JAKARTA (jurnalislam.com)— Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menilai persoalan sound horeg yang meresahkan masyarakat tidak bisa diselesaikan hanya dengan fatwa keagamaan. Solusi konkret tetap harus melibatkan peran aktif pemerintah dan aparat penegak hukum.
Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, KH Miftahul Huda, saat menanggapi maraknya laporan masyarakat tentang gangguan akibat aktivitas sound horeg di berbagai daerah.
“Sound horeg ini bukan hanya mengganggu kenyamanan, tapi sudah masuk pada kerusakan fisik, seperti kaca rumah yang pecah, dan polusi suara yang mengganggu pendengaran. Itu jelas masuk kategori hal yang dilarang dalam agama,” ujar Kiai Miftah kepada MUIDigital, Senin (7/7/2025).
Ia menekankan bahwa bila suatu aktivitas sudah mengganggu ketertiban umum dan merusak lingkungan, maka menjadi kewenangan aparat seperti kepolisian dan Satpol PP untuk bertindak.
“Fatwa sifatnya tidak mengikat secara hukum positif. Karena itu, penanganan sound horeg tidak cukup dengan fatwa saja. Harus ada intervensi dari aparat keamanan dan pemerintah daerah,” tegasnya.
Menurut Kiai Miftah, salah satu bentuk intervensi yang bisa diambil adalah dengan mengeluarkan surat edaran resmi dari pemerintah yang menyatakan bahwa aktivitas sound horeg mengganggu ketentraman umum dan merusak lingkungan.
“Itu sudah termasuk dalam ranah keamanan lingkungan. Pemerintah daerah dan kepolisian yang seharusnya bertanggung jawab,” ujarnya.
Kiai Miftah juga meluruskan bahwa hingga saat ini, MUI Pusat belum mengeluarkan fatwa haram terkait sound horeg. Fatwa yang beredar merupakan hasil keputusan forum Bahtsul Masail yang digelar di kalangan pesantren di Pasuruan, Jawa Timur.
“Besok, Rabu, MUI Jawa Timur akan menggelar sidang untuk membahas masalah ini lebih lanjut, dengan melibatkan pelaku sound horeg, tokoh masyarakat, hingga ahli THT. Jadi saat ini belum ada fatwa resmi dari MUI terkait hal tersebut,” pungkasnya.
Sumber: muidigital