Puluhan Perwira Intelijen Elit Israel Menolak Bertugas di Gaza, Sebut Perintah Netanyahu ‘Ilegal’

Puluhan Perwira Intelijen Elit Israel Menolak Bertugas di Gaza, Sebut Perintah Netanyahu ‘Ilegal’

TEL AVIV (jurnalislam.com)– Sebanyak 41 perwira dan prajurit cadangan intelijen militer Israel mengumumkan penolakan mereka untuk bertugas dalam operasi tempur di Jalur Gaza. Dalam surat terbuka yang dirilis Selasa malam (10/6), mereka menyebut perintah dari pemerintah Israel sebagai “jelas-jelas ilegal” dan menolak ikut serta dalam perang yang mereka sebut “perang abadi yang tidak perlu.”

Surat tersebut ditujukan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, serta Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel. Para penandatangan surat diidentifikasi sebagai anggota direktorat intelijen Pasukan Pertahanan Israel (IDF), termasuk mereka yang berasal dari unit elit 8200 yang dikenal memiliki peran penting dalam operasi intelijen dan pemilihan target serangan di Gaza.

“Ketika pemerintah bertindak untuk motif tersembunyi, melukai warga sipil dan menyebabkan terbunuhnya orang-orang yang tidak bersalah, perintah yang dikeluarkannya jelas ilegal, dan kita tidak boleh mematuhinya,” bunyi pernyataan dalam surat tersebut.

Mereka menuduh pemerintahan Netanyahu melanjutkan perang semata untuk mempertahankan kekuasaan dan menyenangkan faksi-faksi ekstremis dalam pemerintahan. Mereka juga menuding pemerintah telah secara sadar menggagalkan kesepakatan gencatan senjata pada bulan Maret lalu yang dapat menyelamatkan nyawa para sandera Israel yang ditahan oleh Hamas.

Kelompok ini mengklaim bahwa “banyak sandera telah terbunuh oleh pengeboman IDF” dan pemerintah telah meninggalkan mereka. Beberapa penandatangan juga menyatakan bahwa serangan yang dilakukan IDF sering kali tidak mempertimbangkan keselamatan warga sipil di Gaza.

Surat itu disusun dan dirilis oleh kelompok antiperang Soldiers for the Hostages. Ini mencerminkan meningkatnya perbedaan pendapat di kalangan militer terkait berlanjutnya perang di Gaza, serta peningkatan jumlah tentara yang menolak bertugas.

Salah satu perwira intelijen yang menandatangani surat itu mengatakan kepada The Guardian: “Semua kematian itu tidak perlu. Para sandera menderita dan mati. Tentara dikirim tanpa tujuan. Dan semua pembunuhan di Gaza, semuanya sama sekali tidak perlu.”

Pernyataan mereka memperkuat kritik publik dari kalangan militer terhadap kebijakan Netanyahu. Sebelumnya, pada bulan April, sekitar 250 prajurit cadangan dan alumni unit 8200 juga menyerukan diakhirinya perang, meskipun tidak sampai pada penolakan terbuka untuk bertugas.

Surat terbaru ini mengajak warga Israel untuk menentang perang dengan berbagai cara.

“Sebagian dari kami akan menolak [bertugas] secara terbuka, sementara banyak lainnya akan menolak dengan cara lain yang tidak diumumkan,” tulis mereka.

Seorang perwira lain yang menolak bertugas menggambarkan konflik tersebut sebagai tindakan brutal tanpa moral.

“Saya merasa bahwa mereka berhenti berpikir dan merasakan, dan mereka bersedia melakukan segalanya untuk mencapai tujuan yang sebenarnya bukan tujuan yang benar… jika memang ada tujuan, itu adalah untuk mencoba menyingkirkan penduduk Gaza dengan cara apa pun.”

Penolakan ini menjadi salah satu bentuk perlawanan internal paling mencolok terhadap perang Israel di Gaza, yang telah berlangsung lebih dari delapan bulan dan menewaskan puluhan ribu warga sipil Palestina. (Bahry)

Sumber: The Guardian

Bagikan