JAKARTA (jurnalislam.com)— Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH M Cholil Nafis, mengingatkan umat Islam agar memahami secara benar batas-batas toleransi antarumat beragama, khususnya menjelang perayaan Natal 2025.
Kiai Cholil menegaskan bahwa toleransi tidak boleh dimaknai sebagai pencampuran keyakinan atau keterlibatan dalam ritual ibadah agama lain. Menurutnya, umat Islam cukup menghormati dan tidak mengganggu umat beragama lain dalam menjalankan ajaran agamanya.
“Toleransi itu adalah menghormati pemeluk agama lain untuk meyakini agamanya dan menjalankan ajaran agamanya. Kita cukup menghormati, tidak mengganggu, dan silakan negara memfasilitasi umat beragama lain untuk menjalankan ajaran agamanya,” ujar Kiai Cholil dikutip dari MUI Digital, Rabu (24/12/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan di tengah ramainya perbincangan publik terkait rencana Menteri Agama yang disebut akan merayakan Natal bersama. Menanggapi hal itu, Kiai Cholil menegaskan bahwa dalam Islam telah ada batasan yang jelas terkait hubungan antaragama.
“Dalam beragama itu tidak bisa dipadupadankan. Agama adalah soal keyakinan masing-masing,” tegasnya.
Ia menjelaskan, perayaan Natal yang dilakukan sesama umat Kristiani merupakan hal yang wajar dan patut dihormati.
“Kalau Natalan bersama kaum Kristiani, saya dukung. Itu bentuk persatuan sesama saudara Nasrani,” ujarnya.
Namun, ia menolak keras jika perayaan Natal dilakukan bersama umat Islam.
“Tapi kalau Natalan bersama dengan umat Islam, jangan. Tidak boleh. Karena ini berkenaan dengan ibadah. Maka ibadah itu kembali pada prinsip lakum dinukum waliyadin. Masing-masing agama silakan beribadah sesuai keyakinannya,” kata Kiai Cholil.
Terkait kehadiran Menteri Agama dalam perayaan Natal, Kiai Cholil menilai hal tersebut diperbolehkan sepanjang berada dalam koridor tugas kenegaraan dan tidak ikut dalam ritual ibadah.
“Kalau Menteri Agamanya hadir sebagai pejabat negara untuk menghormati, silakan. Tapi bukan untuk ibadah. Menteri Agama memang membawahi semua agama, tapi tidak berarti semua agama dia peluk. Dia tetap harus berpegang pada agama yang diyakininya,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa umat Islam haram mengikuti ibadah agama lain dalam bentuk apa pun, termasuk dengan alasan toleransi atau jabatan.
“Sebagai Muslim, tidak boleh mengikuti ibadah agama lain. Tidak boleh ikut sembahyang di gereja, meskipun atas nama toleransi atau jabatan. Itu hukumnya haram, bahkan dalam fatwa MUI dinyatakan sebagai bentuk penyimpangan dalam beragama,” tegasnya.
Kiai Cholil menambahkan, apabila yang dimaksud dengan perayaan Natal bersama adalah kehadiran negara dalam memfasilitasi umat Kristiani menjalankan ibadahnya, maka hal tersebut merupakan langkah yang positif.
“Kalau Natalan sesama saudara Nasrani lalu difasilitasi negara, saya dukung. Tapi kalau sudah mengajak umat Islam untuk ikut Natal bersama antarumat beragama, kami tidak merestui dan menolak sepenuhnya,” ujarnya.
Ia pun mengajak seluruh pihak untuk menjaga kerukunan dengan cara yang benar dan sesuai ajaran agama masing-masing.
“Biarkanlah kita saling menghormati. Ibadah dilakukan oleh umatnya sendiri, tidak perlu dicampuradukkan atau dilakukan bersama umat agama lain,” pungkasnya.