Senja Ceria di Bekas Danau Purba

Senja Ceria di Bekas Danau Purba

Sementara di sepetak lahan pertanian yang masih belum ditanami, bocah- bocah sembalun lainnya, tengah sibuk kian kemari berebut si kulit bundar. Derai tawa hahaha…, air muka yang tampak ceria, menjadi hiburan tersendiri bagi mereka.

JURNALISLAM.COM – Senin (27/08/2018). Sore yang cerah. Matahari menyemburat dari langit Barat, membelai warga Sembalun Bumbung, Lombok Timur, pengujung Agustus 2018.

Menyusuri tenda pengungsian di berpetak lahan pertanian di sana, tak satupun dijumpai warga yang cemberut. Mereka sumringah, seperti tak pernah terjadi kengerian apapun. Padahal, dunia tahu, Gempa berskala besar berkali-kali mengguncang Lombok, bahkan hingga saat menulis catatan ini. Memaksa mereka kehilangan apa-apa yang dimiliki.

Tengoklah di Masjid Darurat yang diinisiasi Sinergi Foundation (SF) di sana. Sore itu, bocah – bocah Sembalun begitu antusias datang, meriahkan acara yang dipandu para relawan Happy Center, sebuah program Trauma Healing yang digagas Gerakan Berbagi Tamiang (Gebetan) berkolaborasi dengan SF. Ada lomba puisi, tahfidz Quran, lomba adzan, dan seabrek kreativitas lainnya. Upaya mengurangi atau bahkan mengatasi trauma yang tersisa akibat gempa.

Di beberapa sudut pengungsian lainnya, para lelaki bahu membahu membangun sarana umum, berupa MCK darurat. Inipun atas inisiasi mereka, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Relawan lintas Lembaga kemanusiaan yang hadir, termasuk Sinergi Foundation, sebatas melakukan pendampingan, untuk sekadar sharing jika muncul masalah yang memerlukan alternatif sudut pandang.

Begitulah satu karakteristik warga Sembalun. Dalam kondisi sesulit apapun, sedapat mungkin jangan sampai merepotkan orang lain.

Anak-anak warga Sembalun Bumbung, Lombok Timur sedang bermain bola. FOTO: Habe/INA News Agency

Sementara di sepetak lahan pertanian yang masih belum ditanami, bocah- bocah sembalun lainnya, tengah sibuk kian kemari berebut si kulit bundar. Derai tawa hahaha…, air muka yang tampak ceria, menjadi hiburan tersendiri bagi mereka. Sekadar melepas penat, sembari menanti matahari senja tenggelam di peraduan. Hingga selimut gelap mulai menutupi cekungan alam. Bekas danau purba, yang kini dikepung bibir kaldera.

Sayup-sayup adzan maghrib berkumandang. Panggilan kebahagiaan untuk hamba yang beriman. Tak lama, seruan pun ditunaikan. Shaf -shaf masjid darurat di sela kamp pengungsian Sembalun, sudah terisi rapat.

Takbir. Dan batin pun syahdu mendengarkan. Fasih nian suara sang Imam. Menjahar kalam suci AlQuran.

Ciut nyali ini, yang tak berdaya saat bumi diguncangkan. Saat jasad melayang, seperti debu-debu beterbangan. Saat ajal terasa begitu dekat, sedekat jari dan kuku yang melekat.

اَللَّهُمّ إِنّيْ أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيْهَا، وَخَيْرَ مَا أَرْسَلْتَ بِهِ؛ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا، وَشَرِّمَافِيْهَا وَشَرِّمَا أَرْسَلْتَ بِهِ

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kehadirat-Mu kebaikan atas apa yang terjadi, dan kebaikan apa yang di dalamnya, dan kebaikan atas apa yang Engkau kirimkan dengan kejadian ini. Dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari keburukan atas apa yang terjadi, dan keburukan atas apa yang terjadi di dalamnya, dan aku juga memohon perlindungan kepada-Mu atas apa-apa yang Engkau kirimkan.. Aamiin.

Reporter & Foto : Habe / INA

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.