Zakat Fitrah

Zakat Fitrah

JURNALISLAM.COM – Zakat fitr (Zakat Fitrah), adalah zakat yang berkaitan dengan bulan Ramadhan, ketika kaum muslimin telah mengakhiri masa-masa puasa mereka di bulan tersebut, hingga akhir bulan yang disusul dengan datangnya bulan Syawal.

Oleh karenanya ia disebut Fitr, yang artinya berbuka dan tidak lagi diwajibkan berpuasa. Dari sini kita mengetahui bahwa zakat fitr adalah zakat yang disyariatkan sebagai pertanda berakhirnya bulan Ramadhan .

a. Definisi zakat fitrah

Zakat fitrah, menurut istilah, ialah shodaqoh yang diwajibkan dengan sebab selesainya puasa dibulan Ramadhan.

b. Hukum zakat fitrah.

Zakat fitrah wajib hukumnya atas setiap muslim yang merdeka atau hamba sahaya baik laki-laki atau perempuan berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar رضي اللَّه عنه .

عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ε فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنَ الْمُسْلِمِينَ. (رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ ومسلم)

Dari Ibu ‘Umar, katanya: Bahwasanya Rasululloh صلى الله عليه و سلم , mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan, sebanyak satu sho’ (3.5) liter kurma atau gandum. Atas tiap-tiap muslim merdeka atau hamba lelaki atau perempuan. (HSR. Bukhori dan Muslim).

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ قَالَ : كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ كُلِّ صَغِيرٍ وَكَبِيرٍ حُرٍّ أَوْ مَمْلُوكٍ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ.

Dari Abi Sa’id, katanya , “Kami mengeluarkan zakat fitrah segantang dari makanan atau gandum atau kurma, atau susu kering, atau anggur kering.” (HSR. Bukhori dan Muslim).

c. Syarat mengeluarkan zakat fitrah.

Diwajibkan zakat fitrah atas orang-orang yang telah terpenuhi syarat-syarat berikut:

1. Islam (tidak ada kewajiban zakat atas orang kafir).

وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَى وَلَا يُنْفِقُونَ إِلَّا وَهُمْ كَارِهُونَ

Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.(QS. At-Taubah: 54)

2. Mampu untuk mengeluarkan zakat fitrah .

Yaitu mempunyai bahan makanan untuk dirinya dan bahan makanan orang yang berada dalam tanggungannya pada malam ‘Ied dan keesokan harinya (ini adalah pendapat Jumhur ‘Ulama) inilah pendapat yang kuat.

3. Merdeka, atau hamba sahaya, baik laki-laki ataupun perempuan.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِε فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنَ الْمُسْلِمِينَ. (رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ ومسلم)

Dari Ibnu ‘Umar, katanya: Bahwasanya Rasululloh صلى الله عليه و سلم , mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan, sebanyak satu sho’ (3.5) liter kurma atau gandum. Atas tiap-tiap muslim merdeka atau hamba lelaki atau perempuan. (HSR. Bukhori dan Muslim).

d. Jenis makanan zakat fitrah.

Makanan yang dikeluarkan untuk zakat fitrah adalah jenis makanan pokok yang dimakan sehari-hari dan menjadi kebiasaan setiap negeri atau daerah setempat. Walaupun jenis makanannya berbeda pada setiap daerah seperti beras, gandum, jagung dan lain-lain.

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ قَالَ : كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ كُلِّ صَغِيرٍ وَكَبِيرٍ حُرٍّ أَوْ مَمْلُوكٍ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ

Dari Abi Sa’id, katanya , “Kami mengeluarkan zakat fitrah segantang dari makanan atau gandum atau kurma, atau susu kering, atau anggur kering.” (HSR. Bukhori dan Muslim).

e. Orang yang diwajibkan membayar zakat fitrah.

Wajib bagi setiap muslim mengeluarkan zakat fitrah bagi dirinya dan orang yang menjadi tanggungan hidupnya, baik anak kecil ataupun dewasa, laki-laki atau perempuan, merdeka atau budak. Sebagaimana telah dijelaskan oleh hadits ‘Umar رضي اللَّه عنه .

عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِε فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنَ الْمُسْلِمِينَ. (رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ ومسلم)

Dari Ibnu ‘Umar, katanya : Bahwasanya Rasululloh صلى الله عليه و سلم , mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan, sebanyak satu sho’ (3.5) liter kurma atau gandum. Atas tiap-tiap muslim merdeka atau hamba lelaki atau perempuan. (HSR. Bukhori dan Muslim).

f. Ukuran atau kadar zakat fitrah.

Kadar atau ukuran yang harus dikeluarkan dalam zakat fitrah telah terjadi ikhtilaf dikalangan ulama, dimana mereka berbeda tentang khinthoh (gandum), ada yang mengatakan setengah gantang ada yang mengatakan satu gantang, tetapi paendapat yang paling kuat dan shohih adalah satu gantang atau 3 1/2 liter dalam ukuran beras, sebagaimana dijelaskan dalam hadits shohih.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِε فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنَ الْمُسْلِمِينَ. (رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ ومسلم)

Dari Ibnu ‘Umar, katanya: Bahwasanya Rasululloh صلى الله عليه و سلم ,mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan, sebanyak satu sho’ (3.5) liter kurma atau gandum. Atas tiap-tiap muslim merdeka atau hamba lelaki atau perempuan. (HSR. Bukhori dan Muslim).

g. Waktu mulai menunaikan zakat fitri (zakat fitrah)

Penamaan yang ditunjukkan dalam hadis untuk zakat ini adalah “zakat fitri” (arab: زكاة الفطر ), bukan “zakat fitrah”. Gabungan dua kata ini ‘zakat fitri’ merupakan gabungan yang mengandung makna sebab-akibat. Artinya, penyebab diwajibkannya zakat fitri ini adalah karena kaum muslimin telah selesai menunaikan puasanya di bulan Ramadan (berhari raya).” (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, jilid 23, hlm. 335, Kementerian Wakaf dan Urusan Islam, Kuwait).

Berdasarkan pengertian di atas, zakat fitri ini (zakat fitrah) disyariatkan disebabkan adanya “fitri”, yaitu waktu selesainya berpuasa (masuk hari raya). Rangkaian dua kata ini ‘zakat fitri’ mengandung makna pengkhususan. Artinya, zakat ini khusus diwajibkan ketika ada waktu fitri. Siapa saja yang menjumpai waktu fitri ini, zakat fitrinya wajib ditunaikan. Sebaliknya, siapa saja yang tidak menjumpai waktu fitri maka tidak wajib baginya ditunaikan zakat fitri.

Kapan batas waktu “fitri” (zakat fitrah)?

Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat. Mayoritas ulama Mazhab Syafi’iyah berpendapat bahwa waktu “fitri” adalah waktu sejak terbenamnya matahari di hari puasa terakhir sampai terbitnya fajar pada tanggal 1 Syawal. (Syarh Shahih Muslim An-Nawawi, 7:58)

Syekh Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang hukum menunaikan zakat fitri (zakat fitrah) di awal Ramadan. Dalam Fatawa Arkanul Islam Syekh Ibnu Utsaimin, hlm. 434, jawaban beliau termuat, “Zakat fitri (zakat fitrah) dikaitkan dengan waktu ‘fitri’ karena waktu ‘fitri’ adalah penyebab disyariatkannya zakat ini. Jika waktu fitri setelah Ramadan (tanggal 1 Syawal) merupakan sebab adanya zakat ini, itu menunjukkan bahwa zakat fitri (zakat fitrah) ini terikat dengan waktu fitri tersebut, sehingga kita tidak boleh mendahului waktu fitri.

Oleh karena itu, yang paling baik, waktu mengeluarkan zakat ini adalah pada hari Idul Fitri, sebelum melaksanakan shalat. Hanya saja, boleh didahulukan sehari atau dua hari sebelum shalat id, karena ini akan memberi kemudahan bagi pemberi dan penerima zakat. Adapun sebelum itu –pendapat yang kuat di antara pendapat para ulama adalah– tidak boleh.

Berdasarkan keterangan ini, waktu menunaikan zakat fitri (zakat fitrah) ada dua:

  1. Waktu boleh, yaitu sehari atau dua hari sebelum hari raya.
  2. Waktu utama, yaitu pada hari hari raya sebelum shalat.

Adapun mengakhirkan pembayaran zakat fitri (zakat fitrah) sampai setelah shalat maka ini hukumnya haram dan zakatnya tidak sah. Berdasarkan hadis Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu,

من أداها قبل الصلاة فهي زكاة مقبولة، ومن أداها بعد الصلاة فهي صدقة من الصدقات

Barang siapa yang menunaikan zakat fitri sebelum shalat maka itu adalah zakat yang diterima, dan barang siapa yang menunaikannya setelah shalat maka statusnya hanya sedekah.’ (H.r. Abu Daud dan Ibnu Majah; dinilai hasan oleh Al-Albani)

Kecuali bagi orang yang tidak tahu tentang hari raya, seperti orang yang tinggal di daratan terpencil, sehingga dia agak telat mengetahui waktu tibanya hari raya, atau kasus semisalnya. Dalam keadaan ini, diperbolehkan menunaikan zakat fitri setelah shalat id, dan statusnya sah.

 

Bagikan