Terungkap, Begini Kondisi Anak-anak Muslim Uighur di Kamp Konsentrasi Cina

Terungkap, Begini Kondisi Anak-anak Muslim Uighur di Kamp Konsentrasi Cina

JURNIS – Akhir Janurari 2019, sebuah majalah daring yang giat memperjuangkan kebebasan dan HAM berbasis di Itali, Bitter Winter menerbitkan video dokumenter tentang kondisi terbaru muslim Uighur.

Video berjudul “Exclusive Video: State Indoctrination of Uyghur Children in Xinjiang Exposed” itu menceritakan kondisi anak-anak minoritas Uighur di Xinjiang yang dimasukkan dalam sekolah yang disebut kamp re-edukasi dinamai “Loving Heart”. 

Jurnalislam.com secara resmi telah mendapat izin dari pihak Bitter Winter untuk mempublikasikan semua video, artikel hasil investigasi mereka tentang kondisi masyarakat muslim Uighur di Xinjiang. 

Satu juta minoritas Muslim Uyghur ditahan untuk dire-edukasi. Apa yang terjadi dengan anak-anak mereka? Mereka dikurung di “sekolah” propaganda Cina.

Anak-anak Uyghur ditahan di sekolah dan TK yang diberinama “Loving Heart” di Xinjiang. Mereka diawasi dengan ketat dan hanya dididik dalam bahasa Cina. Biasanya, pintu gerbang sekolah ini dikunci dengan kuat. Dindingnya dikelilingi oleh kawat berduri, dan aksesnya juga dikontrol sangat ketat. Anak-anak nyaris tidak diberi kesempatan untuk pergi keluar. Anak-anak hanya dapat melihat orang tua mereka sebulan sekali melalui video call. Menurut seorang guru di TK tersebut, anak-anak selalu menangis setelah berbicara dengan orang tua mereka melalui video call.

”Loving Heart” adalah nama sarana yang diberikan oleh pemerintah Cina untuk menyembunyikan fakta sesungguhnya kepada dunia luar. Dan nama-nama seperti itu sudah umum digunakan di Xinjiang.

Lebih dari satu juta orang Uyghur dikurung dalam penjara yang kemudian disebut  “transformasi warga Xinjiang melalui kamp pendidikan” (Xinjiang’s tranformation through education camp) , sehingga semakin banyak anak yang kehilangan pengasuhan orang tua. Bahkan ada nama khusus bagi keluarga dengan kedua orang tuanya yang dipenjara: “keluarga yang ditahan ganda” (double-detained families)

Sebelumnya, “Bitter Winter” melaporkan tentang rumah penampungan di kota baru di daerah Qapqal, Provinsi Ili Kazakh. “Rumah penampungan” adalah istilah yang diberikan otoritas Cina untuk fasilitas perumahan dan mengindoktrinasi anak-anak yang orang tuanya telah ditangkap.

Rumah penampungan ini mulai beroperasi pada Agustus 2018. Tidak seperti sekolah biasa, ketika masuk, pengunjung harus mendaftarkan informasi ID mereka di ruang keamanan khusus, dan barang-barang pribadi harus melewati pemeriksaan kemananan.

Pos-pos penjagaan yang dijaga ketat, kawat berduri di sekeliling dinding, kamera pengintai, helm, dan alat pengontrol kerusuhan lainnya di ruang pertama di dalam gedung asrama. Semua itu menggambarkan bahwa ini bukan sekolah biasa. Peta Tiongkok digantung di asrama, dan dindingnya ditutupi dengan slogan propaganda, seperti “Saya orang Cina; Saya cinta negara saya  dan selalu setia  kepada Partai”. Hiasan-hiasan semacam itu sudah sngat akrab, menjadi  doktrin  yang  tertransformasi melalui kamp pendidikan

[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=CNAtx4FFlRQ[/embedyt]

Pemerintah bahkan menugaskan instruktur militer untuk melatih anak-anak ini.

Meskipun ada berbagai fasilitas di rumah penampungan, hal ini tidak dapat menebus rasa sakit anak-anak karena kehilangan orang tua mereka.

Menurut seorang guru di “rumah penampungan,” setiap malam tiba, anak-anak menangis karena ingin pulang untuk melihat orangtuanya. Para guru mengaku cukup terganggu (dilematis) dengan kondisi tersebut, karena mereka juga sebenarnya dipaksa oleh pemerintah untuk bertugas disini.

“Banyak guru telah kelelahan. Tidak ada solusi. Terlepas dari apakah Anda seorang Cina Han atau Uyghur, selama Anda mengatakan sesuatu yang salah, Anda akan dikirim untuk ‘belajar’ (ke kamp re-edukasi) untuk jangka waktu yang tidak terbatas, meninggalkan rumah Anda tanpa pengawasan, dan anak Anda dikirim ke rumah penampungan ini untuk pendidikan. Kebijakan untuk tahun ini adalah menjaga stabilitas daripada bekerja, ” ungkap seorang guru di sekolah tersebut.

Permasalahan emosional bukanlah fenomena yang berbeda disini. Seorang guru yang sebelumnya bekerja di “rumah kesejahteraan” (serupa dengan rumah penampungan) di kota Bole mengatakan kepada Bitter Winter bahwa lebih dari 200 anak Uyghur yang bertempat di fasilitas itu mengalami kejiwaan yang tidak stabil. Beberapa dari mereka bahkan mencoba meminum deterjen atau menelan tulang ikan untuk melukai diri mereka sendiri. Dan beberapa orang bertanya, “Apakah ini penjara?”

Seorang sipir penjara di Xinjiang mengatakan, “Ketika berurusan dengan pendidikan anak-anak etnis minoritas, pemerintah mengadakan pendidikan yang kaku dan terisolasi. Dengan petugas polisi keamanan sebagai guru mereka, anak-anak muda Uyghur dipaksa untuk belajar kurikulum Cina yang secara seragam telah diatur oleh pemerintah -mereka harus berbicara bahasa Cina, makan daging babi, memakai pakaian Han, dan hidup sesuai dengan kebiasaan dan tradisi orang Han. Mereka dibatasi untuk lingkungan ini, tanpa ada kesempatan untuk menghubungi dunia luar. Diindoktrinasi dengan pendidikan yang berat dan wajib, anak-anak dari etnis minoritas ini secara tidak sadar taat pada pemerintah Partai Komunis Tiongkok. ”

Pada tahun 2017, sekolah serupa “Loving Heart” dan transformasi ideologi melalui kamp-kamp pendidikan telah muncul dalam jumlah besar di Xinjiang. Menurut sumber, di daerah Lop saja, ada 11 sekolah Loving Heart untuk anak usia 1 hingga 3 tahun dan sembilan taman kanak-kanak untuk usia 3 hingga 6 tahun. Tujuh kelas penitipan anak telah diadakan di jenjang SMP dan SMA. Diantaranya, di Xinhua mengajarkan 150 balita berusia 1 hingga 3 tahun. Di daerah Yudu, lebih dari 500 anak berusia 3 hingga 6 tahun. Sekolah Dasar No. 3 distrik Lop mengajarkan lebih dari 900 anak-anak (usia 7 hingga 16 tahun) dari  “keluarga yang ditahan ganda.” Di daerah Lop saja, sebanyak 2.000 anak ditahan.

Saat akhir wawancara, banyak anak Uyghur dikirim ke rumah penampungan di daerah Qapqal. Di antara mereka, yang paling besar berusia 17 atau 18 tahun, dan yang paling kecil berusia tiga tahun. Sambil menunggu untuk mendaftar, anak-anak melihat ke kejauhan dengan ekspresi memprihatinkan di wajah mereka. Mungkin ini adalah waktu luang terakhir yang mereka miliki sebelum ditempatkan dalam indoktrinasi negara.

Sumber: bitterwinter.org

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.