DAMASKUS (jurnalislam.com)– Pemerintah Suriah menandatangani serangkaian kesepakatan investasi besar senilai total $14 miliar atau sekitar Rp224 triliun dengan sejumlah perusahaan internasional. Kesepakatan ini mencakup 12 proyek strategis di bidang infrastruktur, transportasi, dan properti, sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi pascaperang yang melanda negara itu selama hampir 14 tahun.
Salah satu proyek utama adalah pembangunan kembali Bandara Internasional Damaskus senilai $4 miliar (sekitar Rp64 triliun), bekerja sama dengan UCC Holding dari Qatar. Selain itu, pemerintah juga menandatangani kesepakatan $2 miliar (Rp32 triliun) dengan perusahaan investasi nasional Uni Emirat Arab (UEA) untuk pembangunan sistem metro di ibu kota Damaskus.
“Proyek-proyek ini akan tersebar di berbagai wilayah Suriah dan menandai perubahan besar dalam pembangunan infrastruktur dan kehidupan ekonomi,” ujar Talal al-Hilali, Kepala Otoritas Investasi Suriah, dalam seremoni penandatanganan yang digelar di Istana Kepresidenan Damaskus, Rabu (6/8/2025).
Kesepakatan tersebut juga mencakup proyek Menara Damaskus senilai $2 miliar (Rp32 triliun) yang ditangani oleh perusahaan Italia UBAKO, pembangunan Menara Baramkeh senilai $500 juta (Rp8 triliun), serta pengembangan pusat perbelanjaan Mal Baramkeh senilai $60 juta (Rp960 miliar).
Acara penandatanganan dihadiri oleh Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa dan Utusan Khusus Amerika Serikat untuk Suriah, Tom Barrack. Dalam sambutannya, Barrack menyampaikan ucapan selamat atas pencapaian tersebut dan menyebutnya sebagai “kebangkitan pusat perdagangan dan kemakmuran baru di kawasan”.
Kesepakatan investasi ini datang di tengah upaya pemerintah baru Suriah untuk mengatasi dampak konflik sektarian di provinsi Suwayda yang meletus pada 13 Juli lalu, serta ketegangan akibat serangan udara Israel yang diklaim dilakukan untuk melindungi kelompok Druze, namun turut menggempur jantung kota Damaskus.
Sejak penggulingan Presiden Bashar al-Assad pada Desember tahun lalu, pemerintahan baru terus mendorong masuknya investasi asing demi mempercepat rekonstruksi nasional. Langkah ini juga didukung oleh pencabutan sanksi oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang selama ini membatasi aktivitas ekonomi Suriah.
Selain kesepakatan terbaru ini, sejumlah kerja sama besar telah diumumkan sebelumnya:
– Arab Saudi pada bulan lalu menandatangani investasi senilai $6,4 miliar (sekitar Rp102,4 triliun).
– Pada Juli, perusahaan DP World dari UEA menyepakati pengembangan Pelabuhan Tartous senilai $800 juta (Rp12,8 triliun).
– Pada Mei, Suriah menandatangani kontrak energi senilai $7 miliar (Rp112 triliun) dengan konsorsium perusahaan dari Qatar, Turki, dan AS.
Menurut perkiraan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), biaya rekonstruksi Suriah setelah perang diperkirakan mencapai lebih dari $400 miliar (sekitar Rp6.400 triliun). Al-Hilali menyebut kesepakatan-kesepakatan tersebut sebagai “titik balik” menuju masa depan Suriah yang lebih stabil dan sejahtera. (Bahry)
Sumber: Al Jazeera