Banyak Pihak Keberatan, Syiah Tak Diundang ke KUII

TASIKMALAYA (Jurnalislam.com) – Anggota Dewan Pakar Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) Rizal Fadhilah, SH mengungkapkan alasan tidak diundangnya Syiah pada Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke VI di Yogyakarta.

Rizal mengatakan banyaknya pihak yang keberatan jika MUI mengundang Syiah pada Kongres yang digelar di Hotel Inna Garuda Yogyakarta itu.

"Awalnya ABI (Ahlul Bait Indonesia) diundang, namun di MUI terjadi perdebatan karena ada banyak pihak yang keberatan termasuk Aliansi kita juga keberatan," katanya selepas menyampaikan materi pada kajian bulanan “Strategi Dakwah Islam Mengcounter Gerakan Syiah” di Masjid Agung Kota Tasikmalaya, Selasa (10/2/2015).

Beliau menambahkan ada seorang tokoh di MUI yang menyatakan tidak akan hadir jika ABI diundang. "ABI yang diundang atau saya yang tidak hadir," ungkapnya menuturkan pernyataan ulama MUI tersebut. Namun ia tidak menyebutkan nama tokoh MUI tersebut.

Pernyataan lebih tegas disampaikan sebelumnya oleh wakil Sekjen MUI Tengku Zulkarnain yang mengatakan alasan Syiah tidak diundang Kongres karena Syiah bukan bagian dari Islam.

"Ahlul Bait Indonesia (ABI) dan Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) tidak diundang dalam Kongres Umat Islam. Mereka bukan bagian dari Islam," tegasnya seperti diberitakan Republika, Selasa, (10/2/2015).

Aryo Jipang | Ally | Jurniscom

Pelajar Islam Mojokerto Tolak Valentine Day

MOJOKERTO (Jurnalislam.com) – Ahad, (8/2/2015) Aktifitas masyarakat Mojokerto sedikit ada yang tidak biasa tepatnya hari ahad pagi pada moment Car Free Day pekan ini di Jalan Benteng Pancasila, Mojokerto. Karena menjelang moment agenda maksiat dan pengkafiran massal yang melalui program “VALENTINE DAY” ada dari sekelompok pelajar islam di Mojokerto yang masih peduli akan rusaknya moral dan aqidah remaja masa kini.

Masyarakat seluruh dunia khususnya di Mojokerto dalam waktu yang tidak lama lagi akan kedatangan moment “VALENTINE DAY”. Dimana didalamnya terselip agenda terselubung dari mereka orang kafir yaitu maksiat massal dengan dalih VALENTINE DAY = HARI KASIH SAYANG. Sehingga perlu adanya gerakan yang bersifat menolak atau mengajak ummat islam khususnya remaja agar tidak turut serta dalam moment tersebut.

Dalam moment tersebut dari Kelompok Pelajar Islam Mojokerto tidak lupa turut membagikan sebanyak 100 pin, 350 buku saku dan 500 lembar buletin terkait akan larangan Merayakan Perayaan Valentine Day bagi ummat Islam Mojokerto secara Gratis.

Program maksiat massal ini pun turut direspon oleh beberapa pihak pengusaha dengan memberikan diskon untuk memuluskan program tersebut. Hal ini yang memancing gagasan untuk melalukan aksi menolak valentine day.

Peserta aksi mewawancarai sejumlah pengunjung CFD tentang hari valentine. Diantara mereka ternyata masih banyak yang acuh terhadap perayaan orang kafir yang kerap diikuti oleh umat Islam ini.

“Valentine Day merupakan hari kasih sayang yang merupakan salah satu perayaan mereka orang yang bukan Islam. Akan tetapi biarkan saja karena itu sudah lama berkembang dimasyarakat”, kata Nuril, pengunjung di Car Free Day. Betapa ironisnya melihat pemikiran mereka para remaja yang kurang peduli dengan kondisi saat ini.

”Dari kegiatan ini kami dapat menyimpulkan bahwa tidak sedikit remaja di Mojokerto yang sudah paham perayaan Valentine Day itu milik siapa? Namun mereka mayoritas enggan mengajak orang lain untuk turut tidak merayakannya. Sebagian dari mereka yang turut merayakan Valentine Day hanya sekedar ikut-ikutan saja tanpa mengetahui asal usulnya perayaan tersebut”, ungkap Korlap Aksi Didit.

Kontributor: Adit | Editor : Ally | Jurniscom

Imam di Tokyo : Tidak Ada Islamophobia di Jepang

ANKARA (Jurnalislam.com) – Hampir dua minggu setelah dua warga Jepang dieksekusi oleh Islamic State (IS), pejabat bidang agama di Jepang bekerja keras melawan prasangka negatif terhadap Muslim di negara itu.

Namun kebanyakan umat Islam setempat mengatakan bahwa mereka mengetahui bahwa kekerasan yang dilakukan IS itu hanya sedikit berpengaruh pada interpretasi warga Jepang terhadap keyakinan mereka. Mereka menyaksikan bahwa masyarakat di Jepang belum menunjukkan reaksi negatif. Reaksi tersebut didefinisikan oleh hubungan banyak negara Muslim sebelumnya yang dibentuk dengan kuat bersama Jepang setelah membantu pada saat bencana alam.

Imam Muhammed Rasit Alas mengatakan kepada The Anadolu Agency dalam sebuah wawancara telepon bahwa pembunuhan tampaknya tidak mengubah pandangan Jepang, meskipun ada pengaruh dari media Barat.

"Kami menerbitkan laporan yang diperlukan di website kami setelah serangan itu, dan khotbah Jumat kami secara khusus berjudul 'Tidak ada ruang bagi terorisme dalam Islam' dalam bahasa Turki, Inggris dan Jepang," katanya.

Dia menambahkan bahwa respon atas masalah tersebut selama ini sangat positif.

Alas adalah imam dari masjid terbesar di Jepang, Tokyo Camii. Terletak di distrik Oyama-cho, di Shibuya,Tokyo yang berdampingan dengan pusat budaya Turki.

Pengunjung ke masjid tidak berkurang sejak eksekusi kekerasan terhadap Haruna Yukawa dan Kenji Goto. Malah pada kenyataannya justru bertambah, kata Alas.

"Rata-rata kami memiliki 100 sampai 150 pengunjung per hari, tapi setelah insiden tragis tersebut jumlahnya telah meningkat."

Jepang – dengan populasi 127 juta jiwa – memiliki sekitar 100.000 Muslim, 10.000 di antaranya adalah penduduk asli Jepang.

Negara ini – yang didominasi Shinto, meskipun agama ini jarang diberitakan – memiliki sekitar 200 masjid, yang tertua adalah Tokyo Camii, yang dibangun dalam gaya Ottoman pada tahun 1931.

Sejak peristiwa tersebut, pemimpin agama dari semua agama di Jepang telah sering menggarisbawahi bahwa IS tidak ada hubungannya dengan Islam. Namun sejarah Jepang sangat terkait erat dengan Barat, sehingga dengan cepat kedua Negara tersebut terikat bersama dan menunjukkan bahwa umat Islam secara keseluruhan harus meminta maaf.

Shimoyama Abdulkerim Sigeru – seorang Muslim asal Jepang berusia 65 tahun yang tinggal di Tokyo – mengatakan kepada AA bahwa reformasi yang dilakukan selama era Kaisar Meiji 1868-1912, terlihat bahwa Jepang mengikuti masyarakat Barat dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan dan politik.

Dia memberi contoh konstitusi 1869, yang dipengaruhi oleh Jerman dan Perancis.

"Selama 150 tahun, warga Jepang telah menerima gambaran yang bias mengenai Islam yang ditunjukkan oleh negara-negara Barat," tambahnya.

Imam Ali dari masjid Tokyo Camii, tidak setuju dengannya, dan mengatakan kepada AA bahwa bahkan jika media Jepang telah dipengaruhi oleh media Barat, namun "tidak ada Islamophobia di sini."

"Saya belum menemukan reaksi negatif," katanya, menggambarkan hubungan bersama antara Jepang dan penghuni pusat budaya yang saling berdekatan itu.

"Orang-orang Jepang memiliki simpati untuk Turki, serta Turki memiliki simpati untuk Jepang. Hal ini memungkinkan penciptaan citra positif. "

Untuk menggambarkan hal itu, dia mengatakan bahwa dia sering berjalan di luar masjid kemudian dia maupun istrinya tidak pernah melihat hal buruk akibat pembunuhan IS.

Ikemato Eiko, 66 tahun, seorang ahli akupunktur yang berbasis di Tokyo, mengatakan kepada AA bahwa mengaitkan organisasi teroris dengan Muslim adalah "salah".

"Saya tidak percaya pada agama apapun, tapi aku tahu bahwa orang-orang yang melakukan hal-hal menyedihkan itu bukanlah Muslim … Muslim melakukan kegiatan yang baik," katanya, mengingat bagaimana beberapa negara Muslim telah membantu Jepang pulih dari gempa bumi.

"Kami tahu bahwa negara-negara Muslim membantu kami selama bencana, kami ingat," tambah Eiko.

Sigeru mengatakan kepada AA bahwa ia telah menerima permintaan wawancara berbagai media setelah peristiwa tersebut  untuk mengatakan "kebenaran Islam, dan bagaimana hal itu tidak ada hubungannya dengan IS."

"Tapi banyak orang Jepang – di bawah pengaruh media Barat – menjadi bingung terhadap hubungan Islam dengan terorisme, dan mengatakan bahwa 'itu adalah agama yang mengerikan'," tambah lelaki berusia 65 tahun tersebut.

"Saya telah mengatakan kepada mereka, 'Tolong jangan salahkan Islam. Islam melarang kekerasan dan terorisme."

Ia mengatakan kekhawatirannya bahwa Islamophobia akan muncul di negaranya melalui pengaruh Barat, dan mengatakan bahwa praktek seperti itu gagal "untuk menjelaskan mengapa insiden tersebut terjadi, apa itu Islam, dan latar belakang setiap kejadian."

Dia menggarisbawahi bahwa setelah serangan 9/11, orang Jepang telah mulai melihat Islam sebagai gambaran terorisme.

"Kita harus memberi tahu Jepang tahu pesan yang sebenarnya," katanya.

Pada 31 Januari, IS, kelompok militan multinasional yang menguasai sebagian wilayah  Irak dan Suriah, menerbitkan video di mana salah satu militan mereka terlihat memenggal kepala wartawan Jepang, Goto.

Wartawan berusia 47 tahun itu ditangkap oleh IS pada akhir Oktober setelah diduga melakukan perjalanan ke Suriah untuk mencari dan meminta pembebasan Yukawa, seorang pengusaha Jepang yang dilaporkan diculik pada bulan Agustus dan dibunuh awal Januari.

 

Deddy | Anadolu Agency | Jurniscom

Puluhan Tentara Boneka Tewas Atas Serangan Istisyhad di Markas Musuh

KUNDUZ (Jurnalislam.com) – Al-Emarah News melaporkan pada hari Selasa (10/02/2015) bahwa Mujahidin Imarah Islam telah menyerang sebuah markas polisi di provinsi Kunduz, Afghanistan utara, menyebabkan puluhan tentara boneka tewas.

Sebuah tim dari unit istisyhad Imarah Islam beranggotakan empat Mujahidin, yaitu Ahmad dari provinsi Kabul, Amaar dari Kandahar dan Khalid serta Kamin dari provinsi Kunduz, dipersenjatai dengan senjata berat dan ringan, granat dan rompi peledak menyerbu markas polisi sekitar pukul 10:00 waktu setempat.

Serangan tersebut memicu pertempuran mematikan di dalam markas. Jumlah korban tewas dan cedera belum bisa ditentukan.

Tak lama setelah pertempuran berlangsung di dalam markas, kendaraan Mujahidin yang berisi bahan peledak dan diparkir di luar markas diledakkan melalui alat pengontrol jarak jauh ketika sejumlah besar polisi mengepung. Setidaknya 9 polisi tewas dan 6 lainnya terluka.

Serangan tersebut bersamaan dengan pelatihan rutin 400 polisi di markas tersebut. Tim istisyhad Mujahidin memeluk kesyahidan setelah berjuang melawan musuh selama sekitar 3 jam.

Korban dari pihak Afghan National Police (ANP) dan pasukan boneka lain selalu banyak saat terlibat serangan dengan Mujahidin, namun laporan hari Selasa tersebut termasuk dalam salah satu hari terburuk bagi mereka.

Deddy | Shahamat | Jurniscom

Bentrokan Ahlu Sunnah Dengan Pasukan Somalia, 15 Orang Tewas

SOMALIA (Jurnalislam.com) – Setidaknya 15 orang tewas dan 20 lainnya terluka dalam bentrokan antara pasukan militer pemerintah dan orang – orang bersenjata di wilayah Galguduud di Somalia tengah, saksi mata mengatakan, sebagaimana yang dilansir World Bulletin kemarin, Selasa (10/02/2015).

Para saksi mengatakan, “Orang-orang bersenjata yang berafiliasi dengan kelompok Ahlu Sunnah Wal jama’ah melakukan serangan di kota Guriel, dan terlibat bentrokan dengan pasukan tentara pemerintah yang ditempatkan di daerah tersebut”.

Kedua belah pihak menggunakan senjata ringan dan berat dalam pertempuran yang menewaskan 15 orang, termasuk tiga warga sipil. 20 orang lainnya terluka, sebagian besar warga sipil, saksi menambahkan.

Pemerintah Somalia belum mengomentari pertempuran yang dilaporkan itu.

Akhir bulan lalu, tentara Somalia merebut Guriel setelah pasukan Ahlu Sunnah Wal jama’ah meninggalkan kota.

Ahlu Sunnah Wal jama’ah, kelompok pejuang yang menguasai beberapa bagian Somalia tengah.

Deddy | World Bulletin | Jurniscom

Dukung KUII, Annas Berharap Umat Sepakat Syiah Sebagai Musuh yang Nyata

TASIKMALAYA (Jurnalislam.com) – Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) menyatakan dukungannya atas diselenggarakannya Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-VI di Yogyakarta. Kongres yang digelar di Hotel Inna Garuda sejak Ahad itu mengusung tema “Penguatan Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya Umat Islam Untuk Indonesia Yang Berkeadilan dan Berperadaban”.

“Karena disitu juga bicara tentang penguatan politik dan ekonomi umat, ya kita mensupport acara itu,” kata anggota Dewan Pakar ANNAS Rizal Fadhilah, SH dalam acara kajian bulanan “Strategi Dakwah Islam Mengcounter Gerakan Syiah” di Masjid Agung Kota Tasikmalaya, Selasa (10/2/2015).

Penguatan ekonomi dan politik umat Islam dinilai ANNAS sebagai dua hal pokok yang harus menjadi fokus utama. Karena salah satu celah yang dimanfaatkan kaum Syiah untuk memurtadkan umat Islam adalah dari lemahnya ekonomi umat.

“Ekonomi umat harus dibangun, karena kondisi ekonomi umat yang lemah maka akan menjadi sasaran pemurtadan. Termasuk Syiah juga masuk dari sisi ekonomi. Itu harapan kita,” papar beliau.

Dari aspek politik, ANNAS berharap adanya titik temu tentang musuh umat Islam yang nyata dan kasat mata, dan Syiah adalah salah satunya. “Saat ini sudah dibahas tentang aliran-aliran, faham-faham dan ideologi trans-nasional yang masuk ke Indonesia. Dan itu membahayakan suasana politik di negeri ini. Nah, Syiah juga menjadi bagiannya,” pungkas Rizal yang menjadi pembicara pengganti Ustadz Athian Ali yang berhalangan hadir karena kondisi fisiknya kurang sehat.

Reporter : Aryo Jipang | Editor : Ally | Jurniscom

 

Datangi Sekolah-sekolah, Ansharusyariah Sosialisasikan Keharaman VD Kepada Siswa

BEKASI (Jurnalislam.com) – Minimnya dakwah secara langsung kepada anak-anak sekolah tentang haramnya umat Islam merayakan Valentine's Day (VD) mendorong Jamaah Ansharusyariah di beberapa kota mendatangi sekolah-sekolah untuk dapat bertatap muka dengan siswa menjelaskan bahaya VD terhadap generasi muda.

Juru bicara Jamaah Ansharusyariah Ahmad Fatih menjelaskan tiga alasan yang mendasari kegiatan tersebut. Pertama, generasi muda Islam mulai memahami bahwa VD bukan berasal dari Islam.

"Yang paling penting, menanamkan kepada mereka untuk bangga dengan Islam dan membuang jauh-jauh segala hal yang datang bukan dari Islam," tegas Ahmad Fatih kepada Jurniscom siang ini, Senin (9/2/2015).

Kedua, untuk mencegah mereka dari budaya pacaran melanda generasi muda Muslim. "Pacaran bisa mengarah kepada pergaulan dan seks bebas," lanjutnya.

Dan terakhir, sebagai bentuk pembinaan kader muda yang cinta Islam dan cinta Syariat. "Mudah-mudahan di tangan merekalah yang masih muda-muda dan produktif Syariah bisa ditegakkan," harapnya.

Ketika ditanya mengenai respon dari pihak sekolah yang dikunjungi, Ahmad Fatih mengatakan bahwa respon mereka sangat bagus.

"Mereka (pihak sekolah) merasa ini merupakan pendidikan karakter yang seharusnya dibangun dan merupakan tanggung jawab mereka," ujarnya. Namun, lanjutnya, kapasitas mereka yang tidak memenuhi untuk itu.

"Maka masuknya Ansharusyariah menggarap lahan dakwah ini menjadi kebutuhan yang urgent. Itu yang kita simpulkan dari beberapa sekolah dan kampus yang bekerja sama dengan kita," pungkasnya.

Ansharusyariah melakukan sosialiasi haramnya VD di 30 SMP dan SMA/SMK se-Kota/Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat dan beberapa sekolah di Banten, Samarinda dan Balikpapan.

Sirath | Ally | Jurniscom

Kritik Acara Maulidan, Warga Ancam Bubarkan STAI Ali bin Abi Thalib Surabaya

SURABAYA (Jurnalislam.com) – Tidak terima acara maulidan dihujat, puluhan warga Sidotopo yang tergabung dalam Forum Warga Sidotopo Kidul ini bersama IPNU, IKAMRA mendatangi kampus Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ali Bin Abi Thalib, Jl. Sidotopo Kidul 51, Surabaya, Sabtu, (7/2/2015).

Aksi ini bermula dari Buletin Dakwah Al-Iman Edisi 205 yang diterbitkan oleh STAI Ali Bin Abi Thalib berjudul “Bolehkah Merayakan Maulid Nabi Muhammad”. Berdasarkan buletin tersebut, dalam acara peringatan Maulid Nabi, terdapat pujian-pujian berlebihan terhadap Rasulullah, sehingga mendudukkan beliau pada kedudukan Tuhan. Poin itu dianggap warga tidak sesuai dengan budaya warga.

Dengan berjalan kaki sambil membaca shalawat, warga membentangkan poster yang bertuliskan bubar atau dibubarkan. Mengantisipasi terjadi kerusuhan, Polsek Semampir mengerahkan anggotanya untuk menjaga aksi tersebut.

Mereka melakukan orasi di depan pintu gerbang kampus STAI menuntut penghentian semua aktifitas kampus. Menurut warga STAI telah menjelek-jelekan acara maulidan yang merupakan bagian dari budaya mereka untuk menghormati Nabi Muhammad SAW.

Salah seorang orator mengatakan STAI sudah berkali-kali menyindir acara maulidan yang telah menjadi budaya warga Sidotopo. "Sudah berkali-kali mereka menyebarkan hujatan ini melalui radio, buletin, pengajian dimasjid," tegas Suheri anggota IPNU.

Akhirnya, perwakilan dari tokoh masyarakat masuk ke kantor dan diterima oleh pengurus kampus. Namun tidak ada dialog dalam pertemuan itu, warga hanya menyerahkan surat pernyataan pemberhentian aktifitas kampus beserta tanda tangan warga.

"Sebenarnya hidup disini enak jika ada masalah khilafiyah silahkan konsumsi sendiri jangan pengaruhi masyarakat. Kita merayakan Maulid Nabi itu disamakan oleh mereka dengan natalan, valentine, ulang tahun," ujar Muhammad, salah seorang perwakilan warga.

Warga yang didominasi laki-laki itu akhirnya membubarkan diri setelah perwakilan warga keluar dari dalam kampus. Warga memberikan waktu 3 bulan kepada STAI Ali Bin Abi Thalib untuk bubar atau dibubarkan.

Reporter : Ansaf | Editor : Ally | Jurniscom

Komunitas Jember Beriman Gelar Aksi Tolak Valentine Day

JEMBER (Jurnalislam.com) – Memanfaatkan momen Car Free Day (CFD), puluhan orang dari Komunitas Jember Beriman melakukan aksi tolak valentine day di alun alun pusat kota Jember, Ahad (8/2/2015). Mereka membagikan brosur dan stiker berisi ajakan untuk menolak valentine’s day.

Aksi ini dilakukan untuk menyadarkan umat Islam kerusakan moral yang dilakukan generasi muda akibat merayakan hari valentin.

"Kerusakan moral dan kemaksiatan yang disebabkan oleh perayaan valentine day ini sangat meresahkan bagi orang yang sadar pergaulan muda-mudi zaman sekarang, maka kami melakukan aksi ini untuk menyadarkan umat Islam,” kata koordinator aksi Ustadz Basofi kepada Jurniscom.

Stiker bertulisakan "Say No To Valentine Day, 'cause we are moslem" pun laris manis diborong pengujung CFD jember.

“Alhamdulillah dalam aksi kali ini banyak umat islam yang mendukung, mereka sampai ikut berfoto-foto,” lanjut Ustadz Basofi.

Fitri, seorang mahasiswi Fakultas Teknik Pertanian Universitas Negeri Jember mengutarkan dukungannya terhadap aksi tersebut.

"Valentine day bisa menimbulkan dampak negatif terhadap generasi umat Islam, maka saya sangat mengapresiasi aksi dakwah seperti ini," tuturnya.

Reporter : Nanang | Editor : Ally | Jurniscom

Islam Larang Perempuan Jadi Pemimpin. Azyumardi Azra : “Itu bisa diubah, tak apa”

YOGYAKARTA (Jurnalislam.com) – Tokoh liberal Azyumardi Azra mengatakan seorang perempuan bisa diangkat sebagai sultan, karena Islam di Indonesia berbeda dengan di Arab. Menurutnya, kesultanan Yogyakarta merupakan salah satu kasultanan Islam di Islam. Sesuai tradisi kerajaan Islam yang berkembang di nusantara, seorang perempuan bisa diangkat sebagai sultannya.

“Tak apa-apa sultan perempuan,” kata liberalis yang dilabeli “cendekiawan muslim” itu usai pembukaan Kongres Umat Islam VI di Yogyakarta, Senin (7/2/2015).

Ia melanjutkan bahwa Islam di Indonesia adalah Islam yang rileks, berbeda dengan Islam yang berkembang Arab. Perbedaan corak Islam itu pun juga berdampak pada perbedaan dalam memandang raja perempuan.

“Kalau di Arab, jangankan jadi raja, menyetir mobil saja tidak boleh,” lanjut dia.

Ia mengatakan kasultanan di Nusantara memiliki sejarah adanya sultan yang berasal dari perempuan. Di Kasultanan Aceh pada abad XVII, ia memberi contoh, ada tiga orang perempuan yang menjadi raja, Sultonah. “Kita bukan di Arab,” katanya.

Undang-Undang Keistimewaan DIY mengamanatkan gubernur merupakan Raja Keraton Yogyakarta yang bertahta, Sultan Hamengku Buwono. Ada indikasi dalam undang-undang nomor 13 tahun 2012 itu bahwa seorang sultan harus seorang lelaki. Sepanjang sejarah kasultanan Yogyakarta, dari Hamengku Buwono I hingga X, sultan merupakan seorang lelaki.

Azyumardi mengatakan pada dasarnya Islam nusantara tak menghalangi seorang perempuan menjadi sultan. “(Kalau tidak bisa) mungkin karena aturan kerajaannya. Tapi aturan itu, bisa saja diubah. Tak apa," katanya.

Ketua Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin mengatakan keraton Yogyakarta merupakan salah satu kasultanan Islam di Indonesia. Bergelar “Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah” sultan tak hanya merupakan pemimpin politik. Tapi sekaligus pemimpin agama bagi rakyatnya. “Sultan gelarnya luar biasa,” katanya.

Posisi sebagai pemimpin politik sekaligus pemimpin agama itu, menurut dia, tak hanya berlaku di keraton Yogyakarta. Tapi juga di hampir seluruh keraton di Indonesia.

Ally | Tempo | Jurniscom