BRUSSELS (jurnalislam.com)– Para pemimpin Uni Eropa (UE) yang bertemu dalam KTT di Brussels pada Kamis (26/6/2025) menyatakan keprihatinan mendalam atas situasi kemanusiaan yang memburuk di Jalur Gaza. Meski mengutuk “jumlah korban sipil yang tidak dapat diterima” dan “tingkat kelaparan” yang terjadi, blok tersebut belum mampu menyepakati langkah konkret untuk menekan Israel agar menghentikan agresinya.
Dalam pernyataan resmi, Dewan Eropa menyerukan gencatan senjata segera serta pembebasan tanpa syarat seluruh sandera, sebagai upaya menuju penghentian permanen permusuhan.
Kecaman ini muncul setelah laporan dinas diplomatik UE yang diterbitkan pekan lalu menilai bahwa Israel kemungkinan besar telah melanggar kewajiban hak asasi manusia dalam kerangka Perjanjian Asosiasi UE-Israel yang ditandatangani pada tahun 2000. Namun, blok tersebut belum mengambil tindakan terhadap hasil penilaian itu, termasuk menangguhkan atau mencabut perjanjian tersebut.
UE sebelumnya telah memerintahkan peninjauan ulang perjanjian asosiasi pada Mei lalu, seiring meningkatnya tuduhan—termasuk dari organisasi HAM dan pakar PBB—bahwa Israel secara sistematis membuat warga Gaza kelaparan. Temuan dalam laporan peninjauan, menurut beberapa diplomat, menyoroti blokade terhadap Gaza, pembunuhan warga sipil, serangan terhadap rumah sakit, serta pemindahan paksa dan perluasan permukiman ilegal di Tepi Barat.
Namun, perpecahan di internal UE—terutama antara negara-negara yang vokal menentang pelanggaran Israel seperti Irlandia dan Spanyol, dan pendukung kuat Israel seperti Jerman dan Hongaria—membuat pernyataan akhir pertemuan tersebut lebih moderat dan tidak mencerminkan sikap tegas.
“Mereka hanya berhasil menyusun pernyataan lunak karena perbedaan besar antarnegara anggota mengenai bagaimana bersikap terhadap Israel,” lapor Hashem Ahelbarra dari Al Jazeera di Brussels.
Jerman disebut sebagai negara yang paling konsisten mendukung Israel, termasuk dalam hal bantuan politik dan militer.
Sementara itu, Perdana Menteri Irlandia Micheal Martin menyuarakan ketidakpuasannya terhadap posisi UE yang dinilainya lemah.
“Perang harus dihentikan. Rakyat Eropa merasa tidak dapat dipahami mengapa Uni Eropa tampaknya tidak mampu memberi tekanan pada Israel untuk mengakhiri perang ini, menghentikan pembantaian anak-anak dan warga sipil tak berdosa di Gaza,” ujarnya.
Seruan dari Irlandia dan Spanyol untuk menangguhkan Perjanjian Asosiasi UE-Israel hingga kini belum mendapatkan dukungan mayoritas anggota.
Di hari yang sama, serangan Israel kembali menewaskan sedikitnya 62 orang, termasuk di sekitar lokasi distribusi bantuan yang dikelola Gaza Humanitarian Foundation (GHF), sebuah lembaga bantuan kemanusiaan swasta yang didukung Amerika Serikat dan bekerja di bawah koordinasi tentara Israel serta kontraktor keamanan.
Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan bahwa sejak GHF mulai beroperasi satu bulan lalu, setidaknya 549 warga Palestina telah tewas di sekitar lokasi distribusi bantuan tersebut. Secara keseluruhan, perang yang berlangsung sejak Oktober 2023 telah menewaskan 56.156 orang, menurut data terbaru Kementerian Kesehatan Gaza.
Dalam pernyataannya, para pemimpin UE juga mendesak Israel untuk mencabut blokade terhadap Gaza agar bantuan kemanusiaan dapat masuk dan terdistribusi tanpa hambatan. Selain itu, mereka mengecam eskalasi kekerasan di Tepi Barat, khususnya peningkatan kekerasan oleh pemukim Israel dan perluasan permukiman ilegal.
Meskipun mengutuk pelanggaran-pelanggaran tersebut, Uni Eropa hingga kini masih menjadi mitra dagang terbesar Israel. (Bahry)
Sumber: Al Jazeera