SOLO (Jurnalislam.com) – Pakar Hukum Universitas Juanda Bogor, Dr Muhammad Taufiq menilai pemerintah menerapkan standar ganda dalam menangani sejumlah kasus kelompok bersenjata di Indonesia. Ia mengaku heran dengan penyebutan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang disematkan kepada gerakan separatisme OPM yang dipimpin oleh Egianus Kogoya itu.
“Dan saya mengatakan pemerintah membuat standar ganda, kita lihat di kelompoknya Santoso di Poso itu kan disebut sebagai pemberontak dan ditembak mati, yang menembak kan tentara, kenapa ini tidak diperlakukan hal yang sama,” katanya kepada Jurnalislam.com, Jum’at (7/12/2018).
“Saya justru khawatir ada hidden agenda, atau agenda tersembunyi bagaimana mau memaksakan agar kasus kasus ini menjadi kasus kekerasan sipil bersenjata nanti mereka menjadi besar dan justru mereka besar dan berinteraksi dengan penduduk maka mereka akan menuntut referendum bahwa negara tidak mampu memberikan keamanan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, kata Taufiq, menjadi sebuah paradox ketika pemerintah memaknai teroris dan separatisme itu hanya ketika pelakunya adalah seorang muslim.
“Ini kan sebuah kenaifan, yang sudah memenuhi unsur-unsur separatisme, unsur-unsur pemberontakan, pembunuhan dan menggulingkan kekuasaan yang sekarang (dilakukan OPM-red) kok hanya disebut KKB,” ujarnya.
Untuk itu, Taufiq yang juga ketua Tim Advkkasi Reaksi Cepat (TARC) itu berharap pemerintah tidak tebang pilih dalam menangani pemberontakan gerakan-gerakan yang merongrong NKRI.
“Nanti akan muncul dan ini sudah sejalan dengan aksi demo di Surabaya yang anarki itu, aksi demo di Jogja dan beberapa tempat. Itu kan jelas arahnya separatisme,” pungkasnya.