
JAKARTA (Jurnalislam.com) – Warga Negara Indonesia (WNI) kembali menjadi korban penyanderaan kelompok Abu Sayaf di Filipina. Kali ini tujuh WNI yang sedang melintasi perairan Pulau Jolo ditangkap pasukan Abu Sayaf yang sedang berpatroli di kawasan tersebut.
Menanggapi peristiwa itu, Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya menilai, ketujuh WNI tersebut sengaja ‘ingin disandera’. Menurutnya, dari beberapa fakta yang dimiliki CIIA, bisa bahwa pertama; sudah ada imbauan dari Kemenhub untuk menghindari pelayaran ke Philipina.
“Kedua, mereka sudah tahu himbauan tersebut tapi tetap maksa berangkat (mungkin karena sudah kontrak),” kata Harist kepada Jurnalislam, Rabu (29/6/2016).
Ketiga, lanjutnya, untuk mempersingkat waktu dan memperirit bahan bakar, saat mereka pulang mereka tidak mengikuti jalur yang harus dihindari.
“Keempat, kelompok ASG pas patroli di kawasan tersebut dan ada kapal mendekat. Akhirnya apes ABK dari Indonesia kembali jadi santapan kelompok ASG yang motifnya semata mata uang tebusan dari orang asing yang mereka sandera,” ungkap Harits.
Pengamat kontra-terorisme itu juga menjelaskan, kasus terulangnya penyanderaan menjadi indikasi pertemuan trilateral beberapa waktu lalu di Jogyakarta antara Indonesia, Malaysia dan Filipina Soal keamanan laut khususnya jalur pelayaran belum ada implementasi signifikan.
“Indonesia sudah mempunyai pengalaman dari kasus-kasus penyanderaan sebelumnya. Seharusnya, itu bisa memudahkan untuk membuat perencanaan yang lebih terkoordinasi dan efektif untuk membebaskan sandera,” cetus dia.
Harits juga menegaskan kasus ini menjadi bukti abainya pemerintah dalam mencegah potensi aksi pembajakan dan penyanderaan kembali terulang.
“Kasus kali ini moga menjadi yang terakhir dan menggugah pihak pemerintah untuk maksimal hadir melindungi warganya baik di daratan maupun lautan dari setiap tindak kriminal,” pungkasnya.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengkonfirmasi bahwa sebagian WNI yang menjadi sandera berada dalam penguasaan pasukan Abu Sayyaf di Jolo, Filipina. Kelompok tersebut meminta tebusan 65 miliar atas sandera mereka.
Reporter: Findra Eko | Editor: Ally Muhammad Abduh