YANGON (Jurnalislam.com) – Perwakilan wali ras dan agama Myanmar menyatakan politik anti-Muslim mereka di atas panggung di stadion nasional negara dan mengatakan bahwa kebijakan tersebut "diperlukan dalam situasi tertentu", lansir Anadolu Agency, Senin (05/10/2015).
Berbicara di acara final tur nasional untuk hukum perlindungan ras dan agama yang baru diberlakukan di Yangon yang berlangsung dua minggu, Ma Ba Tha menyatakan bahwa kerja politik mereka diperlukan untuk melindungi mayoritas penduduk Buddhis negara tersebut selama masa transisi.
Wali biarawan berjubah Safron tersebut menantang pemerintah yang berkuasa dan Liga Nasional untuk Demokrasi milik Aung San Suu Kyi dalam pemilihan 8 November – pemilihan negara yang pertama sejak pemerintah sipil diperkenalkan pada tahun 2011, mengakhiri hampir 50 tahun kekuasaan militer.
Pemimpin Ywarma Sayadaw menggarisbawahi bahwa kekerasan agama 2012 yang meletus di barat di negara bagian Rakhine antara umat Buddha dan Muslim telah membuat diperlukannya keterlibatan politik yang termotivasi agama.
Pada 2012, biarawan ekstrimis terlibat dalam gelombang kekerasan anti-Muslim secara brutal, yang menyebabkan ratusan tewas dan ribuan muslim mengungsi. Ma Ba Tha diciptakan tidak lama kemudian oleh kelompok-kelompok yang terlibat dalam kekerasan dan sejak itu menyulut ketegangan agama melalui pidato kebencian mereka yang anti-Muslim.
Wakil Ketua kelompok anti-Muslim Sayadaw Ashin Nyanissara – yang juga dikenal sebagai Sitagu Sayadaw, pada hari Ahad, Nyanissara mendesak masyarakat untuk tidak merasa kesal dan mengikuti saran biarawan Ma Ba Tha yang mempengaruhi politik.
"Ketika biarawan melakukan kampanye untuk melindungi ras dan agama (Budha), orang mengatakan mereka melakukan politik," katanya. "Ada yang mengatakan biarawan melewati batas. Jangan merasa kesal. Jika Anda kesal, Anda akan mendapatkan masalah. Kamu akan kalah."
Kelompok hak asasi manusia telah menyuarakan keprihatinan serius atas penandatanganan empat hukum terbaru yang secara khusus menargetkan hak-hak perempuan dan Muslim.
Banyak kandidat Muslim juga telah dikeluarkan dari pencalonan di pemilu mendatang.
Hukum Kesehatan Pengendalian Penduduk (the Population Control Healthcare Law) juga memberikan otoritas kekuatan untuk membatasi jumlah anak yang dapat dimiliki – para kritikus mengatakan hukum itu secara khusus menargetkan minoritas muslim Rohingya – yang 120.000 di antaranya menetap di kamp-kamp penampungan yang penuh sesak dalam kondisi kumuh.
Deddy | Jurniscom