UBN: Tragedi Sudan Lebih Dahsyat dari Gaza, Rakyat Sipil Jadi Korban Utama

JAKARTA (jurnalislam.com)— Ulama nasional sekaligus Ketua Umum DPP Jalinan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI), Ustaz Bachtiar Nasir (UBN), menyoroti krisis kemanusiaan yang terus memburuk di Sudan. Ia menyebut, apa yang terjadi di negara tersebut lebih parah dibandingkan tragedi di Gaza, Palestina.

“Apa yang terjadi di Sudan ini lebih dahsyat dari Gaza. Di Gaza yang terbunuh hingga hari ini sekitar 70 ribu orang. Di Sudan, hanya dalam beberapa hari, sudah 150 ribu pembantaian,” ujar UBN dalam Kuliah Semangat Pagi di kanal YouTube Bachtiar Nasir, Selasa (4/11/2025).

UBN menyebut, konflik di Sudan merupakan perang saudara antara dua faksi militer, yakni Sudanese Armed Forces (SAF) dan Rapid Support Forces (RSF). Menurutnya, situasi kini makin mengerikan karena sebagian besar korban adalah warga sipil tak bersenjata.

“Pembunuhan kejam terjadi, rakyat sipil ditembaki. Fasilitas kesehatan lebih dari 80 persen tidak berfungsi. Ini lebih parah dari Gaza. Konflik terkini terpusat di Darfur,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, RSF saat ini menguasai hampir seluruh wilayah Darfur, termasuk kota El Fasher yang baru direbut, sementara SAF mengendalikan wilayah utara dan timur, termasuk Port Sudan dan Laut Merah dengan dukungan asing.

UBN menilai, konflik tersebut telah menjelma menjadi proxy war atau perang perpanjangan kepentingan asing di kawasan tanduk Afrika dan Laut Merah.

“Yang berkepentingan sudah orang luar. Ada intervensi negara-negara yang memiliki kepentingan strategis, baik ekonomi maupun ideologi. Inilah yang memperpanjang konflik,” jelasnya.

Menurutnya, akar masalah konflik Sudan berawal dari ketidakstabilan politik, kudeta militer, serta perselisihan etnis dan ekonomi yang tak terselesaikan.

“Semoga Indonesia bisa belajar dari kesalahan ini. Inilah bahayanya kalau syahwat hawa nafsu memegang senjata dan memimpin negara. Akibatnya, rakyat yang menjadi korban,” tegas UBN.

UBN berpesan dengan seruan moral bagi umat Islam untuk peduli terhadap penderitaan sesama.

“Sayangilah yang di bumi, maka kamu akan disayangi yang di langit. Begitulah seharusnya seorang muslim, tidak hanya memikirkan dirinya sendiri,” ujarnya.

Perluas Kerja Sama Bidang Pendidikan, UIN Jakarta Sambut Kunjungan Menteri Wakaf Suriah

CIPUTAT (jurnalislam.com)– Sejalan dengan program internasionalisasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terus memperluas jejaring kerja sama global dengan berbagai lembaga pendidikan dan keagamaan dunia. Salah satunya, penjajakan kerjasama bidang pendidikan dan keagamaan dengan institusi pendidikan dan pemerintahan Republik Arab Suriah yang ditandai dengan kunjungan kehormatan Menteri Wakaf Republik Arab Suriah, H.E. Dr. Muhammad Abu al-Khair Shukri, ke kampus UIN Jakarta, Jumat (31/10/2025).

Dalam kunjungan ini, baik perwakilan pemerintahan Republiki Arab Suriah dan UIN Jakarta menjajaki peluang kolaborasi, khususnya dalam bidang pertukaran pelajar, tenaga pendidik, dan pengembangan keilmuan Islam. Dalam kunjungan ini, Menteir Wakaf didampingi Mufti Damaskus Mr. Abdul Fattah al-Bazm, serta sejumlah pimpinan fakultas dan pejabat universitas Syuriah.

Kunjungan sendiri diterima langsung Rektor UIN Jakarta Prof. Asep Saepudin Jahar, M.A., Ph.D. yang didampingi Wakil Rektor Bidang Akademik Prof. Dr. Ahmad Tholabi, S.Ag., S.H., M.H., M.A. dan Wakil Rektor Bidang Kerja Sama Din Wahid M.A. Ph.D. Hadir juga pimpinan fakultas dan lembaga di lingkungan UIN Jakarta.

Dalam sambutannya, Rektor Prof. Asep Saepudin Jahar menyampaikan apresiasi dan rasa hormat atas kunjungan tersebut. Menurutnya, UIN Jakarta sangat terbuka untuk bekerjasama dengan badan pemerintahan dan perguruan tinggi Suriah yang disebutkannya akan memberikan manfaat besar bagi penguatan akademik, keilmuan, dan budaya antarnegara.

“Suriah merupakan salahsatu negara Arab dan tentu saja memiliki keunggulan dalam pengajaran bahasa Arab. Melalui kerja sama ini, kita dapat mengembangkan program pertukaran dosen dan mahasiswa, serta membuka peluang student mobility ke Suriah. Banyak hal yang bisa kita pelajari dari Suriah, termasuk dalam penguatan ilmu-ilmu keislaman dan pengelolaan pendidikan tinggi,” jelas Rektor.

Rektor menambahkan bahwa kunjungan ini merupakan kesempatan berharga yang penuh makna dan dilaksanakan dengan rasa hormat yang tinggi. “Kami berpartisipasi dengan sepenuh hati, ini adalah kunjungan yang sangat mulia dan penuh keberkahan di dunia,” ungkapnya.

Sementara itu, Menteri Wakaf Suriah H.E. Dr. Muhammad Abu al-Khair Shukri mengungkapkan, kunjungan ini bertujuan memperkuat hubungan keilmuan dan keagamaan antara Kementerian Wakaf Republik Arab Suriah dan Kementerian Agama Republik Indonesia, khususnya melalui kemitraan dengan UIN Jakarta.

“Kami sangat senang dapat membuka kembali kerja sama ilmiah dan budaya antara universitas-universitas di Syam dan universitas-universitas di Indonesia. Kami berharap mahasiswa dari Indonesia dapat belajar di Damaskus dan menimba ilmu-ilmu keislaman dari para ulama besar di negeri Syam,” ujarnya.

Menambahkan hal tersebut, Wakil Rektor Bidang Kerja Sama Dr. Din Wahid, M.A. menyampaikan bahwa UIN Jakarta siap menindaklanjuti kunjungan ini melalui penjajakan Memorandum of Understanding (MoU) dan Memorandum of Agreement (MoA) antara kedua institusi.

“Kami akan segera menyiapkan langkah konkret untuk memperkuat kerja sama ini, baik dalam bidang pertukaran dosen dan mahasiswa, riset bersama, maupun program penguatan bahasa Arab dan studi Islam. Ini menjadi bagian dari komitmen UIN Jakarta dalam memperluas kerja sama global,” terangnya.

Diketahui, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah menjalin berbagai kerja sama internasional dengan perguruan tinggi ternama di Asia, Timur Tengah, Eropa, dan Amerika. Kolaborasi tersebut mencakup pertukaran dosen dan mahasiswa, riset bersama, pengembangan kurikulum, serta peningkatan kapasitas akademik dan kelembagaan.

RSF Hancurkan Dapur Umum dan Rumah Sakit, El-Fasher di Ambang Kelaparan dan Kematian Massal

EL-FASHER (jurnalislam.com)— Kota El-Fasher, ibu kota Darfur Utara, Sudan, kini menghadapi bencana kemanusiaan setelah pasukan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) menghancurkan dapur umum, menjarah rumah sakit, dan memutus akses keluar dari kota.

Penduduk dan pekerja kemanusiaan menggambarkan El-Fasher sebagai “kota hantu”. Warga sipil terjebak tanpa makanan, obat-obatan, maupun jalur aman, sementara pasukan RSF melakukan penjarahan dan kekerasan brutal terhadap penduduk.

“Kami menghadapi penyiksaan, kelaparan, dan pembunuhan. Bahkan gerobak keledai yang digunakan anak-anak dan lansia dihancurkan agar mereka tak bisa melarikan diri,” kata seorang pengungsi yang berhasil tiba di kota Tawila kepada The New Arab, Senin (3/11).

Menurut warga, milisi RSF menargetkan tekaya, yakni dapur amal yang selama ini menyediakan makanan bagi masyarakat miskin.

“Setelah RSF masuk, mereka menghancurkan semua fasilitas dan membunuh banyak pekerja. Mereka ingin warga mati kelaparan,” ujar Mohammad Othman, pengelola salah satu dapur amal.

Seorang ibu bernama Sit al-Nafr Mahmoud yang melarikan diri pekan lalu mengatakan El-Fasher kini lumpuh total.

“Air tidak mengalir, dapur umum dan pasar lenyap, rumah dijarah. Hidup menjadi tak tertahankan, terutama bagi anak-anak dan lansia,” ungkapnya.

Beberapa saksi mata juga menuturkan praktik pemerasan dan pelecehan oleh anggota RSF. Warga yang ingin keluar dari kota dipaksa membayar jutaan pound Sudan. Mereka yang tak mampu membayar ditahan, disiksa, atau bahkan dibunuh.

“Mereka menelanjangi perempuan untuk mencari uang dan emas,” kata Aisha Ismail, salah satu penyintas. “Beberapa perempuan terpaksa ditinggalkan agar yang lain bisa melarikan diri.”

Seorang pejabat kesehatan yang berhasil melarikan diri menyebut seluruh rumah sakit dan klinik di El-Fasher telah dijarah atau dibakar.

“Obat-obatan dicuri, apotek dibakar, dan pasien dibunuh dengan alasan mereka tentara,” ujarnya. “Kota ini runtuh. Orang-orang mati karena kelaparan dan penyakit.”

Badan Pengungsi PBB (UNHCR) melaporkan masuknya pasukan RSF ke El-Fasher memicu “kepanikan massal” di antara penduduk yang telah terperangkap lebih dari 500 hari. Sekitar 260.000 orang dilaporkan kembali mengungsi.

Sementara itu, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) menyebut lebih dari 1.500 orang mengungsi dari Kordofan Utara dan Selatan dalam sepekan terakhir akibat kekerasan RSF.

Akses bantuan kemanusiaan ke Darfur hampir mustahil dilakukan. Persediaan medis sebanyak 15 ton dilaporkan tertahan karena pembatasan keamanan dan birokrasi.

“Orang-orang makan daun untuk bertahan hidup. Tidak ada obat-obatan, tidak ada makanan,” kata seorang jurnalis pengungsi di Tawila.

PBB memperingatkan bahwa tanpa akses kemanusiaan segera, ribuan warga Darfur dapat tewas akibat kelaparan dan penyakit dalam beberapa pekan ke depan. (Bahry)

Sumber: TNA

PM Sudan Desak Kekejaman RSF Diadili di Pengadilan Internasional

KHARTUM (jurnalislam.com)— Perdana Menteri Sudan, Kamil Idris, menyerukan agar kejahatan dan kekejaman yang dilakukan oleh Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di Kota El Fasher, Darfur Utara, diadili di pengadilan internasional.

Dalam wawancara dengan surat kabar Blick yang terbit di Swiss pada Ahad (2/11), Idris menegaskan bahwa komunitas internasional tidak boleh diam terhadap pelanggaran berat yang terjadi di Sudan.

“Komunitas internasional belum berbuat banyak. Kita membutuhkan tindakan, bukan hanya kata-kata. Setiap kejahatan harus dituntut di pengadilan termasuk di tingkat internasional,” ujarnya.

Setelah 18 bulan pengepungan, pemboman, dan kelaparan, pasukan RSF berhasil menguasai El Fasher pada 26 Oktober lalu, merebut benteng terakhir militer Sudan di wilayah Darfur barat.

Sejak kota itu jatuh ke tangan RSF, warga sipil dan pekerja kemanusiaan melaporkan terjadinya pembunuhan massal, penjarahan, pemerkosaan, serta aksi kekerasan sistematis, yang memicu kecaman internasional.

Idris mendesak negara-negara anggota PBB untuk menetapkan RSF sebagai organisasi teroris dan mengambil langkah nyata untuk menghentikan kekejaman mereka.

Namun, ia menolak usulan pengerahan pasukan asing ke Sudan, dengan alasan hal itu akan melanggar kedaulatan nasional.

“Pasukan internasional akan merusak kedaulatan dan integritas wilayah Sudan. Itu ilegal dan hanya akan menambah kekacauan,” kata Idris.

“Tentara dan rakyat Sudan bertekad menyelamatkan serta membebaskan El Fasher.” imbuhnya.

Jatuhnya El Fasher membuat RSF kini menguasai seluruh lima ibu kota negara bagian di Darfur, yang secara efektif membelah Sudan di sepanjang poros timur–barat.

Pasukan RSF, yang merupakan keturunan milisi Janjaweed kelompok yang dituduh melakukan genosida di Darfur dua dekade lalu kini telah membentuk pemerintahan tandingan di wilayah barat, sementara militer Sudan masih mempertahankan kendali atas wilayah utara, timur, dan tengah.

Perang saudara yang pecah sejak April 2023 telah menewaskan lebih dari 20.000 orang dan menyebabkan sekitar 15 juta penduduk mengungsi, menimbulkan kekhawatiran akan terulangnya perpecahan seperti yang terjadi saat Sudan Selatan memisahkan diri pada 2011. (Bahry)

Sumber: TNA

Terungkap, Alat Militer Inggris Mengalir ke RSF Lewat Uni Emirat Arab

KHARTUM (jurnalislam.com)— Milisi Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang terkenal brutal diketahui menggunakan peralatan militer buatan Inggris dalam perang melawan angkatan bersenjata Sudan, berdasarkan dokumen yang diajukan ke Dewan Keamanan PBB.

Menurut laporan The Guardian pada Selasa (28/10), sistem penargetan dan mesin untuk kendaraan lapis baja buatan Inggris ditemukan di medan perang Sudan, memunculkan pertanyaan serius tentang ekspor senjata Inggris dan keterlibatan tidak langsungnya dalam konflik tersebut.

Peralatan militer itu diduga masuk ke Sudan melalui Uni Emirat Arab (UEA) dan digunakan oleh pasukan RSF, yang sejak April 2023 melancarkan perang untuk merebut kekuasaan dari militer Sudan.

Kelompok paramiliter tersebut telah dituduh melakukan genosida oleh PBB dan Amerika Serikat, serta bertanggung jawab atas sejumlah pembantaian dan kekerasan seksual terhadap warga sipil.

Setelah merebut Kota El Fasher di Darfur Barat pekan lalu, RSF diyakini telah menewaskan sedikitnya 2.000 orang dan melakukan aksi pembersihan etnis di wilayah tersebut.

𝗣𝗲𝗿𝗮𝗻 𝗨𝗘𝗔 𝗱𝗮𝗻 𝗘𝗸𝘀𝗽𝗼𝗿 𝗜𝗻𝗴𝗴𝗿𝗶𝘀 𝗗𝗶𝗽𝗲𝗿𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮𝗸𝗮𝗻

UEA dituduh memberikan dukungan dana, senjata, dan tentara bayaran kepada RSF. Namun, pemerintah UEA membantah memiliki hubungan dengan kelompok tersebut.

Dua berkas dokumen yang diserahkan militer Sudan kepada Dewan Keamanan PBB pada Juni 2024 dan Maret 2025 mencantumkan bukti kuat mengenai dukungan logistik dan material dari UEA kepada RSF.

Materi tersebut menunjukkan bahwa sistem penargetan buatan Militec, perusahaan asal Wales, ditemukan di bekas pangkalan RSF di Khartum dan Omdurman.

Data juga memperlihatkan bahwa sejak 2015, Inggris telah menyetujui lisensi ekspor sistem pelatihan militer ke UEA, dan bahkan menerbitkan izin baru pada September 2024 — tiga bulan setelah bukti pertama pengiriman senjata ke Sudan muncul.

𝗕𝘂𝗸𝘁𝗶 𝗕𝗮𝗿𝘂 𝗱𝗶 𝗟𝗮𝗽𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻

PBB juga menerima foto kendaraan lapis baja buatan kontraktor pertahanan Emirat, Edge, yang kini berada di tangan RSF.

Salah satu foto memperlihatkan mesin kendaraan lapis baja bertuliskan “Made in Great Britain by Cummins Inc.”, yang menunjukkan bahwa komponen tersebut berasal dari anak perusahaan Cummins di Inggris.

Pihak perusahaan membantah mengetahui adanya transaksi yang menyebut Sudan sebagai tujuan akhir produk mereka.

𝗥𝗲𝗮𝗸𝘀𝗶 𝗜𝗻𝗴𝗴𝗿𝗶𝘀 𝗱𝗮𝗻 𝗣𝗲𝗿𝗶𝗻𝗴𝗮𝘁𝗮𝗻 𝗣𝗕𝗕

Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Inggris menegaskan bahwa negaranya memiliki “salah satu sistem pengawasan ekspor paling ketat di dunia” dan semua lisensi ekspor “dinilai berdasarkan risiko penyalahgunaan atau pengalihan kepada pengguna yang tidak sah.”

“Kami berharap semua negara mematuhi kewajiban mereka berdasarkan rezim sanksi PBB yang berlaku,” ujarnya.

Sementara itu, PBB memperingatkan bahwa RSF dapat melakukan pelanggaran dan kekejaman bermotif etnis lebih lanjut di El Fasher, setelah kelompok tersebut merebut kota itu pada akhir Oktober. (Bahry)

Sumber: TNA

Israel Akui Tiga Jenazah yang Diserahkan Hamas adalah Tentara

GAZA (jurnalislam.com)– Militer Israel pada Senin (3/11) mengonfirmasi bahwa tiga jenazah yang dikembalikan oleh kelompok perlawanan Palestina, Hamas, berdasarkan kesepakatan gencatan senjata merupakan tentara Zionis.

Dalam pernyataan resminya, militer Israel menyebut ketiganya adalah Kolonel Assaf Hamami, Kapten Omer Maxim Netura, dan Sersan Staf Oz Daniel, yang tewas di dekat perbatasan Gaza pada 7 Oktober 2023.

Hamas menyerahkan jenazah ketiga tentara tersebut kepada Komite Internasional Palang Merah (ICRC) pada Ahad malam sebagai bagian dari implementasi gencatan senjata yang mulai berlaku pada 10 Oktober. Kesepakatan itu merupakan bagian dari rencana 20 poin Presiden AS Donald Trump untuk Gaza.

Menurut Hamas, hingga kini pihaknya telah membebaskan 20 tawanan Israel hidup-hidup dan mengembalikan 21 jenazah dari 28 tawanan yang meninggal, sebagian besar warga Israel. Namun, otoritas Zionis mengklaim bahwa salah satu jenazah yang mereka terima tidak sesuai dengan identitas tawanan yang hilang.

Sementara itu, pejabat kesehatan di Gaza menyebut Israel juga telah menyerahkan 45 jenazah warga Palestina kepada pihak berwenang di wilayah tersebut, sebagaimana dilaporkan Associated Press (AP).

Israel mengaitkan dimulainya fase kedua negosiasi gencatan senjata dengan penyerahan seluruh jenazah sandera. Namun Hamas menegaskan bahwa proses ini memerlukan waktu karena kerusakan besar-besaran di Gaza akibat agresi militer Israel.

Dalam fase pertama kesepakatan, pembebasan tawanan Israel dilakukan dengan imbalan hampir 2.000 tahanan Palestina. Rencana itu juga mencakup pembangunan kembali Gaza serta pembentukan mekanisme pemerintahan baru tanpa Hamas.

Sejak Oktober 2023, agresi militer Israel di Jalur Gaza telah menewaskan hampir 69.000 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, serta melukai lebih dari 170.000 lainnya. (Bahry)

Sumber: TRT

Dialog Mahasiswi 2025 Bulukumba: Menyelami Makna Cinta, Waktu, dan Kehilangan dalam Cahaya Dakwah

BULUKUMBA (jurnalislam.com)– Setiap perjalanan kehidupan, kita selalu dipertemukan dengan tiga hal yang tidak bisa dipisahkan yaitu cinta, waktu, dan kehilangan. Tiga hal ini menjadi guru yang diam-diam menuntun manusia menuju kedewasaan jiwa dan ketenangan hati.

Berlandaskan semangat itulah, kegiatan Dialog Mahasiswi 2025 hadir sebagai ruang silaturahim, tempat berbagi kisah, dan ajang menumbuhkan ukhuwah di antara mahasiswi se-Kabupaten Bulukumba, bertempat di Aula HDR Chiciken pada Ahad (02/11/2025).

Mengangkat tema “The Hidden Light tentang Cinta, Waktu, dan Kehilangan, Lalu Apa yang Tersisa?”, kegiatan ini menghadirkan suasana yang sarat makna. Ia bukan sekedar pertemuan, melainkan perhentian kecil di tengah padatnya aktivitas perkuliahan, tempat di mana para mahasiswi berhenti sejenak untuk menyelami makna kehidupan, menyapa diri sendiri, dan mengingat kembali tujuan perjalanan mereka.

Acara ini terselenggara berkat kerja sama empat lembaga dakwah kampus yaitu Lembaga Dakwah Kampus Darul ‘Ilmi (LDK-DI) Bulukumba, Lembaga Dakwah Kampus Raudhatul Falah (LDK-RF) Bulukumba, Lembaga Dakwah Kampus Al-‘Aafiyah Bulukumba, dan Lembaga Dakwah Kampus Asy-Syifaa’ Bulukumba.

Melalui sinergi ini, kegiatan menjadi simbol persatuan dalam dakwah kampus, menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam mampu merangkul, bukan memisahkan. Mempertemukan para mahasiswi dari berbagai perguruan tinggi di Bulukumba, yakni Universitas Muhammadiyah Bulukumba (UMB), STAI Al-Ghazali Bulukumba, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Panrita Husada Bulukumba, Akademi Kebidanan (AKBID) Tahirah Al-Baeti Bulukumba, serta Institut Teknologi Bina Adinata (ITEB) Bulukumba.

Mewakili Ketua Lembaga Dakwah Kampus Bulukumba, Hasriani, dalam sambutannya menyampaikan rasa syukur atas terlaksananya kegiatan ini.

“Dialog Mahasiswi bukan hanya ajang berkumpul, tapi ruang untuk saling menguatkan. Di sini, kita belajar bahwa dakwah bukan hanya tentang menyampaikan, tetapi juga tentang mendengarkan dan memahami,” ungkapnya.

Bahwa kegiatan ini menjadi momentum penting bagi para mahasiswi untuk mempertegas peran mereka sebagai penyeru kebaikan.

“Kita ingin menumbuhkan generasi mahasiswi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara spiritual. Semoga dari forum seperti inilah lahir cahaya-cahaya baru yang akan terus membawa dakwah dengan kelembutan dan cinta,” tambahnya.

Kegiatan Dialog Mahasiswi 2025 resmi dibuka oleh Dr. Asnarti Said Culla, S.H., M.H., selaku Ketua Pokja IV TP PKK Kabupaten Bulukumba. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan rasa haru dan kebanggaan melihat semangat para mahasiswi yang dengan penuh kesadaran ingin belajar dan memperdalam nilai-nilai agama.

“Melihat anak-anak muda yang masih mau duduk bersama untuk belajar tentang agama di tengah hiruk-pikuk dunia hari ini sungguh membuat hati ini terharu”, ujarnya dengan penuh rasa syukur.

“Bahwa kegiatan seperti ini menjadi pengingat dalam menuntut ilmu agama bukan sekedar menambah pengetahuan, tetapi juga menumbuhkan adab, keikhlasan, dan kedekatan dengan Allah. Selama cahaya ilmu dan iman masih dijaga di hati generasi muda, insya Allah masa depan umat akan tetap bercahaya,” tutupnya.

Sebagai pemateri utama, Ustazah Ariani Abbas, S.Pd. menyampaikan materi yang menggugah perasaan dan menyentuh sanubari. Dengan tutur yang lembut namun sarat makna, beliau mengajak para peserta untuk menelusuri hakikat cinta yang sejati, cinta yang bukan sekedar rasa, tapi bentuk ibadah dan penghambaan kepada Allah.

“Setiap manusia pasti akan berhadapan dengan kehilangan. Tapi sesungguhnya, di balik kehilangan itu ada pelajaran yang ingin Allah sampaikan. Kadang, Dia mengambil sesuatu agar kita bisa melihat apa yang selama ini luput kita syukuri,” tuturnya.

Beliau juga menekankan pentingnya menghargai waktu sebagai amanah kehidupan.

“Waktu bukan sekadar detik yang berjalan. Ia adalah saksi. Setiap detik akan menanyakan, untuk apa engkau hidup hari ini? Karena waktu yang terlewat tanpa makna, adalah kehilangan yang paling sunyi,” jelasnya.

Kegiatan dirangkaikan pula dengan pembagian grand prize dan door prize menarik bagi para peserta yang aktif selama kegiatan berlangsung. Suasana semakin hangat ketika peserta menyampaikan kesan dan pesan mereka, menggambarkan rasa syukur dan bahagia bisa menjadi bagian dari kegiatan yang sarat makna ini.

Nur Azizah mahasiswi Universitas Muhammadiyah Bulukumba, mengungkapkan kesannya sepanjang mengikuti Dialog Mahasiswi.

“Di tengah kesibukan kuliah. Saya jadi sadar bahwa kehilangan bukan berarti berakhir, tapi kadang justru menjadi cara Allah mengajarkan arti cinta yang sebenarnya. Setiap kehilangan membawa kita pada cahaya baru, kalau kita mau melihatnya dengan hati. Yang membuat acara ini berbeda adalah suasananya. Semua peserta seperti saudara. Kami datang dengan hati yang mungkin lelah, tapi pulang dengan hati yang lebih tenang,” jelasnya.

Acara diakhiri dengan pembagian kelompok belajar, sebagai bentuk tindak lanjut agar semangat yang tumbuh dari kegiatan ini tidak berhenti di ruang dialog, melainkan terus hidup dalam lingkar-lingkar ilmu dan ukhuwah yang penuh keberkahan.

ICW: Dana Reses DPR dan DPD Dikelola Tertutup, Potensi Korupsi Menganga Lebar

JAKARTA (jurnalislam.com)– Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali menyoroti lemahnya transparansi keuangan lembaga legislatif. Lembaga antikorupsi itu menyatakan bahwa pengelolaan dana reses dan kunjungan daerah pemilihan (dapil) oleh DPR dan DPD RI dilakukan secara tertutup, sehingga membuka potensi besar terjadinya korupsi.

ICW menyampaikan surat keberatan resmi kepada kedua lembaga tersebut pada 28 Oktober 2025. Sebelumnya, ICW telah mengajukan permohonan informasi publik pada 21 Agustus 2025 untuk meminta rincian gaji, tunjangan, dana reses, dana aspirasi, serta laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran kunjungan dapil dan reses tahun sidang 2024–2025.

Namun, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) DPR dan DPD hanya memberikan lampiran peraturan dan data umum tentang gaji serta tunjangan. Tidak ada satupun data yang berkaitan dengan besaran maupun laporan penggunaan dana reses.

Padahal, menurut ICW, dana tersebut sangat besar. “Setiap anggota DPR diperkirakan menerima sekitar Rp2,3 miliar per tahun untuk kunjungan ke dapil selama masa reses,” ungkap ICW.

𝗗𝗮𝗻𝗮 𝗕𝗲𝘀𝗮𝗿, 𝗧𝗮𝗻𝗽𝗮 𝗔𝗸𝘂𝗻𝘁𝗮𝗯𝗶𝗹𝗶𝘁𝗮𝘀

ICW menegaskan, dana sebesar itu seharusnya dikelola secara transparan, karena digunakan untuk menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihan. Namun, tanpa laporan pertanggungjawaban yang terbuka, dana tersebut justru rentan disalahgunakan.

“Dana reses bisa saja digunakan untuk menutup biaya politik yang dikeluarkan saat pemilu, bahkan dimanfaatkan untuk memperkuat jejaring patronase di daerah menjelang kontestasi berikutnya,” tulis ICW dalam siaran persnya.

Akibatnya, aspirasi rakyat yang seharusnya menjadi dasar penyusunan kebijakan publik justru diabaikan. “Warga dirugikan karena kebijakan yang dibentuk tidak berbasis masalah nyata di lapangan,” lanjut ICW.

𝗞𝗲𝗻𝗮𝗶𝗸𝗮𝗻 𝗧𝘂𝗻𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗗𝗣𝗥, 𝗧𝗿𝗮𝗻𝘀𝗽𝗮𝗿𝗮𝗻𝘀𝗶 𝗗𝗶𝗽𝗲𝗿𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮𝗸𝗮𝗻

Selain dana reses, ICW juga menyoroti ketertutupan DPR dalam kebijakan tunjangan rumah dinas. Setelah menuai kritik publik pada Agustus 2025, pimpinan DPR mengumumkan penghentian tunjangan tersebut. Namun, data menunjukkan take-home pay anggota DPR justru meningkat.

ICW menduga ada upaya menipu publik dengan menghapus label “tunjangan rumah dinas” tetapi menambah nominal pada komponen gaji dan tunjangan lainnya.

Ketika diminta membuka catatan rapat konsultasi pimpinan DPR dan fraksi-fraksi pada 4 September 2025 yang membahas hal itu, DPR menolak dengan alasan rapat bersifat tertutup. Padahal, menurut ICW, rapat tersebut tidak memuat informasi rahasia dan seharusnya bisa diakses publik.

𝗗𝘂𝗴𝗮𝗮𝗻 𝗞𝗼𝗿𝘂𝗽𝘀𝗶 𝗥𝘂𝗺𝗮𝗵 𝗗𝗶𝗻𝗮𝘀 𝗗𝗣𝗥

ICW juga mengingatkan bahwa KPK saat ini sedang menyelidiki dugaan korupsi pengadaan rumah dinas DPR di kawasan Ulujami dan Kalibata pada tahun anggaran 2020. Kasus itu diduga merugikan keuangan negara hingga puluhan miliar rupiah akibat penggelembungan harga.

“Masalah tunjangan dan pengadaan rumah dinas harus disikapi serius, karena menyangkut potensi penyalahgunaan dana publik,” tegas ICW.

𝗜𝗖𝗪 𝗗𝗲𝘀𝗮𝗸 𝗞𝗲𝘁𝗲𝗿𝗯𝘂𝗸𝗮𝗮𝗻 𝗣𝘂𝗯𝗹𝗶𝗸

Atas berbagai temuan tersebut, ICW mendesak DPR dan DPD RI untuk segera membuka seluruh informasi terkait besaran dan pengelolaan dana reses, kunjungan dapil, serta dokumen rapat perubahan tunjangan.

ICW menegaskan, informasi tersebut tidak hanya untuk lembaganya, tetapi juga harus dipublikasikan kepada masyarakat melalui situs resmi DPR dan DPD.

“Penolakan DPR dan DPD untuk membuka informasi publik merupakan bentuk pembangkangan terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” tutup ICW.

Sumber: Siaran Pers ICW, 29 Oktober 2025

Ratusan Anak Terpisah dari Keluarga saat Serangan RSF di Al Fasher

SUDAN (jurnalislam.com)– Sekitar 750 anak dilaporkan meninggalkan kota Al Fasher di Sudan Barat tanpa keluarga mereka di tengah meningkatnya serangan brutal yang dilakukan oleh milisi Pasukan Dukungan Cepat (RSF), demikian menurut pernyataan Komite Koordinasi Pengungsi dan Pengungsi Darfur pada Sabtu (1/11).

Komite tersebut melaporkan bahwa lebih dari 36.000 warga sipil telah melarikan diri dari Al Fasher, ibu kota negara bagian Darfur Utara, akibat kekerasan yang terus meningkat dalam beberapa pekan terakhir.

Sebagian besar pengungsi kini terkonsentrasi di Tawila, sekitar 60 kilometer dari Al Fasher, dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.

“Keluarga-keluarga yang mengungsi sangat membutuhkan makanan dan bantuan kemanusiaan mendesak,” terang komite itu.

Komite juga menyoroti adanya laporan kekerasan seksual terhadap warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, yang melarikan diri dari wilayah pertempuran.

Sebagian besar pengungsi dilaporkan menderita malnutrisi parah, terutama anak-anak dan lansia, akibat blokade bantuan dan rusaknya infrastruktur dasar di wilayah tersebut.

Sementara itu, pemimpin RSF Mohamed Hamdan Dagalo (Hemedti) pada Rabu (30/10) mengakui adanya “pelanggaran” oleh pasukannya di Al Fasher dan mengklaim telah membentuk komite investigasi internal.

Sejak 15 April 2023, Sudan terjerumus dalam perang saudara antara militer nasional dan RSF yang gagal dihentikan oleh berbagai upaya mediasi regional maupun internasional. Konflik ini telah menewaskan sekitar 20.000 orang dan menyebabkan lebih dari 15 juta warga mengungsi, menjadikannya salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia. (Bahry)

Sumber: TRT

RSF Serang Kamp Pengungsi di Sudan Selatan, 12 Warga Sipil Tewas

SUDAN (Jurnalislam.com) – Sedikitnya 12 warga sipil tewas dan beberapa lainnya luka parah setelah milisi Pasukan Dukungan Cepat (RSF) menyerang dua lokasi penampungan warga sipil terlantar di negara bagian Kordofan Selatan, Sudan, pada Sabtu (1/11).

Menurut laporan Jaringan Dokter Sudan (Sudan Doctors Network), tujuh warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, tewas ketika RSF menembaki kamp pengungsi di wilayah al-Abbasiya Tagali.

Serangan itu terjadi tak lama setelah RSF melancarkan serangan drone yang menargetkan kantor pusat Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) di ibu kota provinsi Kadugli, yang menewaskan lima anak.

Jaringan Dokter Sudan mengecam keras aksi tersebut dan menyebutnya sebagai “kejahatan lain yang menambah catatan genosida RSF terhadap rakyat Sudan.”

Hingga kini, RSF belum memberikan tanggapan resmi atas tuduhan tersebut.

Sudan telah terjerumus dalam perang saudara sejak April 2023 antara militer nasional dan kelompok paramiliter RSF. Konflik ini telah menewaskan ribuan orang dan memaksa jutaan lainnya mengungsi, menjadikannya salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia. (Bahry)

Sumber: TRT