WASHINGTON (jurnalislam.com)– Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjamu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam sebuah pertemuan tertutup pada Senin (7/7/2025) waktu setempat guna mendorong tercapainya kesepakatan gencatan senjata di Gaza. Pertemuan ini berlangsung di tengah negosiasi tidak langsung antara Israel dan Hamas di Doha, Qatar, yang sejauh ini belum membuahkan hasil.
Trump menyatakan keyakinannya bahwa peluang tercapainya kesepakatan gencatan senjata pekan ini cukup besar. Hal ini disampaikannya menyusul kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Iran. Dalam pertemuan ketiga mereka sejak Trump kembali menjabat, Presiden AS itu menggelar makan malam dengan Netanyahu, yang saat ini tengah menghadapi proses hukum oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan bahwa Trump menjadikan pengakhiran perang di Gaza dan pemulangan seluruh sandera sebagai prioritas utama pemerintahannya. Leavitt juga mendesak Hamas untuk segera menyetujui proposal gencatan senjata yang ditengahi oleh AS, menyusul persetujuan Israel terhadap kesepakatan pertukaran sandera dan tahanan.
Sementara itu, negosiasi tidak langsung antara Hamas dan Israel kembali digelar pada Senin di Doha. Sesi perundingan tersebut kembali berakhir tanpa terobosan, kata seorang pejabat Palestina kepada AFP. Delegasi kedua pihak tetap berada di ruangan terpisah dalam satu gedung.
Trump dijadwalkan mengirim utusan khususnya, Steve Witkoff, untuk bergabung dalam putaran lanjutan negosiasi di Doha pada akhir pekan ini. Netanyahu juga dijadwalkan mengadakan pertemuan terpisah dengan Witkoff dan Menteri Luar Negeri Marco Rubio sebelum bertemu Trump pada pukul 18.30 waktu setempat.
Dalam pernyataannya sebelum berangkat ke Washington, Netanyahu menyebut bahwa pertemuannya dengan Trump “dapat membantu memajukan” kesepakatan gencatan senjata. Trump pun menyampaikan optimisme bahwa kesepakatan dengan Hamas bisa dicapai dalam pekan ini.
Trump juga menyinggung rencananya untuk membahas kesepakatan damai jangka panjang dengan Iran, menyusul gencatan senjata antara kedua negara setelah serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran. Namun, pembicaraan di Washington maupun Doha diperkirakan akan berlangsung alot, mengingat tanggapan awal Hamas terhadap proposal gencatan senjata dinilai “tidak dapat diterima” oleh Netanyahu.
Proposal yang dibahas mencakup gencatan senjata selama 60 hari, di mana Hamas akan membebaskan 10 sandera yang masih hidup serta menyerahkan beberapa jenazah, sebagai imbalan atas pembebasan tahanan Palestina oleh Israel. Namun, Hamas juga mengajukan sejumlah syarat tambahan, termasuk jaminan penghentian serangan, penarikan pasukan Israel, dan pengembalian sistem distribusi bantuan yang dipimpin oleh PBB.
Di dalam negeri, Netanyahu menghadapi tekanan politik yang meningkat agar segera menyetujui kesepakatan demi pemulangan para sandera yang tersisa. Di Tel Aviv, sejumlah kerabat sandera menggelar demonstrasi di dekat kantor diplomatik AS, mendesak pemerintah Israel dan AS untuk segera mengakhiri konflik.
“Presiden Trump buat sejarah. Bawa mereka semua pulang. Akhiri perang,” bunyi salah satu spanduk yang dibawa demonstran.
Dari total 251 orang yang disandera oleh Hamas dalam serangan yang memicu perang Oktober lalu, sebanyak 49 orang masih diyakini ditahan di Gaza, termasuk 27 orang yang menurut militer Israel telah meninggal dunia. Di sisi lain, Israel saat ini menahan sekitar 10.000 warga Palestina, sepertiganya tanpa dakwaan atau proses peradilan.
Dua upaya gencatan senjata sebelumnya telah gagal, sementara berbagai upaya mediasi berikutnya juga terus menemui jalan buntu. Penolakan Israel terhadap tuntutan Hamas untuk menghentikan perang secara permanen menjadi salah satu kendala utama tercapainya kesepakatan damai. (Bahry)
Sumber: TNA