GAZA (jurmalislam.com)– Israel kembali menuai kecaman setelah menolak masuknya sekelompok dokter dan pekerja kemanusiaan ke Jalur Gaza, hanya beberapa jam sebelum mereka dijadwalkan memasuki wilayah tersebut pada Kamis (22/5/2025). Penolakan ini terjadi di tengah krisis kelaparan yang telah menewaskan 29 anak-anak dan lansia dalam beberapa hari terakhir, menurut Menteri Kesehatan Palestina, Majed Abu Ramadan.
Kelompok relawan yang beranggotakan enam orang itu sebelumnya dijadwalkan meninggalkan Yordania Kamis pagi bersama konvoi PBB. Namun, pada Rabu malam, mereka menerima pemberitahuan bahwa Israel tidak mengizinkan mereka memasuki Gaza. Informasi ini dikonfirmasi oleh dua sumber yang dekat dengan kelompok tersebut. Hingga kini, COGAT—unit militer Israel yang menangani pergerakan antara Israel dan Gaza—belum memberikan tanggapan atas laporan tersebut.
Selama berbulan-bulan, kelompok bantuan internasional dan pekerja medis telah mengeluhkan pembatasan ketat dari Israel yang terus menghambat pengiriman bantuan kemanusiaan, di tengah kondisi Gaza yang kian memburuk akibat blokade total yang dimulai pada 2 Maret lalu. Blokade itu mencakup larangan masuknya pasokan medis, makanan, hingga bahan bakar penting.
Kepala Kemanusiaan PBB, Tom Fletcher, mengungkapkan bahwa saat ini hampir 500.000 warga Gaza berada di ambang kelaparan akut. Ia bahkan memperingatkan bahwa sekitar 14.000 bayi berisiko meninggal dalam 48 jam jika bantuan tidak segera disalurkan.
Seorang tenaga medis yang sebelumnya ditolak masuk ke Gaza mengatakan bahwa tidak jelas bagaimana Israel menetapkan siapa yang diizinkan masuk atau tidak. Ia menolak disebutkan namanya karena berencana mencoba kembali masuk, namun menyatakan bahwa ia tidak bisa memahami logika di balik kebijakan Israel.
“Saya tidak mengerti mengapa Israel mempertimbangkan ini. Jika mereka memblokir semua hal lain, kenapa tidak juga pekerja kesehatan?” katanya.
Ia menambahkan, Israel bisa saja menggunakan keberadaan segelintir tenaga kesehatan sebagai alibi di masa depan.
“Ini semacam kedok kemanusiaan untuk melegitimasi kekerasan. Mereka akan berkata, ‘Kami izinkan 250 dokter masuk, jadi mana mungkin kami lakukan genosida?’” ujarnya.
Pada hari yang sama, COGAT mengklaim bahwa 198 truk bantuan telah memasuki Gaza melalui perbatasan, membawa makanan, obat-obatan, dan tepung gandum. Namun, menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), tantangan di lapangan masih sangat besar, termasuk risiko keamanan, penjarahan, dan keterlambatan distribusi akibat rute pengiriman yang tidak memadai dari pihak militer Israel.
Presiden Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina, Younis Al-Khatib, menyatakan bahwa sebagian besar bantuan itu belum benar-benar sampai ke warga sipil Gaza.
“Sebagian besar truk masih tertahan di Karem Shalom dan belum masuk ke wilayah Gaza,” tegasnya.
Sementara itu, kematian anak-anak dan lansia akibat kelaparan terus bertambah. Pemerintah Palestina menilai Israel bertanggung jawab atas bencana kemanusiaan ini, yang tidak hanya terjadi karena konflik bersenjata, tetapi juga karena sistematisnya pemblokiran bantuan untuk jutaan warga sipil yang terjebak di dalam Gaza. (Bahry)
Sumber: MEE