
BIMA (Jurnalislam.com) – Ketua DPD Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Bima, Muhammad Ayyubi mengatakan, meskipun mayoritas akan tetapi umat Islam di Indonesia selalu dianaktirikan. Pernyatan tersebut disampaikan menanggapi Revisi Undang-undang Anti Terorisme yang sedang digodok pemerintah.
“Negara Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tetapi kenapa penduduk yang beragama Islam selalu dianaktirikan,” katanya dalam acara muzakarah tokoh umat di Aula Kantor Yayasan Islam, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bima, Ahad (21/8/2016).
Langkah pemerintah merevisi undang-undang terorisme, dinilai Ayyubi hanya akan membuat rakyat semakin diteror. Sebab, lanjutnya, di dalam pasal 1 ayat 5 UU Terorisme dikatakan ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan ataupun tanpa menggunakan sarana elektronik yang dapat menimbulkan rasa takut terhadap orang atau masyarakat secara luas atau mengekang kebebasan hakiki seseorang atau masyarakat.
“Pada pasal ini saja masih multi tafsir, dapat menimbulkan rasa takut yang dimaksudkan itu kepada siapa? Ini tidak jelas, dan akan rawan untuk dijadikan sebagai sarana politik,” tegasnya.
Oleh karena itu, Ayyubi menilai revisi undang-undang terorisme hanyalah sebuah pesanan dan mengikuti keinginan dari barat dan asing.
“Siapa nantinya yang akan menilai dan mengkritisi undang-undang itu, karena undang-undang itu seperti rel yang dimana orang-orang yang berada di atas mengikutinya dalam menentukan sikap dan keputusan, kalau sudah seperti ini, maka nantinya undang-undang itu jelas akan menjadi ancaman buat umat Islam,” jelasnya.
Pemerintah dinilainya terlalu mudah menyudutkan umat Islam dengan label teroris. Padahal menurutnya, banyak kelompok separatis di negeri ini yang melakukan tindakan terror tetapi tidak dimasukkan dalam kategori terorisme.
“Orang non muslim saja yang sudah nyata-nyata melakukan pengeboman serta para separatis yang melakukan kekacauan terhadap negara, kenapa tidak didakwa dan dijerat dengan undang-undang terorisme,” tandasnya.
Ayyubi menegaskan, pihaknya menolak revisi undang-undang terorisme ini karena pada hakikatnya justru pemerintah sendiri yang menteror rakyatnya, karena masyarakat merasa tidak aman selama ini.
“Dan kalaupun undang-undang itu harus di revisi, paling tidak undang-undang itu harus bisa menghilangkan ambigu terhadap makna teroris dan menghilangkan diskriminasi terhadap umat Islam,” pungkasnya.
Reporter: Sirath | Editor: Ally Muhammad Abduh