Mengkritisi Omnibus Law: Belajar dari Umar bin Abdul Aziz Sejahterakan Rakyat

Mengkritisi Omnibus Law: Belajar dari Umar bin Abdul Aziz Sejahterakan Rakyat

Oleh:  Jumi Yanti Sutisna

Begitu mulia niat pemerintah Indonesia untuk mensejahterakan rakyat, menyelamatkan Indonesia dari resesi, menyelamatkan 7 juta pengangguran dengan UU Cipta Kerja yang diharapkan dapat menarik investor atau para pengusaha untuk membuka lapangan kerja di Indonesia dengan berbagai kemudahan, namun ternyata kemudahan itu dengan mengorbankan hak kesejahteraan buruh.

 

Berikut poin UU Cipta Kerja yang dinilai beberapa pihak mengorbankan hak buruh :

  1. Penghapusan Upah Minimun Kota/Kabupaten (UMK)
  2. Pemangkasan Nilai Pesangon
  3. Tak Ada Batas Waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
  4. Karyawan Kontrak dan Outsourcing Seumur Hidup
  5. Jam Kerja Eksploitatif
  6. Penghilangan Hak Cuti dan Hak Upah Atas Cuti
  7. Ancaman Hilangnya Pensiun dan Kesehatan Buruh.

 

Entah apakah benar tujuan dilahirkannya UU Cipta Kerja adalah untuk mensejahterakan rakyat, menyelamatkan Indonesia dari resesi, menyelamatkan 7 juta pengangguran?

Namun rupanya banyak masyarakat Indonesia yang terancam kesejahteraannya dengan 7 poin yang disebutkan diatas, sehingga menimbulkan gelombang demontrasi di berbagai kota, penolakan terhadap UU Cipta Kerja yang diajukan Presiden Jokowi dan 5 Oktober 2020 lalu disahkan DPR.

Untuk tujuan mensejahterakan rakyat, sepertinya Indonesia perlu menengok sekelumit kisah menarik pada masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz  dengan semboyan yg terkenalnya yaitu,”Wahai anakku, jika kepala itu shalih maka tidak ada kerisauan pada jasad”

Mari kita renungi kisahnya:

Seseorang melihat ada pengembala yang sedang mengembala domba-dombanya, di tengah domba-dombanya terlihat ada 30 ekor anjing, lalu orang itu bertanya kepada si penggembala domba,

“Kenapa terlalu banyak anjing mengelilingi gembalan mu” kata orang itu,

“Ketahuilah itu bukan anjing tetapi musang wahai anakku” jawab si penggembala,

“Subhanallah, musang diantara domba, apakah tidak akan mencelakai domba?” kata orang itu lagi,

“Wahai anakku, jika kepala itu shalih maka tidak ada kerisauan pada jasad” jawab penggembala itu lagi.

Rupanya penggembala itu adalah Umar bin Abdul Aziz.

 

Kisah ini adalah rahasia sukses Umar bin Abdul Aziz dalam memimpin, bahkan musang-musang pun pada masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz tidak berburu domba, karena kebutuhannya telah terpenuhi oleh sang Khalifah. Tidak ada korupsi dan sejenisnya dimasa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz. Sehingga prosedur buka usaha tidak menyulitkan pengusaha. Buruh pun tetap diberi kelayakan untuk sejahtera.

 

Pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz ekonomi Islam dapat diterapkan secara menyeluruh. Padahal tidak sedikit kendala yang dihadapi oleh beliau, diantaranya beliau mewarisi negara dalam kondisi yang tidak sempurna dan bahkan dalam beberapa hal jauh dari Islam akibat penyelewengan yang dilakukan Khalifah bani ummayah sebelumnya. Kekuasaan Umar bin Abdul Aziz setara dengan 39 negara namun hanya dalam waktu 29 bulan bisa menciptakan zero penerima zakat. Masyaa Allah luar biasa bukan?

Seperti apa kesejahteraan masyarakat di masa kekhalifahan Umar Bin Abdul Azis?

Ibnu Abdil Hakam dalam kitabnya Sirah Umar bin Abdul Aziz hal. 59 meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata,

”Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekakannya.” (Al-Qaradhawi, 1995).

Abu Ubaid dalam Al-Amwal hal. 256 mengisahkan, Khalifah Umar Abdul mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, gubernur Irak, agar membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi itu.  Dalam surat balasannya, Abdul Hamid berkata, “Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka tetapi di Baitul Mal masih terdapat banyak uang.”

Umar memerintahkan, “Carilah orang yang dililit utang tapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi utangnya.”  Abdul Hamid kembali menyurati Umar, “Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang.” Umar memerintahkan lagi, “Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya.”

Abdul Hamid sekali lagi menyurati Umar, “Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah tetapi di Baitul Mal ternyata masih juga banyak uang.”

Akhirnya, Umar memberi pengarahan, “Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah pinjaman kepada mereka agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih.” (Al-Qaradhawi, 1995).

Bagaimana? Sudah terbayangkah bagaimana kesejahteraan masyarakat pada masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz?  Saking sejahteranya, sulit mencari orang miskin di masa kekhalifahannya.

Tentu penasaran, bagaimana Umar bin Abdul Aziz merubah negara yang banyak kendala dijadikannya negara nan sentosa. Inilah yang dilakukan Umar bin Abdul Aziz, menerapkan 8 kebijakan ekonomi di masa kekhalifahannya :

 

  1. Meningkatkan upah kaum buruh setara dengan setengah gaji para pejabat negara atau istana.
  2. Melarang gubernur menggunakan uang umat sebagai modal usaha pribadinya.
  3. Memutuskan bahwa negara menanggung utang seseorang jika memang orang tersebut benar-benar terbukti tidak mampu membayar utang selama utangnya bukan untuk bermaksiat.
  4. Menganjurkan kebebasan berusaha dan tidak mencampuri harga-harga.
  5. Melarang menjual tanah kharaj.
  6. Meringankan pajak petani.
  7. Memerintahkan penghematan,

“jika suratku ini tiba ditanganmu, maka pertajam pena dan perkecil tulisan, gabungkan keperluan yang banyak dalam 1 lembar, karena kaum muslimin tidak memerlukan kata-kata panjang yang merugikan baitul mal”

  1. Menetapkan gaji untuk para balita yang yatim karena orang tuanya gugur dalam peperangan. Sungguh bertolak belakang dengan 7 point UU Cipta Kerja yang ditolak oleh buruh Indonesia bukan? Mari kita lihat lagi bagaimana kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz menerapkan 8 kebijakan yang mengantarkan negara nya zero penerima zakat.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz malakukan redistribusi kekayaan negara yaitu dengan melakukan restrukturisasi organisasi negara, pemangkasan birokrasi, penyederhanaan sistem administrasi, hal ini pada dasarnya telah menghemat belanja negara, dan pada waktu yang sama, mensosialisasikan semangat bisnis dan kewirausahaan di tengah masyarakat. Dengan cara begitu Umar bin abdul azis memperbesar sumber-sumber pendapatan negara melalui zakat, pajak dan jizyah.

Kejayaan Ekonomi Islam di masa Umar bin Abdul Aziz bisa tercipta bukan karena sistem ekonomi saja yang Islami. Melainkan karena beliau menegakkan ajaran Islam degan tegas dan menyeluruh dalam kepemimpinannya.

Ekonomi Islam hanya akan mungkin berhasil jika diterapkan dalam masyarakat Islam yang menerapkan Islam secara menyeluruh, baik di bidang ekonomi itu sendiri maupun di bidang-bidang lainnya seperti politik, sosial, pendidikan, budaya, dan lain-lain (Al-Qaradhawi, 1995)

Itulah, jika pemimpin itu benar menjalan segala sesuatu berdasarkan syariat Allah maka tidak ada kekhawatiran di dalam diri setiap rakyatnya, sehingga rakyat tidak perlu takut lapar kemudian saling berebut, saling menyikut untuk mendapatkan makanan meski dengan cara yang haram, karena rakyat telah percaya dan yakin bahwa pemimpinnya berlaku amanah dan adil terhadap kebutuhan hidup rakyatnya.[] *Penulis adalah Jurnalis

 

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.