Sersan Israel Akui Gunakan Anak-anak Palestina Sebagai Tameng Hidup

Sersan Israel Akui Gunakan Anak-anak Palestina Sebagai Tameng Hidup

GAZA (jurnalislam.com)– Associated Press (AP), dalam laporan yang dirilis pada Sabtu, 24 Mei 2025, mengungkap kesaksian warga Palestina yang mengaku dipaksa oleh tentara Israel menjadi tameng hidup dalam operasi militer di Gaza maupun Tepi Barat.

Seorang sersan Israel yang tidak bersedia disebutkan namanya karena alasan keamanan mengungkapkan bahwa pasukannya sempat mencoba menolak perintah menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia pada pertengahan 2024. Namun, ia mengatakan bahwa mereka tidak diberi pilihan. Bahkan, seorang perwira senior menyatakan bahwa pasukan tak perlu khawatir tentang hukum humaniter internasional.

Pasukan itu, kata sang sersan, sempat menggunakan seorang remaja 16 tahun dan pria dewasa berusia 30 tahun sebagai tameng selama beberapa hari.

“Anak laki-laki itu terus-menerus gemetar,” ujarnya. Keduanya terus mengulang kata “Rafah, Rafah” merujuk pada kota paling selatan di Gaza, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mengungsi.

“Mereka tampak memohon untuk dibebaskan,” tambah sang sersan. “Salah satu dari mereka berkata, ‘Saya punya anak.’”

Masoud Abu Saeed (36) juga menjadi korban. Ia mengatakan kepada Associated Press bahwa dirinya dipaksa oleh tentara Israel menjadi tameng manusia selama dua pekan pada Maret 2024 di Khan Younis, Gaza selatan.

“Ini sangat berbahaya,” katanya mengingat peristiwa tersebut. “Saya punya anak dan ingin bersatu kembali dengan mereka.”

Abu Saeed mengaku disuruh masuk ke rumah-rumah, gedung-gedung, dan bahkan rumah sakit untuk menggali terowongan yang dicurigai sebagai tempat operasi militan. Ia dipakaikan rompi penanggap pertama, dibekali palu, pemotong rantai, dan sebuah ponsel. Dalam salah satu operasi, ia bertemu saudaranya sendiri yang juga sedang dijadikan tameng oleh unit militer Israel lainnya.

“Kami berpelukan. Saya pikir tentara Israel telah mengeksekusinya,” katanya.

Praktik serupa juga terjadi di Tepi Barat. Hazar Estity, warga kamp pengungsi Jenin, menceritakan bahwa pada November 2023, tentara Israel membawanya kembali ke rumahnya. Ia dipaksa merekam bagian dalam beberapa apartemen dan membersihkannya sebelum pasukan masuk.

“Saya sangat takut mereka akan membunuh saya,” ujarnya.
“Dan saya tidak akan melihat putra saya lagi.” Estity mengatakan ia sempat memohon untuk kembali kepada anaknya yang masih berusia 21 bulan, namun permintaannya diabaikan.

Michael Schmitt, profesor hukum internasional dari Akademi Militer AS di West Point, mengatakan bahwa sangat sulit bagi seorang komandan untuk meyakinkan pasukannya agar tetap patuh pada hukum.

“Sungguh berat rasanya melihat tentara Anda sendiri dan berkata: Anda harus patuh,” kata Schmitt. (Bahry)

Sumber: TNA

Bagikan