Bisnis Kuliner: Gagasan Absurd ala Kapitalis

Bisnis Kuliner: Gagasan Absurd ala Kapitalis

Oleh : Mia Tw
Pemerhati Sosial dan Member Penulis Tangguh Bertakwa Bekasi

STATUS Bekasi sebagai kota penyangga Ibu Kota Jakarta dengan program smart city nampaknya akan terus bertumbuh. Bekasi sebagai wilayah yang dibidik menjadi salah satu pusat pengembangan perekonomian, diarahkan untuk mampu menarik minat para wisatawan. Karenanya, pemerintah daerah telah mencanangkan Bekasi menjadi destinasi wisata kuliner. Beberapa pusat pengembangan kuliner yang telah berjalan saat ini bisa dijumpai di kawasan Marga Jaya, Bekasi Selatan berjalan sejak April 2016. Mengingat lokasi tersebut banyak terdapat hunian apartement, seperti Center Point yang cenderung memilih segala kebutuhan bersifat fleksibel dan efiesien.

Upaya pemerintah daerah yang bertujuan menggiring terbangunnya usaha ekonomi mikro melalui sektor pariwisata mendapat sambutan yang antusias tidak hanya dari para pelaku usaha kelas menengah namun juga membuka ruang hadirnya para pemilik modal untuk serta merta memberikan suntikan berupa dana dan juga pelatihan-pelatihan.

Seperti apa yang dilakukan Partai Perindo baru-baru ini. Perindo memberikan bantuan kepada warga guna mengembangkan usaha dan membina UMKM. Lewat program bantuan gerobak UMKM, Perindo juga membuka program kelas memasak (cooking class). Alasan yang dikemukakan oleh Harry Tanoe adalah “ Bekasi sebagai wilayah yang padat maka penduduknya harus mampu memanfaatkan peluang tersebut ”.

Bakso menjadi referensi cooking class yang membidik ibu-ibu rumahan. Mereka rata-rata tidak memiliki pekerjaan. Prinsipnya, agar maju, berdaya saing serta mandiri secara finansial, maka pemberdayaan ibu rumah tangga ini perlu dilakukan. Selain itu rencana pemerintah memperkenalkan bakso di kancah internasional sebagai makanan khas nusantara dengan cita rasa yang menjual, juga menjadi daya dorong yang kuat. Untuk itu pemerintah mendorong pengusaha bakso senantiasa meningkatkan kualitasnya dengan cara penambahan modal yang dipinjamkan oleh pemerintah melalui UMKM dengan jumlah pinjaman sebesar 10 juta dan KUR di atas 100 juta.

Sekilas pengembangan bisnis yang notabenenya menyasar kaum ibu bak angin segar yang memberikan harapan di tengah tingginya kebutuhan ekonomi yang setiap hari menuntut untuk tetap dipenuhi. Mustahil hanya mengandalkan dari gaji pekerjaan para suami / bapak. Ada banyak sekali virus-virus merusak yang patut dicermati dari pengembangan bisnis kuliner.

Gempuran Budaya Asing

Berkaca pada Thailand yang berhasil menjadikan makanan utamanya Tom Yum sebagai makanan khas di kancah internasioanal memberikan potensi yang luar biasa bagi pengaruh dunia pariwisata Thailand. Ketatnya standarisasi pemerintahnya mengenai cita rasa  tak hanya diterapkan di dalam negeri tapi juga di restoran-restoran Thailand di luar negeri berhasil mengundang banyaknya wisatawan asing berkunjung ke Thailand secara langsung. 

Bukan tidak mungkin sama halnya seperti Thailand, Bekasi akan disulap  menjadi sentra kuliner dengan menjual nama besar Bakso yang kaya akan rempah-rempah sehingga bisa mengangkat dunia pariwisata Indonesia di mata internasional dan mampu menarik perhatian turis-turis asing yang datang dari berbagai penjuru dunia.

Bisa dibayangkan Indonesia yang kental memegang teguh budaya ketimuran jika menghadapi banjirnya turis asing yang bertolak belakang dalam hal adat dan kebiasaan akan tergerus dengan nilai-nilai barat. Budaya barat yang cenderung sekuler dan bebas akan mudah sekali dijumpai  dibawa oleh turis-turis asing. Misalnya, cara berpakaian yang buka-bukaan menampilkan aurat, memakai tank top dan hot pant bagi turis perempuan. Lambat laun akan semakin benar-benar mudah diterima dan ditiru ditengah-tengah masyarakat yang serba permisif karena dianggap santai dan tidak ribet saat berjalan-jalan dan berada di luar rumah ( kehidupan umum ). Budaya mengumbar aurat yang telah menelanjangi perempuan dari rasa malu menjadi misi tersembunyi dibalik kedok pariwisata merupakan kemajuan dan bentuk pembebasan terhadap perempuan.

Selain sebagai ajang bisnis yang menjanjikan secara tak sadar pariwisata menjadi kunci masuk paling mudah bagi asing mengekspor produk-produk budaya mereka. Gempuran gaya hidup yang hedonis dan serba konsumtif akan menjangkiti masyarakat. Orang akan lebih memilih hidup serba instan tanpa perlu berlelah ria berbelanja sayur di pasar kemudian mengolah makanan di dapur misalnya. Atau menghabiskan waktu  berhari-hari untuk sekedar melakukan traveling kuliner. Agar tidak dianggap kurang piknik dan ketinggalan zaman.

Apabila disandingkan dengan gaya hidup yang demikian tentu adanya tuntutan agar semua keluarga tetap bisa survive dari segi penghasilan demi memenuhi gaya hidup agar tetap terkesan mentereng.

Motif Terselubung Pertumbuhan UMKM 

Pesatnya UMKM di dunia kuliner memang menjadikan gairah tersendiri bagi Pemerintah Kota guna mewadahi

UMKM dengan mendirikan sentra kuliner yang bertujuan bagaimana pemerintah kota bisa secara mandiri mendapatkan sumber pendapatan asli daerahnya sendiri. Bisa dinilai getolnya pemerintah mendorong pertumbuhan  usaha kuliner dalam industri pariwisata karena pertimbangan aspek untung rugi.

Strategi pemerintah mendapatkan sumber kas daerahnya dengan mengenakan berbagai pungutan dan tarikan pajak sebesar 0,5 % dari sebelumnya 1% tentu akan menambah pundi-pundi kas di daerah. Meskipun diturunkan besarnya tarikan pajak masih dirasa sangat memberatkan pelaku industri. Sayangnya pemerintah tetap menutup mata rapat-rapat. Ini belum lagi jika pada kenyataannya di lapangan banyak terjadi pungutan-pungutan liar dari para oknum.

Sangat tak masuk akal apabila negara justru mengandalkan sumber-sumber pendapatannya dengan meningkatkan bisnis UMKM ini. Sementara disisi lain ada sumber-sumber utama yang bisa dijadikan pendapatan kas negara namun malah dikomersialisasi oleh segelintir elite dan pemilik modal.

Seperti di wilayah bagian paling utara Bekasi ditemukan banyak terdapat sumur minyak. Sayangnya SDA tersebut tidak dikelola dengan benar sehingga tetap saja jerat kemiskinan kerap membayangi masyarakat setempat. (https://seputarbekasikab.wordpress.com)

Alasan lain pemerintah mendorong pertumbuhan bisnis yang inovatif atas dasar program SDGs ( Sustainable Development Goals ) yang sebelumnya adalah MDGs ( Milennium Development Goals ). Masuk pada point ke 9 Industri, Inovasi dan Infrastruktur, dengan alasan memenuhi target tuntutan negara-negara di dunia  menyelesaikan persoalan kemiskinan dan kesenjangan status sosial sehingga pemerintah mendorong pertumbuhan industri yang inklusif dan inovatif.

Rakyat dipaksa untuk kreatif dan inovatif dalam menciptakan lapangan pekerjaan dengan dalih menguraingi angka pengangguran dan menumbuhkan penghasilan ekonomi. Sementara kran tenaga kerja asing terbuka lebar terus membanjiri Indonesia. Akibatnya warga negaranya sendiri kehilangan peluang / kesempatan kerja.  Jelas sekali pengembangan usaha kreatif dan inovatif merupakan gagasan absurd ala kapitalis memberantas angka pengangguran.

Islam Pro Usaha Kreatif dan Inovatif

Islam tidak pernah menghalangai dan menutup peluang bagi seseorang untuk menghasilkan atau menciptakan suatu hal atau produk yang baru. Islam selalu mendukung adanya inovasi, kemajuan, kreativitas   mengingat kondisi dan tempat yang berubah-ubah (dinamis).

Disinilah letak perbedaan antara sistem ekonomi kapitalis dan Islam. Sistem Islam mendorong pertumbuhan ekonomi tidak semata-mata hanya dilihat dari besarnya pendapatan melainkan bagaimana terpenuhinya hak asasiyah (pokok) yaitu pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan yang lainnya itu terpenuhi. Penghasilan itu mampu memenuhi kebutuhan asasiyah pada skala orang per orang (kepala) bukan secara umum.

Disinilah diperlukan peran negara dalam memberikan solusi tanpa tumpang tindih. Mekanismenya dalam pengembangan usaha, Islam akan menciptakan iklim usaha dengan birokrasi yang mudah, menghapuskan pajak serta melindungi industri dari persaingan yang tidak sehat. Menutup pintu rapat-rapat bagi masuknya tenaga kerja asing, mereka boleh bekerja hanya ketika negara meminta bantuan. Sehingga lapangan kerja benar-benar pro rakyat.

Berikutnya negara berkewajiban menghilangkan sistem investasi yang dikelola oleh swasta / pemilik modal. Sebab, negaralah yang bertanggung jawab secara langsung memberikan pendanaan kepada pelaku usaha tanpa sistem ribawi yang diambil dari pos-pos yang sudah ditentukan. Ini akan berjalan sesuai hukum Islam jika sumber daya alam serta aset-aset negara dikelola dengan benar. Wallahu’alam.

 

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.