YAMAN (Jurnalislam.com) – Perdana menteri Yaman mengatakan pasukan separatis selatan didukung oleh Uni Emirat Arab (UEA) dalam melakukan “kudeta” setelah mereka menyita beberapa kantor pemerintah dalam bentrokan mematikan di kota pelabuhan Aden.
“Di Aden, legitimasi dibatalkan,” Perdana Menteri Ahmed bin Dagher mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Ahad.
“Apa yang terjadi sangat berbahaya dan mempengaruhi keamanan, stabilitas dan kesatuan Yaman … Pelanggaran ini tidak berbeda dengan kejahatan yang dilakukan oleh Houthi di Sanaa,” tambahnya.
Bentrokan meletus di Aden awal hari Ahad (28/1/2018) setelah tentara Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang didukung oleh Arab Saudi, berusaha mencegah kelompok separatis, yang didukung oleh UEA, memasuki kota tersebut.
Begini Laporan PBB Tentang Pelanggaran HAM Koalisi Arab dan Houthi dalam Perang Yaman
Sedikitnya 10 orang tewas dan 30 lainnya cedera dalam pertempuran tersebut, kata sumber-sumber rumah sakit. Bandara utama juga dilaporkan ditutup.
Southern Transitional Council (STC) – sebuah gerakan yang menuntut pemisahan diri untuk Yaman selatan memberi ultimatum tujuh hari pekan lalu pada pemerintah Hadi untuk mengganti perdana menteri dan kabinetnya, atau digulingkan.
Pemerintah Hadi menolak untuk dipaksa dan kemudian melarang pertemuan umum menjelang tenggat waktu hari Ahad.
Murad Abdu, seorang aktivis pemuda di Yaman selatan, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pengerahan petugas kepresidenan Hadi memicu konfrontasi sengit dengan angkatan bersenjata STC.
Tembakan senjata berat bergema di sebagian besar kota dengan pertempuran jalanan di distrik Aden Khormaksar, al-Mansoura, dan Dar Sad, kata Abdu.
Qatar Kecam Tuduhan Emirat Arab Mediasi Pemberontak Yaman
Jalan-jalan kosong. Sekolah, kantor pemerintah, dan sebagian besar toko tutup.
Hani bin Braik, wakil presiden STC, menyalahkan pemerintah Hadi atas pertempuran dalam sebuah cuitan di Twitter.
“Mereka memaksa kami mengenakan kembali seragam militer kami, meski kami mengatakan kepada mereka bahwa kami anti-kekerasan, tapi kami siap,” katanya.
Menanggapi pengumuman tersebut, Zaid al-Jamal, sekretaris pemimpin STC Aidarous al-Zubaidi, bersumpah bahwa “pemberontakan” akan berlanjut sampai pemerintahan Hadi “digulingkan”.
“Kami telah mengumumkan sebuah program pemberontakan rakyat baru yang akan dimulai besok. Warga sudah mulai membanjiri Al-Orouth Square dan tidak akan pergi sampai pemerintah digulingkan.”
Saluran TV Saudi Al-Hadath melaporkan bahwa Hadi menyerukan gencatan senjata segera dan meminta semua pihak menarik pasukannya dari kota.
Seruan gencatan senjata itu “terlambat” karena pasukan separatis dengan tegas telah menguasai “kendali”, anggota lain dari STC mengatakan.
“Saya mengharapkan campur tangan [Arab Saudi] dan menekan pemerintah [Hadi] untuk mengundurkan diri,” kata sumber tersebut tanpa menyebut nama karena dia tidak berwenang berbicara dengan Al Jazeera.
“Hadi hanya meminta gencatan senjata untuk menyelamatkan sisa-sisa tentaranya,” katanya, menambahkan pertempuran telah mencapai momen yang “menentukan”.
Sumber tersebut juga mengatakan ada korban di kedua sisi dengan sedikitnya 24 orang dikonfirmasi tewas, dan tembakan senjata berat masih bergema di seluruh kota menjelang malam.