New Delhi (Jurnalislam.com) – India memperingatkan bahwa Pakistan “akan membayar atas petualangan mereka” di Kashmir yang dikuasai India setelah terjadi serangan mematikan di sebuah kamp tentara di kota Jammu, Aljazeera melaporkan Selasa (13/2/2018).
Sedikitnya enam tentara India tewas setelah pejuang menyerbu kamp tentara Sunjuwan pada hari Sabtu (10/02/2018). Ketiga penyerang gugur dalam pertempuran senjata yang berlanjut selama lebih dari dua hari.
“Pakistan sedang memperluas jalur teror … Kami akan berikan bukti untuk membuktikan bahwa mereka kembali ke Pakistan dan mereka adalah dalang, yang mempengaruhi semua ini … Pakistan akan membayar untuk kesia-siaan ini,” Nirmala Sitharaman, menteri pertahanan India, mengatakan pada hari Senin (12/02/2018).
Pertempuran Sengit Memasuki Hari Kedua di Kashmir, 5 Tentara India Tewas
Komentarnya muncul saat wilayah Himalaya yang terpecah menyaksikan dua serangan mematikan dalam tiga hari, meningkatkan ketegangan antara Negara tetangga Asia Selatan.
Pejabat India menyalahkan Jaish-e-Muhammad (JeM), sebuah kelompok perlawanan bersenjata yang berbasis di Pakistan, atas serangan Jammu, namun kementerian luar negeri Pakistan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “Tuduhan India terlalu dini dan tidak tepat.”
Mohammed Faisal, juru bicara Kementerian Luar Negeri, pada hari Selasa mengatakan bahwa “kecenderungan India untuk menyalahkan Pakistan, tanpa sedikit pun bukti, sangat disesalkan” dan “tidak menggambarkan kredibilitas.”
Dia menambahkan: “Yang lebih menyedihkan adalah nada mengancam [India] yang memanaskan suasana yang sudah tegang, ditandai dengan pelanggaran gencatan senjata oleh India yang belum pernah terjadi sebelumnya.”
Secara terpisah, Khurram Dastgir, menteri pertahanan Pakistan, mengatakan: “Setiap agresi India, kesalahan perhitungan yang strategis, atau misadventure (petualangan)… harus dibalas dengan respon yang sama dan proporsional.”
Pada hari Selasa, seorang pejabat dari Central Reserve Police Force (CRPF) India mengatakan seorang tentara paramiliter dan dua pejuang tewas dalam serangan lain di Srinagar, kota utama Kashmir yang dikelola India.
Tentara India Ujug-ujug Berondong Artileri ke Lembah Kashmir, 2 Warga Tewas dan6 Terluka
Rajesh Yadav, juru bicara CRPF, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa operasi pencarian di daerah tersebut telah memicu baku tembak dengan para penyerang.
“Pertemuan berlanjut selama sekitar 20 jam, di mana kita kehilangan satu personil paramiliter. Kedua pejuang yang bersembunyi di sebuah bangunan besar juga tewas. Operasi telah berakhir,” kata pejabat tersebut.
“Informasi awal menyebutkan keduanya berasal dari kelompok Lashkar-e-Taiba meskipun kami belum mengkonfirmasi identitas mereka,” kata Yadav.
Serangan hari Sabtu di pangkalan militer itu adalah adalah serangan terbesar sejak September 2016 ketika pejuang separatis menyerbu sebuah pangkalan militer di kota perbatasan Kashmir di Uri, menewaskan 18 tentara India.
Menurut pemerintah Jammu & Kashmir, sedikitnya 56 pasukan India telah terbunuh selama tiga tahun terakhir dalam baku tembak lintas batas, mengakhiri sebuah kesepakatan gencatan senjata yang sebagian besar berhasil ditandatangani pada tahun 2003.
Pemerintah menyalahkan tentara Pakistan atas kematian sebanyak 97 orang, termasuk 41 warga sipil, dan melukai 383 lainnya dalam 834 pelanggaran gencatan senjata selama tiga tahun terakhir.
Konflik intensitas rendah yang sedang berlangsung di Kashmir telah menimbulkan pertanyaan tentang keefektifan pendekatan garis keras Narendra Modi.
Mehbooba Mufti, yang mengatur Jammu & Kashmir sebagai menteri utama sebuah koalisi yang di dalamnya mencakup partai Modi, yaitu BJJ, pada hari Senin mendesak India dan Pakistan untuk mengadakan pembicaraan.
Pembantaian Jammu, Genosida Muslim Kashmir oleh Hindu India yang Terlupakan
“Masalah mendasar kita belum terselesaikan. Tidak ada solusinya tanpa dialog,” katanya.
Para ahli mengatakan bahwa kekerasan tersebut dapat meningkat di masa depan kecuali pemerintah India dan Pakistan mengambil “tindakan segera.”
“Meningkatnya kekerasan di perbatasan dan serangan teror di negara menandakan ketidakmampuan pemerintah India dan Pakistan untuk tiba pada modus vivendi untuk de-eskalasi konflik,” kata Happymon Jacob, profesor di School of International Studies di Universitas Jawaharlal Nehru, New Delhi, kepada Al Jazeera.
Tetapi dengan pemilihan nasional tahun 2019 yang akan datang, kepemimpinan politik di kedua negara dipandang hanya sedikit terdorong untuk mengajukan penawaran perdamaian atau mengajukan proposal diplomatik.
“Secara umum, Pakistan harus mengendalikan kelompok teror anti-India, dan New Delhi harus bersedia membahas isu-isu yang menonjol dengan Pakistan termasuk di Kashmir. Kecuali ada kemauan politik di kedua belah pihak, tidak satu pun hal ini dapat dicapai,” Jacob kata