AL QUDS (Jurnalislam.com) – Warga Palestina di kawasan Lafta, salah satu desa terisolir di Al-Quds, terus berupaya mempertahankan warisan peninggalan Palestina dari serbuan yahudisasi zionis, terakhir di klaim lalu dimasukan dalam daftar warisan peninggalan budaya yahudi.
Untuk meneliti identitas sejarah Palestina di desa tersebut, Pusat Informasi Palestina bertemu dengan kepala lembaga kebudayaan Palestina di kota Al-Quds, Ya’kub Audah, untuk membahas rencana jahat zionis menjadikan Lafta sebagai kota yahudi.
Audah menjelaskan, “Episode yahudisasi desa Palestina tampak mencolok antara tahun 2004-2005, dimana media zionis mengungkap rencana pembangunan 267 villa dan hotel oleh mantan PM Ariel Sharon.”
Penjajah zionis terus berupaya membangun proyek lainnya di kawasan tersebut, mulai pembangunan rel kereta yang menghubungkan kota Yafa, melewati Bet Shurik, Bet Iksa, dan kota Lafta sampai kota Al-Quds, kemudian melingkari sekolah Lafta, menuju stasiun pusat dan gedung Umat di kawasan syeikh Badar yang menjadi pusat stasiun kereta.
Audah menjelaskan, “Kami terkejut pada tanggal 29/12/2010, otoritas pertanahan Israel mengumumkan penjualan tanah di kawasan Lafta, sehingga kami membentuk komite lokal untuk menghadapi rencana tersebut di hadapan pengadilan, sampai kami berhasil mendapatkan putusan bahwa rencana penjualan tersebut illegal.”
Audah menyatakan, “Kami melakukan pendataan sebanyak 73 rumah bersejarah terletak di dataran tinggi dekat terowongan Begin, dan mencatatnya sebagai peninggalan Palestina lewat penelitian arkeologi, agar diketahui oleh generasi mendatang.”
Pada tahun 2012 desa Lafta didaftarkan kepada Komite Kebudayaan Palestina di Unesco dan telah diusulkan untuk melindungi desa Lafta, saat ini tengah disiapkan pemberkasan dan dokumennya.
Untuk tujuan memperkenalkan peninggalan sejarah kepada generasi mendatang, digelar acara kunjungan lapangan dan 100 agenda lainnya untuk desa Lafta. Pada tahun 2013 telah digelar sekitar 120 acara, termasuk kunjungan jurnalis, pemutaran film documenter, dan kunjungan diplomasi Arab dan internasional, serta beragam seminar tentang indentitas dan peninggalan sejarah.
Menurut Audah, “Desa Lafta disorot secara luas oleh media sejak tahun 2012 sampai 2014, juga digelar work shop, seminar dan konferensi, banyak para mahasiswa dari universitas Amerika yang hadir, dan menjadi bahan diskusi dan dipamerkan di Amerika.
Namun pada 29/1/2014 kami dikejutkan oleh pernyataan Komite Pengawas Unesco di Israel yang memutuskan bahwa Lafta merupakan warisan budaya Talmud Internasional, dan meminta pihak Unesco untuk mencatatkan desa Palestina tersebut sebagai desa Talmud Yahudi.
Di antara penyebab kerakusan zionis untuk memasukan desa tersebut ke dalam peninggalan mereka, karena Lafta merupakan gerbang bagian Barat dan Utara kota Al-Quds. Jika berhasil menjadikan Lafta sebagai kota Yahudi, maka tinggal selangkah lagi menjadikan Al-Quds sebagai kota dan pusat Yahudi. Tindakan ini merupakan episode rasial yang ingin merubah sejarah dan peradaban.
Audah menyebutkan, “Lafta bukan peninggalan, melainkan warisan sejarah dan peradaban kemanusiaan. Masjid Lafta dibangun sejak 800 tahun lalu, ada catatan sejarah di pengadilan syariah bahwa 50 % penghasilan Lafta digunakan untuk kemakmuran Masjid Saifudin bin Isa bin Qasim al Ukari, salah satu panglima militer pasukan Shalahuddin.”
Sementara itu bangunan-bangunan di Lafta dan dekorasi serta tiang-tiangnya dengan model yang unik seperti pahatan alam, bukan seperti layaknya bangunan di atas bukit.
Lafta dengan model alaminya adalah peninggalan budaya Arab, penyitaan Lafta sama dengan menyita warisan sejarah berusia ratusan tahun, dan ini tak selaras dengan sejarah.
Badan PBB Unesco diminta untuk cermat dalam menetapkan kesimpulan. Lafta merupakan bagian dari Al-Quds, dan Al-Quds merupakan kota sejarah sejak 5000 tahun lalu.
Pada tahun 1948, penduduk Lafta berjumlah sekitar 3000 orang, dan saat ini mencapai 38 ribu orang di dalam dan luar negeri, ada yang di Al-Quds, dan sekitarnya, di kawasan Syeikh Jarrah, Ramallah dan hampir separuhnya berada di Yordania, pasca pengusiran oleh pihak zionis, dimana Lafta merupakan salah satu kawasan pembersihan etnis oleh gerombolan zionis.
Menutup penjelasannya, Audah menegaskan bahwa Lafta merupakan bagian dari Palestina, yang dijajah pada tahun 1948, warga Lafta di Al-Quds dan di luar negeri merupakan bagian dari rakyat Palestina. Perjuangan warga Lafta adalah juga perjuangan Palestina, dan saat ini Lafta masih terus menjadi target yahudisasi.
Deddy | Infopalestina | Jurniscom