JAKARTA (jurnalislam.com)โ Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut terkait dugaan penyimpangan pembagian 20.000 kuota haji tambahan tahun 2024. Pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (1/9/2025).
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa pemeriksaan kali ini berfokus pada mekanisme penentuan alokasi kuota tambahan yang dibagi ke jalur reguler maupun khusus. Penyidik, kata dia, juga mendalami dugaan adanya aliran dana dari pembagian kuota tersebut.
โPenyidik mendalami terkait kuota tambahan yang kemudian melalui keputusan menteri dilakukan plotting atau pembagian kuota haji khusus dan reguler. Asal-usul pembagian 50 persenโ50 persen itu menjadi fokus penyidik. Selain itu, dugaan-dugaan aliran uang dari pembagian kuota haji tersebut juga didalami dalam pemeriksaan hari ini,โ kata Budi.
Ia menambahkan, pemeriksaan terhadap Gus Yaqut kali ini merupakan yang pertama di tahap penyidikan. Sebelumnya, pemeriksaan masih berada di tahap penyelidikan.
๐๐ฒ๐น๐๐บ ๐๐ฑ๐ฎ ๐ง๐ฒ๐ฟ๐๐ฎ๐ป๐ด๐ธ๐ฎ
Menjawab pertanyaan soal mengapa KPK belum menetapkan tersangka dalam kasus ini, Budi menegaskan bahwa proses masih berjalan.
โKPK masih terus mendalami, menganalisis keterangan dari para saksi, termasuk saksi-saksi lain yang hari ini juga diperiksa. Penyidik mendalami terkait aliran uang yang mengalir dari para travel atau pengelola biro perjalanan haji kepada pihak-pihak terkait di Kementerian Agama,โ jelasnya.
Menurut Budi, hingga kini status Gus Yaqut masih sebagai saksi. KPK menggunakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum dalam perkara kuota haji tambahan ini sehingga belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
โNanti akan kami sampaikan updatenya jika sudah ada pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka,โ ujarnya.
๐๐ผ๐ป๐๐ฒ๐ธ๐ ๐๐ฎ๐๐๐ ๐๐๐ผ๐๐ฎ ๐๐ฎ๐ท๐ถ
Tambahan 20.000 kuota haji untuk Indonesia diberikan oleh Kerajaan Arab Saudi pada tahun 2024. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, pembagiannya seharusnya 92 persen untuk jemaah haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Dengan aturan tersebut, dari tambahan kuota itu semestinya 18.400 dialokasikan untuk haji reguler dan 1.600 untuk haji khusus. Namun, menurut KPK, pembagian yang dilakukan justru 50 persen untuk reguler dan 50 persen untuk khusus.
Skema ini dianggap menyalahi aturan karena menguntungkan biro travel haji khusus yang mematok biaya jauh lebih tinggi dibandingkan kuota reguler.