44 Pasukan Khususnya Tewas di Tangan Mujahidin Moro, Filipina Upayakan Perdamaian

ZAMBOANGA (Jurnalislam.com)  – Orang-orang dari berbagai latar belakang etnis dan agama yang beragam berkumpul di Filipina pada hari Jumat (06/03/2015) untuk meluncurkan kampanye "All Out Peace / Perdamaian Menyeluruh." Kampanye tersebut dilaksanakan pada peringatan hari ke-40 setelah serangan fatal yang menewaskan 44 pasukan khusus komando polisi Filipina.

Dalam sebuah pernyataan, penyelenggara yang dipimpin oleh Gus Miclat mengatakan bahwa kampanye tersebut merupakan "seruan untuk perdamaian" yang bertujuan memobilisasi semua warga Filipina di pulau-pulau utama, yaitu Luzon, Visayas dan Mindanao.

"Dalam budaya kita sebagai Muslim dan Kristen, setelah 40 hari kita biasanya memperingati kematian dan kami merasa ini adalah waktu yang tepat untuk memperbaiki," kata Miclat.

"Perang seharusnya tidak menjadi pilihan," tambahnya, menyerukan kepada semua pihak yang terlibat dalam pembicaraan perdamaian di selatan negara itu untuk kembali ke meja perundingan dan membahas bagaimana mencegah insiden seperti kekerasan di kota Mamasapano, provinsi Maguindanao, terjadi lagi.

Saat operasi 25 Januari, sekitar 400 pasukan komando turun di Mamasapano untuk menangkap pembuat bom asal Malaysia, Zulkifli bin Hir – alias Marwan – yang bertemu dengan anggota Front Pembebasan Islam Moro (MILF) dan kelompok Bangsa Moro Islamic Freedom Fighters.

Dugaan keterlibatan MILF dalam serangan itu mengancam gagalnya proses perdamaian. MILF menandatangani perjanjian perdamaian dengan pemerintah pada Maret tahun lalu.

Miclat pada hari Jumat menekankan untuk menghentikan "demonisasi" yang muncul di media setelah kejadian itu dan berkata, "Wacana di media selalu menyerukan untuk perang habis-habisan serta demonisasi Muslim pada umumnya, MILF dan orang moro pada khususnya."

Kegiatan mendukung perdamaian dimulai dengan menyerukan Muslim untuk melakukan doa pagi hari, diikuti oleh peserta dari Islam, Kristen, lumad asli dan agama lain pukul 6 pagi.

Ritual itu diulangi pada pukul 12:30 saat panggilan untuk shalat Jumat Islam.

Acara hari itu diakhiri dengan doa lintas agama di malam hari.

Miclan mengatakan bahwa munculnya kembali prasangka terhadap Muslim setelah tragedi Mamasapano menunjukkan rapuhnya toleransi sosial dan keagamaan di Filipina.

"Kami berada di persimpangan jalan penting untuk membebaskan diri dari siklus kekerasan dan konflik bersenjata," tambahnya. "Dibutuhkan kemauan politik nasional untuk mengubah gelombang prasangka dan kembali saling percaya."

 

Deddy | Anadolu Agency | Jurniscom

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses