UU Beri Makan Paksa Israel Sama Saja Legalkan Bunuh Tahanan Palestina

UU Beri Makan Paksa Israel Sama Saja Legalkan Bunuh Tahanan Palestina

PALESTINA (Jurnalislam.com) – Asosiasi dokter Palestina di Eropa mengkhawatirkan penerapan undang-undang asupan makanan secara paksa terhadap para tawanan Palestina yang mogok makanan di dalam penjara Zionis.

Kepala asosiasi dokter Palestina di Eropa, Dr. Mundzir Rajab dalam pernyataanya, Rabu (14/09/2016), mengatakan, keputusan pemerintah Israel hanya akan mengembalikan pada legalitas pembunuhan tawanan Palestina secara perlahan dengan penyiksaan sistematis terhadap manusia, lansir Infopalestina.

Rajab menyebutkan, keputusan pemerintahan Israel tak bermoral. Sebuah keputusan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan serta pelanggaran yang sangat berbahaya bagi undang-undang internasional. UU tersebut merupakan kejahatan terhadap konvensi Tokyo tahun 1975 juga Konvensi Malta tahun 1991, khusus terkait dengan hak-hak tawanan, yaitu pemaksaan terhadap para tawanan mogok makan di dalam penjara diasupi makanan secara paksa.

Rajab juga menjelaskan bahayanya asupan makanan secara paksa. Tatkala tawanan mogok makanan dipaksa dipaksa untuk makan melalui selang atau pipa yang sudah disiapkan, maka bisa membahayakan jiwa tawanan seperti risiko perdarahan dan cedera berdarah dan serangan jantung mendadak dengan menaikkan saraf kesepuluh, serta kemungkinan cedera tengkorak, kerongkongan, bawah faring nya lebih besar. ”

Dia menambahkan: “Ketika anda menggunakannya melalui jalan darah, maka akan meningkatkan risiko sistem gangguan jantung, pneumotoraks, kompresor parah dan berbahaya. Selain ritme jantung akan semakin tingga dan bisa menyebabkan kematian dalam banyak kasus, selain risiko infeksi serius, dan keracunan darah dan pembekuan darah.

Para tawanan melakukan aksi mogok makan dalam memerangi kebijakan penangkapan administrasi oleh pemerintah Zionis. Kebijakan tersebut ditetapkan oleh badan intelijen Israel bekerja sama dengan komandan wilayah tengah Tepi Barat antara satu bulan hingga enam bulan berdasarkan data keamanan rahasia terkait para tawanan.

Infopalestina

 

Bagikan