JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah tetap memfasilitasi semua siswa-siswi untuk ikut Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) dan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), tanpa terkecuali.
Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, pihaknya memiliki perhatian khusus terhadap anak-anak yang berada dalam permasalahan.
“KPAI mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi hak anak-anak untuk mengikuti ujian sebagai bentuk pemenuhan hak-hak atas pendidikan. Apapun kesalahan peserta didik, sudah seharusnya anak-anak tersebut tetap diberi hak mengikuti ujian,” ujar Retno dalam keterangan pers Minggu (31/3/19).
Selain itu, kata Retno, anak-anak pelaku pidana yang berada di LAPAS, juga harus diberi kesempatan mengikuti UN dengan pengawalan pihak kepolisian.
KPAI mengingatkan, meski anak-anak yang dianggap melakukan kesalahan atau pelanggaran disiplin, hak atas pendidikan tetap harus dijamin, sesuai Konvensi Hak Anak (KHA) dan UU Perlindungan Anak.
“Hak anak mengikuti ujian tetap harus dipenuhi, namun terkait kelulusan yang bersangkutan merupakan hak pendidik dan satuan pendidikan sebagaimana sudah ditentukan dalam peraturan perundangan dan kriteria kelulusan,” imbuhnya.
Kemudian, Retno juga menyoroti siswa-siswi yang terkena dampak bencana alam. Anak-anak yang belajar di sekolah-sekolah darurat, menurut Retno, pemerintah wajib memfasilitasi sepenuhnya USBN maupun UN-nya, dengan materi soal disesuaikan dengan kemampuan mereka.
“Anak-anak yang wilayahnya terdampak bencana langsung dan peristiwanya baru saja terjadi, seperti bencana di Sentani (Papua), maka Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat wajib mengantisipasi kondisi tersebut agar anak-anak di wilayah bencana tersebut tetap bisa mengikuti USBN dan UN sebaiknya berbasis kertas. Mengingat, UNBK pasti sulit dilaksanakan secara teknis,” bebernya.
Selain itu, KPAI juga mengusulkan pemerintah untuk menggunakan UN sebagai parameter pemetaan kualitas pendidikan secara nasional. Hal ini sebagaimana diperintah UU Sisdiknas.
“Maka semestinya pelaksanaan UN cukup sampel. Tidak perlu seluruh anak, seluruh sekolah dan setiap tahun. Sehingga, ketika terjadi bencana alam semacam ini di suatu wilayah, maka pemerintah bisa mengantisipasi dengan cepat bahwa wilayah tersebut tidak digunakan sebagai sampel dan diganti wilayah terdekat yang tidak terdampak bencana,” tandasnya.