400 Tewas dalam 5 Hari oleh Rezim Assad, Warga Ghouta: Bertahan atau Mati Bersama

400 Tewas dalam 5 Hari oleh Rezim Assad, Warga Ghouta: Bertahan atau Mati Bersama

SURIAH (Jurnalislam.com) – Lebih dari 400 orang telah terbunuh di Ghouta Timur, sebuah kelompok pemantau mengatakan, pada hari kelima serangan pemboman udara yang terus-menerus dilakukan oleh pasukan rezim Syiah Suriah yang didukung oleh pesawat tempur Rusia.

The Syrian Observatory for Human Rights mengatakan sedikitnya 403 orang terbunuh dalam serangan “histeris” yang dimulai pada hari Ahad, termasuk 150 anak-anak. Hampir 2.120 lainnya luka-luka.

Utusan khusus PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, menekankan perlunya gencatan senjata yang mendesak dalam komentar yang dibuat menjelang pertemuan Dewan Keamanan PBB hari Kamis (22/2/2018).

“Situasi kemanusiaan di Ghouta Timur sangat memprihatinkan dan oleh karena itu, kita memerlukan gencatan senjata yang menghentikan pemboman berat di Ghouta Timur dan pembantaian terhadap warga akibat mortir yang ditembakkan secara membabi buta di Damaskus,” katanya.

Terus Bantai Warga Ghouta Timur, Rezim Syiah Assad Abaikan Kecaman Sekjen PBB

Dia menambahkan bahwa gencatan senjata perlu diikuti dengan akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan dan sebuah evakuasi yang memfasilitasi warga yang terluka keluar dari Ghouta Timur, dan memperingatkan bahwa ini adalah pengulangan tragedi Aleppo.

Warga Ghouta Timur, yang sebagian besar mengungsi, mengatakan bahwa tidak ada yang bisa mereka lakukan dan tidak ada tempat untuk bersembunyi, hanya bisa bertahan atau mati bersama.

Rafat al-Abram tinggal di Douma dan merupakan montir mobil. Serangan udara dalam beberapa hari terakhir telah mengganggu pekerjaannya karena jalan yang dia lalui hancur oleh serangan udara dan artileri.

“Saya berhasil mendapatkan beberapa peralatan dan perlengkapan saya, dan memperbaiki mobil kapan pun saya bisa,” katanya kepada Al Jazeera.

“Terkadang saya juga memperbaiki ambulans pertahanan sipil, yang sering rusak karena digunakan terus menerus untuk menolong korban.”

Inilah Ghouta Timur, Wilayah Krisis Kemanusian Terburuk Abad 21 yang Masih Berlangsung (Infografik)

Istrinya dan dua anak remaja perempuan, Khadijah, 17, dan Ola, 15, tinggal di rumah. Mereka memulai hari dengan duduk bersama sebelum Abram mengunjungi tetangganya untuk membantu karena mendapatkan berita duka terbaru.

“Terkadang pemboman terjadi di tempat saya bekerja, yang berarti saya harus buru-buru membantu pertahanan sipil menarik korban dari reruntuhan,” katanya.

Setelah Abram kembali ke rumah, dia mengatakan bahwa dia dihantui pemandangan tak tertahankan yang dia saksikan di siang hari.

“Melihat seorang ayah atau ibu meratap dan menangis atas anak-anak mereka yang telah meninggal, atau seorang ayah membawa anaknya yang satu kakinya diamputasi, atau yang lain berteriak kepada Tuhan dan kemudian pada orang-orang untuk membantu menyelamatkan keluarganya yang semuanya terbaring di bawah reruntuhan sebuah bangunan … Saya mencoba untuk menghibur mereka meskipun saya ingin duduk dan menangis bersama mereka atas kengerian yang terjadi di sekitar kita,” katanya.

Bagikan