GAZA (jurnalislam.com)— Rencana Amerika Serikat untuk membagi Jalur Gaza menjadi zona Israel dan Palestina memicu kekhawatiran di kalangan negara-negara Arab. Mereka menilai langkah itu berpotensi mengarah pada pendudukan permanen Israel di wilayah tersebut.
Rencana ini diungkap oleh Wakil Presiden AS JD Vance bersama menantu Presiden Donald Trump, Jared Kushner, dalam konferensi pers pada Selasa (21/10). Menurut laporan Wall Street Journal (WSJ), proposal tersebut mencakup pembangunan kembali wilayah Gaza yang saat ini dikuasai Israel untuk ditempati warga Palestina, sementara area yang masih dikendalikan Hamas akan dilarang untuk dimasuki.
WSJ menyebut Kushner sebagai sosok utama di balik rencana ini, bekerja sama dengan utusan khusus Steve Witkoff, dan mendapat dukungan langsung dari Trump dan Vance.
Hingga kini belum jelas bagaimana mekanisme pemindahan warga Palestina ke zona tersebut akan dilakukan, termasuk bagaimana layanan dasar seperti air, listrik, dan kesehatan akan diberikan.
Para pejabat AS mengatakan kepada WSJ bahwa rencana ini disusun sebelum kesepakatan gencatan senjata, dengan tujuan menjadi “simbol Gaza pasca-Hamas”.
Namun, negara-negara Arab menolak keras rencana itu karena dinilai bisa mempermanenkan pendudukan Israel di Gaza. Mereka juga kecil kemungkinan untuk mengirim pasukan penjaga perdamaian sebagaimana tertuang dalam draf kesepakatan gencatan senjata.
Sementara itu, kondisi Gaza masih memprihatinkan. Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) melaporkan sekitar 61 juta ton puing menutupi wilayah Gaza akibat serangan Israel yang menghancurkan hampir seluruh lingkungan pemukiman.
“Seluruh kawasan hancur, keluarga-keluarga mencari air dan tempat berlindung di reruntuhan,” tulis UNRWA dalam unggahan di X (Twitter). “Bantuan kemanusiaan masih terblokir, namun tim kami terus berupaya menyalurkan bantuan yang menyelamatkan nyawa.”
Pada Rabu (22/10), Mahkamah Internasional (ICJ) memerintahkan Israel untuk mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza dan menolak klaim bahwa sebagian besar staf UNRWA berafiliasi dengan Hamas.
Israel menolak putusan tersebut, dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat.
Badan kemanusiaan PBB (OCHA) juga melaporkan bahwa pihaknya terus berupaya meningkatkan distribusi bantuan, meskipun akses menuju Gaza Utara terhambat oleh penutupan perlintasan Zikim dan Erez oleh Israel.
OCHA mencatat 425.000 warga Gaza telah bergerak dari selatan kembali ke utara, sementara bantuan mereka telah menjangkau lebih dari 107.000 ibu hamil, menyusui, dan anak-anak balita guna mencegah malnutrisi.
Kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengumumkan bahwa sebanyak 41 pasien bersama 145 pendamping telah dievakuasi dari Gaza untuk perawatan medis.
“Sekitar 15.000 pasien masih menunggu izin keluar dari Gaza,” ujarnya, sembari menyerukan agar negara-negara lain menunjukkan solidaritas dan membuka seluruh jalur evakuasi medis. (Bahry)
Sumber: TNA