemudian kemenangan itu diberangus oleh pemerintah berkuasa, sehingga menimbulkan gejolak.

Protes datang pertama kali dari Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI) yang dimotori oleh aktivis Islam H. Ahmad Sumargono dan pimpinan Perguruan Asy-Syafi’iyah Jakarta, KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i.

KISDI menilai, Kompas telah memberikan citra buruk bagi partai Islam tersebut, padahal kemenangan FIS di Aljazair, dilakukan lewat mekanisme demokrasi yang sah. Tajuk rencana yang ditulis oleh Kompas, jelas mewakili sikap resmi media tersebut dalam memandang kemenangan FIS.

Mungkin harian dengan oplah cukup besar ini tak menduga, jika dua tajuk rencananya itu akan membangkitkan kemarahan kaum muslimin di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, ratusan orang yang terdiri dari para tokoh Islam di negeri ini, anggota DPR, para aktivis ormas Islam, aktivis kampus, dan lain-lain memberikan surat kuasa kepada Tim Pembela Islam (TPI) agar menggugat surat kabar tersebut dan menuntutnya untuk meminta maaf kepada umat Islam.

tokoh-Islam-menggugat-Kompas

Diantara deretan nama tokoh-tokoh nasional umat Islam yang memberikan surat kuasa kepada Tim Pembela Islam (TPI) adalah; Dr. M. Amien Rais, Dr. Kuntowijoyo, Prof.Dr. Deliar Noer, Prof. Daud Ali, Dr. Affan Ghafar, Dr. Ahmad Syafi’I Ma’arif, KH. Misbach, KH. Abdullah Wasi’an, KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, KH. A. Cholil Ridwan, KH. Abdurrahim Nur, Lc., MA, KH. Dalali Oemar, KH. Abbas Aula, H. Hussein Umar, H. Ahmad Sumargono, H. A.M Fatwa, H. Syuhada Bahri, Buya Mas’oed Abidin, M.S Ka’ban, Fadli Zon, Nu’im Hidayat, Aru Syeif Assad, Lukman Hakiem, Tamsil Linrung, H. Sulaeman Zachawerus, dan lain-lain. Tercatat ada 120 nama yang memberikan surat kuasa, yang berasal dari berbagai latarbelakang dan daerah di Indonesia.

Apa yang membuat para tokoh dan aktivis tersebut marah kepada Kompas? Berikut diantara kutipan dari kalimat yang tercantum dalam tajuk rencana Kompas yang begitu memojokkan Partai FIS dengan stigma dan penggiringan opini, seolah-olah FIS adalah kelompok berbahaya, sadis, dan brutal:

(1). “Aksi orang-orang bersenjata itu digambarkan sangat kejam, sadis, dan mengerikan.” (alinea ke-7, Tajuk 2/9/97)

(2). “Kekejaman yang dilakukan kaum militan FIS memang luar biasa. Pikiran dan emosi kita terusik serangkaian aksi pembantaian di Aljazair.” (alinea ke-4, Tajuk 2/9/1997)

(3). “Berbagai kalangan geram dan marah terhadap tindakan kaum militan FIS, yang dinilai tidak berperikemanusiaan, sadis, brutal, dan tanpa ampun.” (alinea ke-6, Tajuk 2/9/1997)

(4). “Mereka adalah korban kebrutalan kaum teroris.” (alinea le-2, Tajuk 28/9/1997)

(5). “Sentimen keagamaan yang dikampanyekan FIS justru melahirkan kekejaman, teror, dan sadisme.” (aline ke-17, Tajuk 2/9/1997)

(6). “Sulit diharapkan pula FIS akan memerintah secara demokratis sekiranya mendapatkan kesempatan untuk itu.” (alinea ke-20, Tajuk 28/8/1997)

Demikian beberapa kutipan dari Tajuk Kompas yang begitu tendensius terhadap kemenangan partai Islam di Aljazair tersebut. Majalah Media Dakwah yang terbit pada Oktober 1997 mempertanyakan sikap pers milik kelompok Katholik itu.

“Apakah benar, dua tajuk berturut-turut untuk suatu masalah yang jauh letaknya dari Indonesia tersebut dibuat dengan niat yang luhur? Cara menggiring opini pembaca agar menjadi “ketakutan” terhadap Islam, begitu sistematis dilakukan oleh Kompas,” demikian tulis majalah yang menjadi corong Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) itu.

Selain dua tajuk rencana itu, beberapa judul berita Kompas pun tak luput dari protes umat Islam. Abu Alif Iman, seorang aktivis KISDI mengumpulkan beberapa kliping pemberitaan Kompas, diantaranya berjudul; 28 Orang Tewas Dibantai di Aljazair (11/2), Wanita Hamil Jadi Korban Pembantaian di Aljazair (26/6), Malam Neraka di Aljazair (28/8), dan 345 Tewas Dibantai di Aljazair (31/8).

Jauh sebelum itu, pada 1 Mei 1997, Kompas juga menulis Tajuk yang sangat berbahaya dan tendensius dengan memojokkan Necmettin Erbakan (Najmuddin Erbakan), tokoh Partai Refah (Welfare Party), Turki, yang juga guru dan senior dari Presiden Turki Recep Tayyep Erdogan. Kompas membuat judul tajuk rencana, “PM Erbakan Dinilai Melakukan Siasat Politik Berbahaya Bagi Turki”.

Dalam tajuknya, Kompas memuji sekularisme ala Mustafa Kemal Attaturk dan menyudutkan umat Islam sebagai ancaman serius bagi sekularisme yang sudah ada di negeri itu. Kompas menulis, “Aktivisme kaum fanatisme dalam kehidupan publik dinilai sudah semakin mencolok, seperti sistem pendidikan. Sekiranya kecenderungan ini dibiarkan, lambat laun prinsip negara sekular yang ditanamkan pahlawan Mustafa Kemal Attaturk akan terdesak,” demikian tertulis dalam Tajuk tertanggal 1 Mei 1997 itu.

Apa yang dilakukan oleh Kompas melalui tajuknya tersebut terkesan ceroboh. Sebab, media-media besar seperti The Washington Post, The New York Time, dan Newsweek saja tidak berani menuduh FIS sebagai pelaku dari serangkaian aksi kekerasan yang terjadi di Aljazair.

Apalagi, setelah melemparkan tuduhan, dengan bahasa yang sangat vulgar, Kompas menulis bahwa korban pembantaian sadis adalah anak-anak, orangtua, wanita hamil yang dirobek perutnya dan dipenggal lehernya. Kemudian penggalan kepala itu digantung di atas pintu rumah. Luar biasa vulgarnya bahasa yang digunakan Kompas saat itu.

Berbeda dengan Kompas, media massa nasional lainnya, seperti Republika, menulis bahwa meski FIS memiliki Tentara Penyelamat Islam sebagai sayap militernya, namun mereka berkali-kali mengutuk pembantaian terhadap warga sipil tersebut.

Artinya, ada pernyataan resmi dari FIS yang membantah keterlibatan mereka dalam aksi kekerasan. Inilah yang tidak dijadikan sebagai perimbangan berita oleh Kompas.

Protes umat Islam yang diwakili oleh Tim Pembela Islam (TPI) kemudian mendapat respon dari petinggi di redaksi Kompas. Wakil Pemimpin Redaksi Kompas, Ninok Leksono menyatakan permintaan maaf di hadapan media massa di antaranya SCTV, ANTV, GATRA, Republika, Majalah Ummat, dan Forum Keadilan.

Ninok mengatakan, Kompas mengakui kesalahannya terkait tajuk tersebut dan meminta maaf pada umat Islam. Kompas juga menon-aktifkan penulis tajuk tersebut yang bernama Rikard Bangun.”Kami tidak bermaksud menyinggung umat Islam, tapi kalau ada yang tersinggung, ya kami minta maaf,” ujar Ninok. Selain permintaan maaf, Kompas juga memuat tajuk rencana pada 20 September yang berjudul, “Kompas Sangat Menghargai Aspirasi dan Perasaan Umat Islam.”

Selain itu pada 29 September 1997, bertempat di Hotel Sahid Jakarta, diadakan pertemuan antara Tim Pembela Islam (TPI) yang terdiri dari Hartono Mardjono, SH, Luthfie Hakim, SH, dan lain-lain.

Selanjutnya, masih bertempat di hotel yang sama, pada 3 Oktober 1997, dihadapan Ketua MUI KH. Hasan Bashri, para aktivis Islam yang tergabung dalam KISDI, dan TPI, pemimpin Harian Umum Kompas, Jacob Oetama, menyampaikan permohonan maafnya secara langsung.

Dalam pertemuan itu juga disepakati, Kompas akan memuat pernyataan maafnya dalam setengah halaman iklan di medianya dan di dua media massa Islam; Suara Hidayatullah dan Media Dakwah.

Protes umat Islam terhadap pemberitaan Kompas tidak terjadi ujug-ujug. Sebelumnya, tokoh KISDI, Ahmad Sumargono, sudah mengirimkan tuklisan-tulisan yang mengkonter pemberitaan Kompas, namun tak pernah dimuat oleh redaksi. Karenanya, jalur hukum yang ditempuh oleh umat Islam dengan memberikan somasi, adalah jalan terakhir untuk meredam kemarahan umat. Karena biar bagaimanapun, kezaliman media massa sekular terhadap umat Islam, harus diluruskan.

Namun, apakah setelah itu tulisan dan pemberitaan Kompas terhadap umat Islam berubah? Faktanya, terkait isu-isu yang menyangkut aspirasi umat Islam, seperti Perda-perda bernuansa syariat di berbagai daerah, penolakan umat Islam terhadap Ahmadiyah, kasus terorisme, dan lain-lain, pemberitaan Kompas masih menyudutkan umat Islam.

Penulis: Artawijaya

Sumber: artaazzamwordpresscom.wordpress.com

Beredar Petisi Tolak Wacana Pencabutan Perda Jam Buka Rumah Makan di Serang

petisiJAKARTA (Jurnalislam.com) – Kasus Ibu Saeni (53) seorang pemilik warung tegal (warteg) yang dirazia oleh aparat Satpol PP pekan lalu, dinilai telah dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menyerang Perda Kota Serang tentang kegiatan yang dilarang dalam bulan Ramadhan.

Salah seorang warga Serang, Banten bernama Nuha Uswati, mencurahkan kegelisahannya terkait hal tersebut. Menurutnya, usulan pencabutan perda tersebut tidak sama sekali berlandaskan pada kehendak warga Serang.

Pada lama Change.org, Nuha membuat sebuah petisi berjudul “Pertahankan PERDA Perihal Jam Buka Rumah Makan Selama Ramadhan” untuk mempertahankan perda tersebut.

Berikut isi petisi yang hingga saat ini telah ditandatangani oleh 7000 orang lebih itu:

PERTAHANKAN PERDA JAM BUKA RUMAH MAKAN DI SERANG! Saya warga Serang. Bertahun tahun hidup dengan Perda yang mengatur jam buka Rumah Makan selama Ramadhan. Tidak pernah melihat atau merasakan ada gejolak apapun. Bukan hanya warung warung nasi kecil. Bukan juga seperti yang diberitakan bahwa Satpol PP hanya berani pada pedagang kecil. Salah besar. Mall mall dan rumah makan besarpun disini menerapkan jam buka sesuai Perda. Bila pada razia kemarin petugas Satpol PP dinilai tidak simpatik dan menyalahi prosedur dengan menyita makanan, maka silahkan diproses untuk pemberian sangsi atau lainnya. Bila netizen bersimpati kepada Ibu Sainah dan secara sukarela memberi bantuan, dapat kami fahami. Silahkan. Tetapi usulan dan wacana (atau rencana?) pencabutan Perda yang dilandaskan tuduhan tuduhan dari pihak luar, seperti intoleran, melanggar hak warga negara, menghalangi penghidupan, SARA, berasal dari mana suara suara itu? Silahkan dicek, mereka bukan dari masyarakat Serang. Jangan tuduh Perda ini SARA. Kami muslim-non muslim sudah biasa hidup berdampingan berabad abad lamanya. Bahkan tempat tempat peribadatan non muslim berdiri tegak, megah ditengah pusat kota Serang dan kami semua baik baik saja. Perda adalah aspirasi kami. Sama sekali tidak mendasar semua alasan yang dituduhkan untuk pencabutan Perda. Bantu kami, Pertahankan PERDA Perihal “Jam Buka Rumah Makan selama Ramadhan” di Kota Serang! Terimakasih Nuha Uswati – Serang

Petisi ini akan dikirim ke: Walikota Serang, DPRD Kota Serang, Mendagri, Presiden RI

 

Bagi anda yang setuju dan ingin menandatangani petisi tersebut, silahkan klik link dibawah ini

Tandatangani petisi

 

Ally Muhammad Abduh | Jurnalislam

 

Terima Donasi Rp172 Juta dari Netizen, Saeni Minta Maaf Kepada Umat Islam

Saeni sujudSERANG (Jurnalislam.com) – Siang ini, Saeni (53 tahun) didampingi suaminya, Alex menerima donasi dari netizen yang menggalang donasi untuk Saeni setelah warungnya dirazia Satpol PP Pemkot Serang sepekan lalu. Penerimaan donasi dilakukan di Bank BRI Jalan Diponegoro Serang pada Rabu, (15/06).

Pantauan JITU di lokasi, sejumlah wartawan telah berkumpul di Bank BRI untuk menyaksikan proses pemberian uang sumbangan kepada Saeni. Seorang netizen yang memiliki akun twitter @dwikaputra melakukan penggalangan dana usai pemberitaan media terkait razia Penyakit Masyarakat (Pekat). @dwikaputra berhasil mengumpulkan donasi sebesar Rp 265.534.758

Namun, donasi yang disampaikan kepada Saeni hanya senilai Rp 172.844.160. Menurut situs kitabisa.com, tempat penggalangan dana online tersebut dikumpulkan, dana sisanya akan diberikan kepada pemilik warung yang terdampak razia penegakan Perda No 2 Tahun 2010 Kota Serang.

Ketika turun dari Lantai 2 Bank BRI, Saeni langsung sujud syukur di hadapan wartawan. Sembari meneteskan air matanya, Saeni mngucapkan terimakasih atas bantuan dari masyarakat. Kendati demikian, ia meminta maaf kepada seluruh warga Banten atas kekhilafan yang dilakukannya membuka warung di siang hari pada bulan Ramadhan.

“Saya mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada masyarakat, juga meminta maaf kepada seluruh warga Banten, khususnya umat Muslim atas kekhilafan saya. Saya mohon maaf sebesar-besarnya,” ujar Saeni yang tiba di BRI mengenakan kerudung hitam itu.

Bu Saeni berjanji ke depannya akan memuliakan bulan Ramadan dan tidak membuka warung nasinya lagi di siang hari.

Kuasa hukum Saeni, Sylvia menegaskan uang donasi dari masyarakat akan dipakai untuk pembayaran hutang, ongkos umroh, tabungan masa depan, deposito jangka panjang, serta jaminan kesehatan (BPJS).

Reporter: Fajar Aditya dan Fajar Shadiq | Editor: Ally Muhammad Abduh

PDPM Karanganyar Adakan Safari Ramadhan ke Daerah Rawan Kristenisasi

IMG-20160615-WA0027KARANGANYAR (Jurnalislam.com) – Pemuda Muhammadiyah Pimpinan Daerah Karanganyar mengadakan Safari Dakwah Ramadhan di Daerah Rawan Kristenisasi Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, Karanganyar. Kegiatan tersebut digelear di Masjid Jabl Nur Gondosuli Lor RT 04 RW 05, Tawangmangu pada Selasa (14/6/2016)

Kawasan yang terletak di Kaki Gunung Lawu tersebut memang sudah lama menjadi target Kristenisasi. Dari data yang dihimpun para aktifis Islam Tawangmangu, tidak kurang dari 150 warga yang mayoritas bekerja sebagai petani telah keluar dari Islam.

Dari kejadian tersebut banyak Ormas Islam yang merasa terpanggil untuk menyikapi hal tersebut, tidak terkecuali Pemuda Muhammadiyah Pimpinan Daerah Karanganyar pada Selasa malam (14/6/2016) mengadakan Safari Dakwah ke Lokasi.

Selain diisi dengan tawarih berjamaah, PD Pemuda Muhammadiyah juga membangikan bingkisan sembako kepada ratusan jamaah yang hadir. Panitia juga menggelar sarasehan menyikapi gencarnya Kristenisasi yang terjadi di daerah tersebut.

Ketua Muhammadiyah Tawangmangu, Listiyono mengatakan, kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai salah bentuk tanggung jawab Muhammadiyah kepada umat. “Acara ini kami laksanakan karena rasa keprihatinan kami akan maraknya kristenisasi dan bentuk tanggung jawab kami kepada umat,” ungkap Lis kepada Jurnalislam, Rabu (15/6/2016).e

“Gerakan Kritenisasi di sini memang sangat terstruktur dan masif oleh misioanris GBI diantaranya melalui Program Bagi-bagi Sembako, pengobatan gratis 3 x dalam setahun, tunjangan kesejahteraan bagi kaum miskin antara 500 – 1,5 jt/ bulan dan pinjaman Lunak untuk Modal Usaha,” tambahnya.

Dari berbagai Program di atas maka AMM (Angkatan Muda Muhammadiyah) Karanganyar akan berusaha untuk mencegah Kristenisasi dengan berbagai program yang diantaranya Beasiswa Pendidikan kepada dhuafa, membagikan sembako, mengadakan baksos kesehatan dan senantiasa mempererat ukhuwah dengan ormas Islam yang lain yang berada di Tawangmangu dan sekitarnya.

Reporter: Riyanto | Editor: Ally Muhammad Abduh

Berikan Dukungan, Sejumlah Elemen Umat Islam Datangi Pemkot Serang

Sejumlah Elemen Umat Islam Datangi Pemkot Serang
Sejumlah Elemen Umat Islam Datangi Pemkot Serang

SERANG (Jurnalislam.com) – Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Nurul Jihad Kasemen Serang, Ustadz Muhammad Nasehuddin bersama sejumlah elemen ormas Islam pada Selasa, (14/6/2016) mendatangi Pemkot Serang.

Kedatangan beliau ke jajaran Pemkot Serang bertujuan untuk bersilaturahmi dan memberikan dukungan kepada Walikota Serang Tubagus Haerul Jaman terkait Perda No 2 Tahun 2010 Tentang Penyakit Masyarakat.

“Agenda kita hari ini ke Pemkot yang kesatu untuk silaturahmi. Kedua untuk men-support sepenuhnya Walikota dan Satpol PP, jangan sampai lemah. Jangan gara-gara Ibu Saenih, Perda ini jadi dihilangkan. Kalau perlu lebih dipertegas lagi, siapapun yang tidak mau taat aturan Perda silahkan keluar dari kota Serang,” ujarnya kepada wartawan anggota Jurnalis Islam Bersatu (JITU) di Masjid Agung Ats-Tsaurah, Jl. Maulana Yusuf, Serang.

Sayangnya, Walikota Serang Tubagus Haerul Jaman tidak ada di lokasi saat dikunjungi oleh sejumlah tokoh Islam Serang itu. “Walikota sedang dipanggil sama Dirjen Otda (Otonomi Daerah) Kemendagri,” ujar Asda II Kota Serang Moch. Poppy Ariadi saat menyambut para tokoh Islam.

Meskipun terlihat ada tekanan kepada Walikota, Asda II Kota Serang menyatakan pihak Pemkot Serang akan konsisten mempertahankan Perda tersebut.

Sementara itu, Ustadz Muhammad Nasehudin yang juga Ketua DPW FPI Kota Serang menegaskan FPI akan menjadi garda terdepan bersama para tokoh agama untuk membela ‘Perda-perda syariat’.

“Apabila Pemkot Serang seiring dan sejalan dengan ‘Perda syariat’ kami akan terus mendukung. Di Ramadhan ini siap berdoa dan bekerja, kalau Pemkot tidak mau menjalankan Perda No. 2 Tahun 2010. Harus kita kawal,” kata dia.

Reporter: Fajar Shadiq & Fajar Aditya | Editor: Ally Muhammad Abduh