JAKARTA(Jurnalislam.com) — Ketua Panitia Pengarah Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-34, Prof Muhammad Nuh, menjelaskan bahwa Muktamar NU ke-34 berupaya menyiapkan peta jalan utama untuk melahirkan pembaharu. Muktamar NU ini momentum untuk menyiapkan fondasi.
“Bagian integral dari pembaharuan itu adalah kemandirian dalam perkhidmatan kepada masyarakat. Mandiri bukan sekadar secara pengetahuan saja, melainkan kesatuan pengetahuan, pola pikir dan perilaku,” kata Prof Nuh, Selasa (30/11).
Prof Nuh mengatakan, bertekad NU memiliki sebuah ekosistem tersendiri di usianya ke-100. Ekosistem tersebut mencakup sistem dakwah, layanan kesehatan hingga pusat perekonomian. Oleh karena itu, semangat yang harus dibangun dalam mewujudkan cita-cita bersama itu adalah spirit kekitaan, bukan lagi personal.
“Ke depan tidak ada lagi saya, sebab yang ada hanyalah kita,” ujarnya.
Prof Nuh mengatakan, jembatan menuju kemandirian itu juga harus dibangun oleh orang-orang yang sudah expert. Sebab pembangunan rumah sakit misalnya, tidak cukup dengan hanya niat dan tekad, tetapi juga membutuhkan modal, pelaksanaan pembangunannya, hingga pengelolaannya, bukan sekadar percobaan.
“Expert itu tahu persoalan dan jawaban dan melaksanakan,” ujar Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.
Sekretaris Jenderal Majelis Alumni (MA) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), KH Asrorun Ni’am Sholeh, menanggapi soal waktu pelaksanaan Muktamar NU ke-34. Dia menegaskan hal itu adalah domain PBNU.
“Sepelik apapun masalah, dalam tradisi NU selalu ada jalan terbaik untuk menyelesaikan, apalagi soal tanggal pelaksanaan. Majelis alumni menyerahkan kepada PBNU dan para masyayikh,” kata Kiai Asrorun.
Ia mengatakan, kematangan khazanah keagamaan pasti akan memandu guna mencari titik temu dan jalan keluar. Metode aljam’u wat taufiq (kompromi dan konsensus) serta kaedah fikih dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalb al-mashalih (mencegah mafsadah didahulukan dari pada menarik kemanfaatan) menjadi salah satu pemandunya.
Menurut Sekretaris SC Muktamar NU ke-34 ini, di samping pertimbangan teknis, ada pertimbangan spiritual yang perlu ditempuh. Setelah mempertimbangan aspek keselamatan dari pandemi Covid-19, aspek kesiapan teknis kepanitiaan, selanjutnya istikharah dan tawakkal.
Sumber: republika.co.id