KUBA (Jurnalislam.com) – Menteri luar negeri Kuba dan mitranya dari Korea Utara menolak tuntutan ‘sepihak dan sewenang-wenang’ Amerika Serikat pada hari Rabu saat mengungkapkan kekhawatiran tentang meningkatnya ketegangan di Semenanjung Korea, kementerian tersebut mengatakan.
Korea Utara mencari dukungan di tengah tekanan AS dan masyarakat internasional yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menghentikan program senjata nuklir dan rudalnya, yang bertentangan dengan resolusi Dewan Keamanan PBB.
Negara tersebut, yang tidak merahasiakan rencananya untuk mengembangkan rudal yang mampu mencapai daratan AS, telah mempertahankan hubungan politik yang hangat dengan Kuba sejak 1960, terlepas dari penentangan Kuba terhadap senjata nuklir.
Beberapa diplomat mengatakan Kuba juga merupakan salah satu dari sedikit negara yang mungkin bisa meyakinkan Korea Utara untuk menjauh dari pertarungan dengan AS yang mengancam perang saat ini.
Para menteri, yang bertemu di Havana, menyerukan “penghormatan terhadap kedaulatan rakyat” dan “penyelesaian sengketa damai,” menurut sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kementerian luar negeri Kuba.
Donald Trump: Kami akan Hancurkan Korea Utara
“Mereka menolak keras daftar dan sebutan unilateral dan sewenang-wenang yang ditetapkan oleh pemerintah AS yang menjadi dasar pelaksanaan tindakan pemaksaan yang bertentangan dengan hukum internasional,” kata pernyataan tersebut.
Presiden Donald Trump juga telah meningkatkan tekanan pada Kuba sejak menjabat, memutar kembali sebuah detente yang rapuh yang dimulai oleh pendahulunya, Barack Obama dan kembali ke retorika Perang Dingin yang mencekam.
Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan bahwa AS telah menjelaskan bahwa mereka menginginkan sebuah resolusi damai untuk masalah nuklir Korea Utara.
“Perilaku berperang dan provokatif DPRK menunjukkan bahwa pihaknya tidak berminat untuk berusaha menuju solusi damai,” kata pejabat tersebut.
DPRK adalah nama resmi Korea Utara, Republik Rakyat Demokratik Korea (the Democratic People’s Republic of Korea).
Kuba mengatakan dalam pernyataannya bahwa menteri luar negeri Kuba dan Korea Utara telah “menyatakan keprihatinannya tentang eskalasi ketegangan” di Semenanjung Korea.
Menteri Pertahanan AS Tegang Lihat Kekuatan Nuklir Korea Utara
“Para menteri membahas upaya masing-masing yang dilakukan dalam pembangunan sosialisme sesuai dengan realitas yang melekat pada negara masing-masing.”
Kuba dan Korea Utara adalah dua negara terakhir di dunia yang mempertahankan ekonomi pemerintah bergaya Soviet. Walaupun di bawah Presiden Raul Castro, negara Karibia itu telah mengambil beberapa langkah kecil menuju komunisme China yang berorientasi pasar.
Kuba mempertahankan kedutaan di Korea Utara, namun perdagangan umum hampir secara eksklusif dilakukan dengan Korea Selatan. Tahun lalu, perdagangan dengan Korea Selatan berjumlah $ 67 juta dan dengan Korea Utara hanya $ 9 juta, menurut pemerintah Kuba.
Korea Utara membela program persenjataannya karena sebagai pertahanan yang diperlukan melawan rencana AS untuk menyerang. AS, yang memiliki 28.500 tentara di Korea Selatan, sebagai warisan perang Korea 1950-53, membantah tuduhan rencana penyerangan tersebut.