KHARTUM (jurnalislam.com)– Kelompok paramiliter Pasukan Pendukung Cepat (RSF) Sudan dilaporkan telah mengumpulkan ratusan jenazah dari jalanan kota Al-Fasher, Darfur Utara, dalam beberapa hari terakhir. Sebagian jenazah dikubur di kuburan massal dan sebagian lainnya dibakar, demikian disampaikan Jaringan Dokter Sudan pada Ahad (9/11).
Dalam pernyataannya, jaringan tersebut menyebut tindakan mengerikan itu sebagai “kejahatan baru yang menambah catatan hitam RSF.”
Menurut mereka, penguburan dan pembakaran massal tersebut merupakan upaya untuk menyembunyikan bukti kejahatan RSF terhadap warga sipil.
RSF menyerbu Al-Fasher setelah mengepung kota itu selama sekitar 18 bulan. Serangan brutal tersebut menyebabkan lebih dari 450 orang tewas, termasuk di Rumah Sakit Saudi, menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pasukan RSF juga dilaporkan melakukan penyerangan dari rumah ke rumah, membunuh warga sipil dan melakukan kekerasan seksual.
Meski RSF membantah tuduhan tersebut, kesaksian para pengungsi, video yang beredar, serta citra satelit menunjukkan gambaran mengerikan dari kehancuran kota itu.
“Kejahatan-kejahatan ini tidak akan terhapus oleh upaya menutup-nutupi atau pembakaran,” tegas Jaringan Dokter Sudan, seraya mendesak masyarakat internasional untuk segera meluncurkan penyelidikan independen.
Mereka juga menyebut tindakan RSF di Al-Fasher sebagai “babak baru dalam genosida besar-besaran.”
Sebelumnya, pada Kamis lalu, RSF mengumumkan kesediaannya untuk menerima gencatan senjata kemanusiaan yang diusulkan oleh kelompok mediator pimpinan AS, yang dikenal sebagai Quad.
Namun, militer Sudan menyatakan hanya akan menyetujui usulan tersebut jika RSF menarik pasukannya dari wilayah sipil dan menyerahkan senjatanya.
Konflik bersenjata di Sudan yang pecah sejak April 2023 telah mempertemukan dua faksi utama: pasukan pemerintah di bawah pimpinan Abdel Fattah al-Burhan dan pasukan RSF yang dipimpin Mohammed Hamdan Daglo (Hemeti).
Perang tersebut telah menewaskan puluhan ribu orang, memaksa jutaan warga mengungsi, dan menciptakan krisis pengungsian dan kelaparan terbesar di dunia, menurut laporan PBB. (Bahry)
Sumber: TNA