Kronologi Versi Persidangan KM 50: Ada Perintah Menguntit, Berujung Bunuh Sadis Laskar FPI

Kronologi Versi Persidangan KM 50: Ada Perintah Menguntit, Berujung Bunuh Sadis Laskar FPI

JAKARTA(Jurnalislam.com) — Sidang perdana kasus unlafwul killing atau penembakan kepada enam laskar Front Pembela Islam (FPI) hingga tewas, dengan terdakwa Briptu Fikri R dan Ipda M Yusmin digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jalan Ampera Raya, Kecamatan Pasar Minggu, Senin (18/10).

Agenda sidang adalah pembacaan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU), termasuk kronologis peristiwa terbunuhnya enam orang anggota laskar FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, Provinsi Jawa Barat. Jaksa mengatakan, peristiwa penembakan tersebut bermula ketika Habib Rizieq Shihab (HRS) menghindari pemeriksaan kasus protokol kesehatan (prokes) di Polda Metro Jaya.

Polisi kemudian menerima informasi bahwa para pendukung HRS hendak menggeruduk dan mengepung gedung Polda Metro Jaya, serta melakukan aksi anarkistis. Polda pun lantas melakukan antisipasi dengan memerintahkan anggotanya mengawasi HRS.

“Polisi memerintah terdakwa Briptu Fikri R, terdakwa Ipda M Yusmin O, Ipda Elwira Priadi Z yang telah meninggal dunia, dan saksi Aipda Toni Suhendar, Bripka Adi I, Bripka Faisal KA, dan Bripka Guntur P untuk menyelidiki rencana penggerudukan tersebut,” kata jaksa saat membacakan dakwaannya di PN Jaksel, Senin (18/10).

Hal itu didasarkan pada informasi yang diterima polisi dengan nomor R/LI20/XII/2020/Subdit 3/Resmob tanggal 5 Desember 2020, tentang Rencana Penggerudukan dan Pengepungan Polda Metro Jaya saat pemeriksaan HRS pada 7 Desember 2020.

Kemudian, surat perintah tugas nomor SP.Gas/9769/12/2020/Subdit III/Resmob tanggal 5 Desember 2020 dan surat perintah penyelidikan nomor SP.Lidik/5626/XII/2020/Ditreskrimum tanggal 5 Desember 2020 tentang melakukan tindakan kepolisian dalam rangka penyelidikan berdasarkan informasi hasil patroli siber terkait rencana penggerudukan Polda Metro Jaya oleh jutaan massa PA 212 tersebut.

Para anggota yang mendapatkan tugas, kemudian mulai melakukan pemantauan di perumahan The Nature Mutiara Sentul, Kabupaten Bogor, dengan tiga mobil pada Ahad, 6 Desember 2020 sekitar pukul 22.00 WIB. Ketika rombongan HRS meninggalkan perumahan itu dengan 10 mobil, polisi pun mengikutinya.

Dalam perjalanan, mobil yang dikemudikan Bripka Faisal KA dan ditumpangi oleh terdakwa Briptu Fikri R, Ipda M Yusmin O, dan Ipda Elwira PZ dihalangi oleh mobil Chevrolet Spin warna abu-abu dan Toyota Avanza warna silver di pintu keluar Tol Karawang Timur pada Senin, 7 Desember 2020 pukul 00.05 WIB.

Kemudian, ketika berada di jalan interchange Kabupaten Karawang, mobil Toyota Avanza yang dikemudikan anggota FPI itu menyerempet dan menyenggol bumper kanan mobil polisi. Aparat lantas mengejar mobil anggota FPI tersebut, namun tiba-tiba muncul mobil Chevrolet spin yang lantas memepet dan memberhentikan.

“Mobil berhenti di depan Hotel Novotel di jalan international dan keluar empat orang anggota FPI dari mobil Chevrolet dengan membawa senjata tajam dan menghampiri mobil polisi,” ujar jaksa.

Satu di antaranya, lalu menyerang dengan melayangkan samurai ke kap mesin mobil lantas membacok sekali lagi ke arah kaca depan mobil. Polisi kemudian memberikan tembakan peringatan ke arah atas sambil berteriak ‘polisi’, dan meminta keempatnya tak bergerak. Keempat anggota FPI itu lalu berlari ke arah mobilnya.

Tak lama, muncul dua orang lagi dari mobil anggota FPI itu mengarahkan tembakan ke mobil polisi sebanyak tiga kali. Polisi lantas membalas tembakan tersebut ke arah keduanya yang hendak kembali ke mobil dan kabur. Anggota FPI bernama Faiz AS terkena tembakan polisi di bagian lengan tangannya.

Mobil anggota FPI itu berhasil kabur sehingga terjadi aksi saling mengejar dan menembak. Saat itu, terdakwa Briptu Fikri R dan Ipda M Yusmin O mengarahkan tembakannya ke arah penumpang di bagian belakang mobil FPI. Sedangkan laskar FPI yang melakukan penembakan berada di bagian depan pengemudi.

Ban mobil anggota FPI terkena tembakan, meski begitu mereka tidak berhenti sedikit pun. Aksi saling kejar masih terus berlanjut, dan aparat menemukan kendaraan anggota FPI menabrak pembatas jalan dan mobil yang terparkir di rest area.

Bripka Faisal KA, terdakwa Briptu Fikri R, Ipda M Yusmin O, dan Ipda Elwira PZ lantas menghampiri mobil anggota FPI dan meminta mereka turun. Aparat melakukan penggeledahan dengan menyita empat buah ponsel, senjata api, senjata tajam dan peluru.

Di sana, ada enam orang anggota FPI, dua di antaranya tergeletak di jok yang ternyata telah meninggal dunia. Polisi memerintahkan agar empat orang anggota FPI tersebut tiarap, namun dengan kondisi tidak diborgol.

Padahal, wajib bagi polisi untuk memborgol atau mengikat tangan pelaku kejahatan saat tertangkap. Keempatnya anggota FPI, yaitu M Reza, A Sofiyan, K Suci Khadavi P, dan L Hakim.

Polisi kemudian menghubungi rekan mereka untuk turut merapat di rest area KM 50. Bripka Adi Ismanto dan Aipda Toni Suhendar menggunakan Daihatsu Xenia mendatangi lokasi.

“Keempatnya (anggota FPI) dimasukan ke dalam mobil untuk dibawa ke kantor polisi, Briptu Fikri R, Ipda M Yusmin O, dan Ipda Elwira PZ pun mengawalnya. Hanya saja mereka mengabaikan SOP pengawalan dan pengamanan tersebut,” kata jaksa.

“Saat dalam perjalanan, M Reza dibantu L Hakim mencekik leher Briptu Fikri, sedangkan A Sofiyan dan M Suci Khadavi turut membantu menyeroyok dan menjambak Briptu Fikri,” ucap jaksa melanjutkan.

Berikutnya, Ipda M Yusmin O mengurangi kecepatan kendaraannya agar Ipda Elwira PZ leluasa melakukan penembakan. Ipda Elwira PZ lantas menembak L Hakim sebanyak empat kali dan A Sofiyan sebanyak dua kali hingga tewas.

Padahal, seharusnya Ipda M Yusmin O menepikan kendaraannya sebagai pengendali kendaraan sekaligus pimpinan rombongan sesuai hierarki kepangkatan dan senioritas. Tindakan utama dan pertama harus dilakukan menepikan kendaraannya sekaligus menghentikan pengeroyokan dan percobaan perampasan senjata tersebut.

Kalau pun terpaksa bisa menggunakan senjata api, kata jaksa, hanya sekadar melumpuhkan. Hal mengingat keempat anggota FPI itu tak lagi memiliki senjata tajam atau senjata api sebagaimana Pasal 44 ayat 2 Perkap RI Nomor 8 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Tugas Kepolisian.

Jaksa menganggap, aparat harusnya bukan membiarkan Ipda Elwira PZ memanfaatkan senjata apinya untuk mengarahkan langsung ke L Hakim dan A Sofiyan. Kemudian, ia menembak ke bagian yang mematikan di dada, yang mana tindakan tersebut dengan sengaja merampas nyawa orang lain dengan cara melakukan penembakan tanpa memperkirakan akibatnya bagi orang lain.

“Setelah terlepas dari cekikan sudah merasa aman, entah apa dalam benak Briptu Fikri R, tanpa rasa belas kasihan dengan sengaja merampas nyawa orang lain dengan cara melakukan penembakan pada dada kiri M Reza sebanyak dua kali dan M Suci Khawavi sebanyak tiga kali,” kata Jaksa.

Setelah keempat anggota FPI itu tertembak hingga tak bernyawa, Ipda M Yasmin menepikan kendaraannya lalu melaporkannya ke Kompol Ressa F Marassa Bessy. Ketiganya lalu diperintahkan untuk membawa keempat anggota FPI itu ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati Polri guna dilakukan penanganan medis.

Sumber: republika.co.id

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.