Rumah Sakit di Suwayda Kolaps, Jenazah Berhamburan di Jalanan: “Ini Bukan Lagi Rumah Sakit, Tapi Kuburan Massal”

Rumah Sakit di Suwayda Kolaps, Jenazah Berhamburan di Jalanan: “Ini Bukan Lagi Rumah Sakit, Tapi Kuburan Massal”

SURIAH (jurnalislam.com)– Rumah sakit pemerintah terakhir yang masih beroperasi di Suwayda, Suriah selatan, kini berada di ambang kolaps di tengah kekerasan yang telah melanda kota mayoritas Druze tersebut selama hampir sepekan. Jenazah dilaporkan berhamburan di luar kamar jenazah dan lorong-lorong rumah sakit, sementara fasilitas medis nyaris lumpuh total.

“Ini bukan rumah sakit lagi, ini kuburan massal,” ujar Rouba, seorang tenaga medis di rumah sakit tersebut, sambil menangis dan memohon bantuan internasional.

Dr. Omar Obeid, Ketua Divisi Suwayda di Ordo Dokter Suriah, mengatakan bahwa rumah sakit telah menerima lebih dari 400 jenazah sejak Senin (14/7), termasuk perempuan, anak-anak, dan lansia.

“Tidak ada lagi ruang di kamar mayat. Jenazah-jenazah berserakan di jalan di depan rumah sakit,” tuturnya.

Bentrokan di kota itu bermula pada Ahad malam (13/7), ketika milisi Druze terlibat konflik bersenjata dengan kelompok suku Badui lokal. Pemerintah Suriah kemudian mengerahkan pasukannya pada Selasa dalam upaya meredam kekerasan. Namun, menurut kesaksian warga, organisasi hak asasi manusia, dan kelompok Druze, kehadiran pasukan pemerintah justru diwarnai dugaan pelanggaran berat terhadap komunitas minoritas tersebut.

Pasukan pemerintah akhirnya mundur dari Suwayda pada Kamis, menyusul ancaman dari Israel yang telah menyatakan komitmennya untuk melindungi komunitas Druze.

Situasi di rumah sakit semakin mengerikan. Seorang koresponden AFP melaporkan bahwa bau busuk mayat memenuhi seluruh lorong rumah sakit. Banyak jenazah telah membusuk hingga sulit dikenali. Tenaga medis yang tersisa hanya berjumlah sembilan orang dan bekerja tanpa henti merawat korban luka yang terus berdatangan.

“Situasinya sangat buruk. Kami tidak punya air, tidak ada listrik, dan pasokan obat-obatan mulai habis,” kata Rouba.

“Ada orang-orang yang terluka di rumah mereka selama tiga hari dan kami tak mampu menyelamatkan mereka.”

Ia menambahkan, “Jenazah-jenazah tergeletak di jalan dan tak ada yang berani mengambilnya. Kemarin, lima mobil besar yang membawa jenazah datang ke rumah sakit. Ada perempuan, anak-anak, bahkan korban yang tidak dapat diidentifikasi, dengan lengan dan kaki yang terpotong.”

Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Jumat menyerukan diakhirinya kekerasan dan mendesak dilakukannya investigasi yang independen, cepat, dan transparan terhadap seluruh pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi.

Menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, kekerasan yang meletus sejak Ahad telah menewaskan hampir 600 orang.

Dr. Obeid juga menyampaikan bahwa tiga rekan sejawatnya tewas dalam konflik tersebut. Salah satunya ditembak mati di rumahnya di depan keluarganya, seorang lainnya dibunuh dari jarak dekat di mobilnya saat melintasi pos pemeriksaan. Sementara itu, seorang ahli bedah bernama Talaat Amer tewas di dalam rumah sakit pada Selasa, ketika tengah mengenakan pakaian operasi.

“Mereka menembaknya di kepala saat ia bersiap menjalankan tugasnya,” kata Obeid.

“Lalu mereka menelepon istrinya dan berkata: suamimu memakai topi bedah sekarang warnanya merah.” (Bahry)

Sumber: TNA

Bagikan