Netanyahu Minta Penundaan Sidang Kasus Korupsinya, Pengacara Alasan Situasi Keamanan dan Dukungan Trump

YERUSALEM (jurnalislam.com)– Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meminta pengadilan untuk menunda kesaksiannya dalam persidangan kasus korupsi yang telah berlangsung lama, dengan alasan situasi keamanan nasional dan dukungan dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Permintaan itu diajukan pada Kamis (26/6/2025) melalui pengacaranya, Amit Hadad, yang menyebut bahwa kesaksian Netanyahu perlu ditunda karena “perkembangan regional dan global”.

“Pengadilan dengan hormat diminta untuk membatalkan sidang di mana perdana menteri dijadwalkan untuk memberikan kesaksian dalam dua minggu mendatang,” demikian tertulis dalam dokumen pengajuan tersebut.

Hadad menambahkan bahwa Netanyahu “dipaksa untuk mencurahkan seluruh waktu dan energinya untuk mengelola persoalan nasional, diplomatik, dan keamanan yang sangat penting”, merujuk pada konflik singkat dengan Iran serta pertempuran yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, tempat sejumlah sandera Israel masih ditahan.

Sebelumnya, pada Rabu (25/6), Presiden AS Donald Trump turut mengomentari kasus Netanyahu. Melalui akun Truth Social miliknya, Trump menyebut kasus tersebut sebagai “perburuan penyihir” dan meminta agar persidangan “DIBATALKAN, SEGERA, atau diberikan Pengampunan kepada Pahlawan Besar”.

Netanyahu membalas dukungan tersebut dengan ucapan terima kasih melalui akun X (dulu Twitter).

“Terima kasih atas dukungan Anda yang tulus kepada saya, dan dukungan luar biasa Anda bagi Israel dan rakyat Yahudi. Saya berharap dapat terus bekerja sama dengan Anda untuk mengalahkan musuh bersama, membebaskan para sandera, dan memperluas lingkaran perdamaian,” tulis Netanyahu sambil membagikan unggahan Trump.

Namun, pernyataan Trump menuai reaksi dari kubu oposisi Israel. Pemimpin oposisi Yair Lapid memperingatkan agar Trump tidak ikut campur dalam urusan hukum internal Israel.

“Kami menghargai Presiden Trump, tetapi seorang presiden tidak seharusnya mencampuri proses peradilan di negara yang independen,” ujar Lapid dalam wawancara dengan situs berita Ynet.

Netanyahu saat ini merupakan perdana menteri terlama dalam sejarah Israel. Persidangan terhadapnya pertama kali dimulai pada Mei 2020 dan telah beberapa kali mengalami penundaan.

Dalam kasus pertama, Netanyahu dan istrinya, Sara, dituduh menerima hadiah mewah senilai lebih dari 260.000 dolar AS setara sekitar Rp4,2 miliar (kurs Rp16.300 per USD)  termasuk cerutu, perhiasan, dan sampanye dari sejumlah miliarder, sebagai imbalan atas bantuan politik.

Dalam dua kasus lainnya, Netanyahu dituduh mencoba mengatur liputan media yang lebih menguntungkan dirinya di dua outlet berita besar Israel. (Bahry)

Sumber: France24

Uni Eropa Mengecam Tanpa Taring, Gagal Tekan Israel Hentikan Perang di Gaza

BRUSSELS (jurnalislam.com)– Para pemimpin Uni Eropa (UE) yang bertemu dalam KTT di Brussels pada Kamis (26/6/2025) menyatakan keprihatinan mendalam atas situasi kemanusiaan yang memburuk di Jalur Gaza. Meski mengutuk “jumlah korban sipil yang tidak dapat diterima” dan “tingkat kelaparan” yang terjadi, blok tersebut belum mampu menyepakati langkah konkret untuk menekan Israel agar menghentikan agresinya.

Dalam pernyataan resmi, Dewan Eropa menyerukan gencatan senjata segera serta pembebasan tanpa syarat seluruh sandera, sebagai upaya menuju penghentian permanen permusuhan.

Kecaman ini muncul setelah laporan dinas diplomatik UE yang diterbitkan pekan lalu menilai bahwa Israel kemungkinan besar telah melanggar kewajiban hak asasi manusia dalam kerangka Perjanjian Asosiasi UE-Israel yang ditandatangani pada tahun 2000. Namun, blok tersebut belum mengambil tindakan terhadap hasil penilaian itu, termasuk menangguhkan atau mencabut perjanjian tersebut.

UE sebelumnya telah memerintahkan peninjauan ulang perjanjian asosiasi pada Mei lalu, seiring meningkatnya tuduhan—termasuk dari organisasi HAM dan pakar PBB—bahwa Israel secara sistematis membuat warga Gaza kelaparan. Temuan dalam laporan peninjauan, menurut beberapa diplomat, menyoroti blokade terhadap Gaza, pembunuhan warga sipil, serangan terhadap rumah sakit, serta pemindahan paksa dan perluasan permukiman ilegal di Tepi Barat.

Namun, perpecahan di internal UE—terutama antara negara-negara yang vokal menentang pelanggaran Israel seperti Irlandia dan Spanyol, dan pendukung kuat Israel seperti Jerman dan Hongaria—membuat pernyataan akhir pertemuan tersebut lebih moderat dan tidak mencerminkan sikap tegas.

“Mereka hanya berhasil menyusun pernyataan lunak karena perbedaan besar antarnegara anggota mengenai bagaimana bersikap terhadap Israel,” lapor Hashem Ahelbarra dari Al Jazeera di Brussels.

Jerman disebut sebagai negara yang paling konsisten mendukung Israel, termasuk dalam hal bantuan politik dan militer.

Sementara itu, Perdana Menteri Irlandia Micheal Martin menyuarakan ketidakpuasannya terhadap posisi UE yang dinilainya lemah.

“Perang harus dihentikan. Rakyat Eropa merasa tidak dapat dipahami mengapa Uni Eropa tampaknya tidak mampu memberi tekanan pada Israel untuk mengakhiri perang ini, menghentikan pembantaian anak-anak dan warga sipil tak berdosa di Gaza,” ujarnya.

Seruan dari Irlandia dan Spanyol untuk menangguhkan Perjanjian Asosiasi UE-Israel hingga kini belum mendapatkan dukungan mayoritas anggota.

Di hari yang sama, serangan Israel kembali menewaskan sedikitnya 62 orang, termasuk di sekitar lokasi distribusi bantuan yang dikelola Gaza Humanitarian Foundation (GHF), sebuah lembaga bantuan kemanusiaan swasta yang didukung Amerika Serikat dan bekerja di bawah koordinasi tentara Israel serta kontraktor keamanan.

Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan bahwa sejak GHF mulai beroperasi satu bulan lalu, setidaknya 549 warga Palestina telah tewas di sekitar lokasi distribusi bantuan tersebut. Secara keseluruhan, perang yang berlangsung sejak Oktober 2023 telah menewaskan 56.156 orang, menurut data terbaru Kementerian Kesehatan Gaza.

Dalam pernyataannya, para pemimpin UE juga mendesak Israel untuk mencabut blokade terhadap Gaza agar bantuan kemanusiaan dapat masuk dan terdistribusi tanpa hambatan. Selain itu, mereka mengecam eskalasi kekerasan di Tepi Barat, khususnya peningkatan kekerasan oleh pemukim Israel dan perluasan permukiman ilegal.

Meskipun mengutuk pelanggaran-pelanggaran tersebut, Uni Eropa hingga kini masih menjadi mitra dagang terbesar Israel. (Bahry)

Sumber: Al Jazeera

Penembak Jitu Israel Tewaskan Anak 13 Tahun di Tepi Barat, Korban Anak ke-30 Tahun Ini

TEPI BARAT (jurnalislam.com)— Seorang anak laki-laki Palestina berusia 13 tahun, Rayan Tamer Anwar Houshyeh, tewas ditembak penembak jitu Israel pada Rabu sore (25/6/2025) di kota al-Yamoun, Tepi Barat yang diduduki. Insiden ini terjadi saat pasukan Israel melakukan penggerebekan militer di wilayah tersebut.

Menurut laporan organisasi hak anak Defense for Children International – Palestine (DCI-P), Rayan ditembak dari jarak sekitar 50 hingga 60 meter saat ia mengintip dari balik tembok batu di sebuah gang dekat Masjid Omar Ibn Al-Khattab untuk mengamati pergerakan pasukan Israel.

“Anak tersebut mengalami luka tembak di leher, perut, dan paha,” ungkap DCI-P dalam pernyataan tertulis yang dirilis Kamis (26/6).

Ayed Abu Eqtaish, Direktur Program Akuntabilitas DCI-P, menyatakan bahwa pembunuhan ini menunjukkan kondisi tragis yang dihadapi anak-anak Palestina di wilayah pendudukan.

“Tentara Israel memasuki kampung halaman Rayan, membunuhnya tanpa berpikir dua kali, dan tidak seorang pun akan bertanggung jawab. Inilah masa kanak-kanak di Palestina saat ini,” tegasnya.

DCI-P mencatat, kematian Rayan menjadi anak Palestina ke-30 yang tewas di tangan pasukan Israel di Tepi Barat sepanjang tahun 2025.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari militer Israel terkait insiden penembakan tersebut. (Bahry)

Sumber: Al Jazeera

Diterpa Kelelahan dan Kegagalan, Krisis Kepercayaan Menghantui Israel

TEL AVIV (jurnalislam.com)– Tewasnya tujuh tentara Israel dari Batalyon Teknik Tempur 605 dalam sebuah penyergapan mematikan oleh Brigade al-Qassam di Khan Younis, Gaza selatan, pada Selasa (24/6/2025), memicu kemarahan publik dan menimbulkan pertanyaan serius mengenai kesiapan militer Israel setelah lebih dari 20 bulan perang di Gaza.

Dalam insiden tersebut, dua unit pengangkut personel lapis baja (APC) menjadi sasaran serangan mendadak dari pejuang Hamas. Serangan itu memperlihatkan celah besar dalam sistem pertahanan militer Israel, khususnya terkait kelelahan pasukan, keterbatasan sumber daya, serta penggunaan kendaraan militer yang sudah usang.

Menurut laporan harian Yedioth Ahronoth, penyergapan terjadi saat militer Israel meningkatkan operasi darat di Khan Younis, tak lama setelah tercapainya gencatan senjata dengan Iran dalam konflik terpisah.

Kini, para pejabat militer dan politik Israel tengah mempertimbangkan dua opsi strategis: melanjutkan kampanye darat yang lebih luas di Gaza, atau berusaha mencapai kesepakatan pertukaran tahanan yang menyeluruh dengan Hamas — yang berpotensi membuka jalan bagi gencatan senjata jangka panjang dan penarikan pasukan dari wilayah tersebut.

Hamas merilis rekaman serangan yang memperlihatkan seorang pejuang Palestina berhasil mendekati kendaraan lapis baja Israel tanpa terdeteksi. Laporan menyebut, minimnya pengawasan udara akibat keterbatasan pesawat nirawak (drone) menjadi salah satu faktor utama. Keterbatasan ini sebagian besar disebabkan oleh kelelahan logistik akibat perang paralel dengan Iran.

Penyelidikan internal militer saat ini menyoroti apakah kendaraan tersebut dilengkapi sistem pengawasan 360 derajat. Beberapa unit cadangan diketahui harus membiayai sendiri pemasangan sistem tersebut, meskipun Batalyon 605 merupakan unit reguler yang secara ketat dilarang menggunakan peralatan nonstandar.

Seorang ayah dari tentara yang tewas mengatakan kepada saluran Kan bahwa putranya ditempatkan dalam kendaraan jenis Puma yang sudah tua, tidak memiliki kamera perimeter, dan memiliki pintu belakang yang rusak. Ia menyebut bahwa pasukan cadangan bahkan menolak menggunakan kendaraan itu, sehingga hanya menyisakan pasukan reguler yang harus mengoperasikannya.

Keluarga para korban juga mengirim surat terbuka kepada komandan batalion, menuduh adanya kelalaian besar yang mengakibatkan kematian yang seharusnya bisa dihindari. Mereka menuntut segera digantinya kendaraan lapis baja lama dengan kendaraan tempur modern yang layak digunakan dalam medan pertempuran gerilya.

𝗞𝗿𝗶𝘀𝗶𝘀 𝗦𝘁𝗿𝗮𝘁𝗲𝗴𝗶𝘀 𝗱𝗮𝗻 𝗞𝗲𝗽𝗲𝗺𝗶𝗺𝗽𝗶𝗻𝗮𝗻

Harian Maariv menyebut penyergapan itu sebagai “kegagalan strategis” yang mencerminkan keruntuhan sistemik dalam kepemimpinan politik dan militer Israel. Media tersebut menyoroti kelelahan yang merajalela di tubuh militer, disertai absennya arah dan tujuan yang jelas dalam perang di Gaza.

Setelah 629 hari konflik, militer Israel dilaporkan masih kewalahan di banyak sektor. Divisi 143 dan 162 telah dikerahkan ke Gaza secara terus-menerus sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Kelelahan pasukan berimbas pada penurunan disiplin, kemunduran operasional, serta meningkatnya beban fisik dan psikologis.

Selain personel, peralatan militer juga mengalami degradasi. Pasokan amunisi, kendaraan lapis baja, serta drone dinilai semakin menipis.

Maariv menyoroti bahwa akar persoalan terletak pada kebingungan strategi di tingkat tertinggi.

“Kepemimpinan politik tidak tahu apa yang mereka inginkan dari Gaza,” tulis media tersebut, sebagaimana dilansir dari The New Arab (26/6).

Sementara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yisrael Katz fokus pada kelangsungan karier politik mereka, kondisi pasukan dan tingkat kelelahan di lapangan cenderung diabaikan.

Tiga menteri Israel bahkan secara terbuka mengakui bahwa operasi militer di Gaza gagal mencapai tujuan nyata. Mengutip saluran Channel 12, para menteri yang tidak disebutkan namanya itu menyatakan, “Apa yang kami lakukan di Gaza mungkin masuk akal secara teori, tetapi tidak membuahkan hasil secara praktik.”

Mereka menyerukan evaluasi total strategi, baik dengan mengubah pendekatan militer maupun mengejar kesepakatan pertukaran tahanan yang dapat mengakhiri perang.

Sementara itu, Channel 12 juga melaporkan bahwa negosiasi tidak langsung antara Israel dan Hamas masih mengalami kebuntuan. Meski mediator Amerika terus menunjukkan antusiasme, pejabat Israel yang terlibat menyebut bahwa kemajuan dalam pembicaraan masih sangat terbatas. (Bahry)

Sumber: TNA

BPJPH: Produk Nonhalal Asing Boleh Dipasarkan di RI, Simak Aturannya

JAKARTA (jurnalislam.com)– Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menegaskan bahwa produk nonhalal dari luar negeri tetap dapat diimpor dan dipasarkan di Indonesia, selama mencantumkan keterangan “tidak halal” secara jelas dan mencolok pada kemasan.

Penegasan tersebut disampaikan langsung oleh Kepala BPJPH, Ahmad Haikal Hasan, saat mewakili pemerintah Indonesia dalam sidang Technical Barriers to Trade (TBT) World Trade Organization (WTO) yang digelar secara daring pada Rabu malam (25/6/2025).

“Indonesia menggarisbawahi bahwa produk nonhalal masih dapat diimpor dan dipasarkan di dalam negeri, dengan ketentuan bahwa produk tersebut mencantumkan keterangan tidak halal yang jelas dan terlihat, baik dalam bentuk teks, gambar, maupun indikator visual pada kemasan produk,” ujar Haikal Hasan dalam paparannya.

Dalam forum internasional tersebut, Haikal juga menyampaikan apresiasi pemerintah Indonesia kepada delegasi dari Amerika Serikat, Uni Eropa, India, Swiss, Kanada, dan negara lainnya atas perhatian terhadap kebijakan Jaminan Produk Halal (JPH) di Indonesia.

Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, ujar Haikal, Indonesia memiliki komitmen kuat untuk melindungi konsumen dalam memperoleh informasi yang akurat dan terpercaya terkait status kehalalan produk yang dikonsumsi.

𝗪𝗮𝗷𝗶𝗯 𝗛𝗮𝗹𝗮𝗹 𝗣𝗿𝗼𝗱𝘂𝗸 𝗜𝗺𝗽𝗼𝗿 𝗕𝗲𝗿𝗹𝗮𝗸𝘂 𝗠𝘂𝗹𝗮𝗶 𝟭𝟴 𝗢𝗸𝘁𝗼𝗯𝗲𝗿 𝟮𝟬𝟮𝟲

Lebih lanjut, Haikal menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 Tahun 2024, pemerintah Indonesia telah menetapkan perpanjangan tenggat waktu kewajiban sertifikasi halal bagi produk impor, termasuk makanan, minuman, serta jasa penyembelihan, hingga 17 Oktober 2026. Dengan demikian, mulai 18 Oktober 2026, seluruh produk tersebut wajib bersertifikat halal.

“Perpanjangan ini bertujuan memberikan waktu yang memadai bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan diri dan bagi pemerintah untuk menyusun pengaturan kerja sama saling pengakuan (mutual recognition arrangement/MRA) dengan negara-negara mitra,” jelasnya.

BPJPH, lanjut Haikal, juga terus mendorong dialog konstruktif dengan mitra dagang internasional guna menyosialisasikan ketentuan baru terkait sertifikasi dan pelabelan produk halal.

𝗣𝗲𝗻𝗱𝗮𝗳𝘁𝗮𝗿𝗮𝗻 𝗣𝗿𝗼𝗱𝘂𝗸 𝗛𝗮𝗹𝗮𝗹 𝗟𝘂𝗮𝗿 𝗡𝗲𝗴𝗲𝗿𝗶 𝗪𝗮𝗷𝗶𝗯 𝗟𝗲𝘄𝗮𝘁 𝗦𝗜𝗛𝗔𝗟𝗔𝗟

Haikal juga menegaskan bahwa produk luar negeri yang telah bersertifikat halal oleh lembaga sertifikasi halal (LSH) asing tetap wajib didaftarkan ke BPJPH melalui sistem Sihalal sebelum masuk pasar Indonesia.

“Proses registrasi ini penting untuk menjamin ketertelusuran (traceability) status kehalalan produk. Setelah diverifikasi, BPJPH akan menerbitkan nomor registrasi halal untuk produk tersebut,” katanya.

Indonesia pun telah menyampaikan notifikasi kepada WTO terkait revisi Keputusan Kepala BPJPH Nomor 90 Tahun 2023 melalui dokumen G/TBT/N/IDN/175/Add.1, yang mengatur tata cara pendaftaran sertifikat halal dari luar negeri. BPJPH membuka ruang bagi masukan dari para pemangku kepentingan terkait hal ini.

Terkait pelabelan, BPJPH juga telah menerbitkan Keputusan No. 88 Tahun 2023 (G/TBT/N/IDN/174/Add.1) yang memberikan dua opsi pencantuman label halal pada produk impor: menggunakan label halal Indonesia disertai nomor registrasi sertifikat asing, atau label halal Indonesia berdampingan dengan logo lembaga sertifikasi halal asing yang diakui.

𝟴𝟳 𝗟𝗲𝗺𝗯𝗮𝗴𝗮 𝗛𝗮𝗹𝗮𝗹 𝗔𝘀𝗶𝗻𝗴 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝟯𝟮 𝗡𝗲𝗴𝗮𝗿𝗮 𝗧𝗲𝗹𝗮𝗵 𝗗𝗶𝗮𝗸𝘂𝗶

Hingga Juni 2025, BPJPH telah menjalin kerja sama saling pengakuan dengan 87 lembaga sertifikasi halal dari 32 negara. Kolaborasi ini diharapkan mampu memperkuat ekosistem perdagangan halal secara global, terutama dengan negara-negara mitra dagang utama.

“Kami tetap terbuka terhadap kerja sama lanjutan dengan lembaga sertifikasi halal luar negeri. Kami percaya, dialog yang konstruktif dalam forum WTO akan memperkuat sertifikasi halal sebagai alat yang mendukung perdagangan internasional, bukan sebagai hambatan,” tutup Haikal.

Sumber: BPJPH

Bank Dunia Setujui Pendanaan Rp2,3 Triliun untuk Pemulihan Sektor Kelistrikan Suriah

DAMASKUS (jurnalislam.com)– Bank Dunia telah menyetujui pendanaan sebesar 146 juta dolar AS atau sekitar Rp2,3 triliun untuk mendukung pemulihan sektor kelistrikan di Suriah, yang selama bertahun-tahun terdampak konflik berkepanjangan.

Dalam pernyataan resminya pada Kamis (26/6/2025), seperti dikutip dari Anadolu Ajansi, Bank Dunia menyebut program bertajuk Syrian Emergency Electricity Project (SEEP) tersebut bertujuan merehabilitasi jaringan transmisi dan gardu induk yang rusak. Selain itu, proyek ini juga mencakup bantuan teknis untuk pengembangan sektor kelistrikan serta peningkatan kapasitas kelembagaan terkait.

“Di antara kebutuhan rekonstruksi Suriah yang mendesak, rehabilitasi sektor kelistrikan merupakan investasi penting yang tak akan disesali. Ini akan berdampak langsung pada peningkatan kualitas hidup masyarakat, mempercepat kembalinya para pengungsi dan pengungsi internal, serta memungkinkan layanan publik seperti air dan kesehatan kembali berjalan,” kata Direktur Bank Dunia untuk Kawasan Timur Tengah, Jean-Christophe Carret.

Carret menambahkan, proyek ini menjadi langkah awal dari rencana dukungan jangka panjang Bank Dunia terhadap Suriah dalam proses pemulihan dan pembangunan kembali.

Sementara itu, Menteri Keuangan Suriah, Yisr Barnieh, menyambut baik langkah tersebut. Ia menilai listrik merupakan infrastruktur vital untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pelayanan publik, serta pemulihan kehidupan sosial masyarakat.

“Ini adalah proyek pertama Bank Dunia di Suriah dalam hampir empat dekade terakhir. Kami berharap hal ini menjadi landasan menuju kerja sama yang lebih luas dan terstruktur dalam mendukung pemulihan jangka panjang Suriah,” ujar Barnieh.

Sebagai bagian dari upaya revitalisasi sektor energi, pemerintah Suriah juga dilaporkan telah menandatangani perjanjian dengan konsorsium internasional, yang melibatkan perusahaan-perusahaan dari Turki, Amerika Serikat, dan Qatar, untuk pembangunan pembangkit listrik baru di sejumlah wilayah.

Sejak meletusnya konflik lebih dari satu dekade lalu, infrastruktur energi Suriah mengalami kerusakan parah. Banyak wilayah di negara tersebut hanya mendapat pasokan listrik selama beberapa jam per hari, yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat dan layanan publik. (Bahry)

Sumber: AA

Trump Sebut Kemajuan Menuju Gencatan Senjata di Gaza, Israel Hadapi Desakan Akhiri Perang

WASHINGTON, D.C (jurnalislam.com)- Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan bahwa telah terjadi kemajuan signifikan menuju gencatan senjata dalam perang Israel di Gaza. Hal itu disampaikan Trump pada Rabu (25/6/2025), lebih dari 20 bulan sejak konflik dimulai pada Oktober 2023.

“Saya pikir kemajuan besar telah dicapai di Gaza,” ujar Trump kepada wartawan menjelang pertemuan puncak NATO di Belanda. Ia menambahkan bahwa utusannya, Steve Witkoff, telah menyampaikan kabar bahwa “Gaza sudah sangat dekat” dengan tercapainya kesepakatan damai.

Trump juga mengaitkan optimisme tersebut dengan kesepakatan gencatan senjata yang tercapai pada Selasa antara Israel dan Iran dalam konflik terpisah yang berlangsung selama 12 hari.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu turut menyatakan bahwa perang melawan Iran baru-baru ini dapat menjadi kunci untuk mengakhiri pertempuran di Gaza. Namun, tekanan terhadap Netanyahu terus meningkat, baik dari politisi oposisi, keluarga para tawanan Israel yang masih ditahan Hamas, maupun dari mitra koalisinya sendiri.

Mediator utama, Qatar, mengumumkan pada Selasa bahwa mereka tengah menggalang upaya baru untuk mendorong tercapainya gencatan senjata. Hamas, melalui juru bicaranya Taher al-Nunu, mengatakan pada Rabu bahwa komunikasi dengan para mediator, termasuk Mesir dan Qatar, telah meningkat dalam beberapa jam terakhir.

“Namun hingga kini, kami belum menerima proposal baru untuk mengakhiri perang,” ujar al-Nunu kepada AFP.

Pemerintah Israel enggan memberikan komentar langsung terkait pembicaraan gencatan senjata, hanya menegaskan bahwa upaya untuk membebaskan para tawanan Israel masih terus dilakukan baik melalui jalur militer maupun diplomasi.

Sementara itu, Israel mengalami salah satu hari paling mematikan bagi tentaranya sejak invasi darat ke Gaza. Tujuh tentara dari korps teknik tempur dilaporkan tewas pada Selasa (24/6) di wilayah Khan Younis, Gaza selatan, setelah kendaraan mereka terkena ledakan alat peledak saat misi pengintaian.

Insiden ini memicu kritik dari internal koalisi pemerintahan Netanyahu. Anggota parlemen Moshe Gafni dari Partai United Torah Judaism menyampaikan kecaman dalam sidang parlemen Israel.

“Saya masih tidak mengerti mengapa kita masih bertempur di sana. Tentara terus-menerus terbunuh,” ujarnya.

Kritik tersebut juga didukung oleh Forum Sandera dan Keluarga Hilang, organisasi yang mewakili keluarga para tawanan.

“Perang di Gaza telah kehilangan arah, berlangsung tanpa tujuan yang jelas dan tanpa rencana yang konkret,” tegas kelompok tersebut dalam pernyataannya.

Dari total 251 sandera yang diculik oleh pejuang Hamas pada serangan 7 Oktober 2023, militer Israel menyebut 49 orang masih ditahan di Gaza, dan 27 di antaranya diyakini telah meninggal dunia. (Bahry)

Sumber: TNA

32 Warga Palestina Tewas dalam Serangan Terbaru Israel di Gaza, Situasi Kemanusiaan Kian Memburuk

GAZA (jurnalislam.com)– Setidaknya 32 warga Palestina tewas sejak Rabu pagi (25/6/2025), dalam gelombang baru serangan udara dan tembakan pasukan Israel di Jalur Gaza. Serangan terbaru ini semakin memperburuk kondisi kemanusiaan di wilayah yang telah lama terkepung tersebut.

Sebanyak 12 orang dilaporkan tewas dalam satu serangan yang menghantam sebuah rumah di lingkungan Shujaiya, Kota Gaza. Di wilayah utara Gaza, tiga orang juga dilaporkan meninggal dunia.

Di Gaza tengah, serangan di Kamp Nuseirat menewaskan enam orang, sementara empat lainnya tewas di Deir al-Balah. Selain itu, tujuh warga Palestina dilaporkan tewas saat sedang mengantre bantuan, sebuah kejadian yang kini menjadi tragedi hampir setiap hari di tengah konflik yang berkepanjangan.

𝗧𝘂𝗷𝘂𝗵 𝗧𝗲𝗻𝘁𝗮𝗿𝗮 𝗜𝘀𝗿𝗮𝗲𝗹 𝗧𝗲𝘄𝗮𝘀

Di sisi lain, militer Israel mengumumkan bahwa tujuh prajurit dari Batalyon Teknik Tempur ke-605 Divisi Barak tewas dalam serangan yang dilakukan oleh Brigade Al Qassam di wilayah Gaza selatan.

Menurut laporan media berbahasa Ibrani, Kan, sebuah kendaraan pengangkut pasukan Israel terkena alat peledak dan terbakar. Upaya pemadaman api gagal dilakukan, sementara para prajurit masih berada di dalam kendaraan tersebut. Dua tentara lainnya dari batalyon yang sama dilaporkan terluka dalam insiden terpisah di hari yang sama.

Dengan demikian, jumlah resmi tentara Israel yang tewas sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023 kini mencapai 879 orang, menurut data otoritas Israel.

𝗦𝗶𝘁𝘂𝗮𝘀𝗶 𝗞𝗲𝗺𝗮𝗻𝘂𝘀𝗶𝗮𝗮𝗻 𝗠𝗲𝗺𝗯𝘂𝗿𝘂𝗸

Kondisi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk sejak Israel memberlakukan pengepungan total pada awal Maret 2025, yang secara efektif menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan. Meskipun Israel kini telah mengizinkan masuknya sejumlah bantuan, proses distribusinya kerap diwarnai kekacauan dan insiden berdarah.

Mekanisme bantuan yang dikendalikan oleh AS dan Israel tanpa keterlibatan PBB telah menuai kritik tajam dari kelompok kemanusiaan dan hak asasi manusia. Mereka menyebut sistem ini sebagai “perangkap maut”, karena ratusan warga Palestina dilaporkan tewas di lokasi distribusi sejak sistem tersebut diterapkan pada akhir Mei.

Kelompok-kelompok kemanusiaan juga menyatakan bahwa jumlah bantuan yang masuk masih jauh dari mencukupi. Salah satu kebutuhan paling mendesak yang kini langka adalah susu formula bayi.

Sedikitnya 60 anak dilaporkan meninggal akibat kekurangan gizi. Rumah sakit yang tersisa di Gaza pun kini kesulitan merawat pasien karena kehabisan pasokan dan fasilitas medis.

Sebuah sumber di Rumah Sakit Nasser bahkan memperingatkan bahwa ratusan bayi prematur terancam meninggal dunia akibat tidak tersedianya susu formula, baik di rumah sakit, apotek, pasar, maupun gudang obat.

𝗨𝗡𝗥𝗪𝗔 𝗧𝗲𝗿𝗮𝗻𝗰𝗮𝗺 𝗛𝗲𝗻𝘁𝗶𝗸𝗮𝗻 𝗟𝗮𝘆𝗮𝗻𝗮𝗻

Di tengah krisis ini, Kepala Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini, memperingatkan pada Selasa (24/6) bahwa pihaknya mungkin akan mengambil “keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya” jika pendanaan tidak segera tersedia.

Lazzarini menyebut badan tersebut menghadapi defisit sebesar 200 juta dolar AS atau sekitar Rp3,26 triliun dan kini mengelola arus kas secara mingguan.

“Tanpa tambahan dana, saya harus segera mengambil keputusan besar yang dapat memengaruhi layanan kami bagi para pengungsi Palestina,” ujarnya dalam konferensi pers di Berlin. Ia tidak merinci bentuk keputusan yang dimaksud.

𝗝𝘂𝗺𝗹𝗮𝗵 𝗞𝗼𝗿𝗯𝗮𝗻 𝗧𝗲𝗿𝘂𝘀 𝗕𝗲𝗿𝘁𝗮𝗺𝗯𝗮𝗵, 𝗚𝗲𝗻𝗰𝗮𝘁𝗮𝗻 𝗦𝗲𝗻𝗷𝗮𝘁𝗮 𝗕𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗧𝗲𝗿𝘄𝘂𝗷𝘂𝗱

Otoritas kesehatan Palestina menyebut jumlah korban tewas sejak pecahnya perang mencapai lebih dari 56.000 orang, mayoritas merupakan warga sipil. Ribuan lainnya diyakini masih terkubur di bawah reruntuhan.

Meski korban terus berjatuhan, upaya internasional untuk mendorong gencatan senjata antara Israel dan Hamas hingga kini belum membuahkan hasil.

Pada Rabu (25/6), Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa “kemajuan besar” tengah terjadi dalam upaya gencatan senjata. Ia mengaitkannya dengan serangan militer AS baru-baru ini terhadap Iran yang dinilai memiliki dampak regional.

“Saya pikir kemajuan besar sedang dibuat di Gaza, saya pikir karena serangan yang kita lakukan ini,” ujar Trump, tanpa merinci lebih lanjut.

Israel memperkirakan sekitar 50 dari 251 tawanan yang diculik oleh Hamas pada 7 Oktober 2023 masih berada di Gaza, dengan 20 hingga 25 orang diyakini masih hidup. (Bahry)

Sumber: TNA

Laporan Harvard: 377 Ribu Warga Gaza “Dihilangkan”, Separuhnya Diduga Anak-Anak

GAZA (jurnalislam.com)– Sebuah laporan terbaru yang dirilis melalui Harvard Dataverse pada Juni 2025 mengungkapkan temuan mencengangkan: sedikitnya 377.000 warga Gaza telah “dihilangkan” sejak agresi militer Israel dimulai pada Oktober 2023. Setengah dari jumlah tersebut diyakini merupakan anak-anak.

Laporan ini disusun oleh akademisi Israel, Profesor Yaakov Garb, yang menggunakan analisis data dan pemetaan spasial untuk meneliti dampak serangan Israel terhadap warga sipil serta penghalangan akses terhadap bantuan kemanusiaan.

Dalam laporannya, Garb menegaskan bahwa jumlah korban tewas kemungkinan jauh lebih besar dari angka resmi yang dirilis saat ini, yakni sekitar 61.000 jiwa.

𝗦𝗲𝗹𝗶𝘀𝗶𝗵 𝗣𝗼𝗽𝘂𝗹𝗮𝘀𝗶 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗠𝗲𝗻𝗴𝗸𝗵𝗮𝘄𝗮𝘁𝗶𝗿𝗸𝗮𝗻

Sebelum perang dimulai, populasi Gaza diperkirakan mencapai 2,227 juta jiwa. Namun, data pemetaan berdasarkan estimasi militer Israel menunjukkan populasi terkini hanya sekitar 1,85 juta jiwa. Rinciannya, sekitar 1 juta orang berada di Kota Gaza, 500.000 di kawasan Mawasi, dan 350.000 lainnya di Gaza tengah.

Perbedaan sekitar 377.000 jiwa tersebut memicu pertanyaan besar tentang keberadaan mereka. Meskipun sebagian mungkin mengungsi atau belum terdata, skala selisih ini mengarah pada kemungkinan besar bahwa banyak di antara mereka telah menjadi korban jiwa.

𝗗𝗶𝘀𝘁𝗿𝗶𝗯𝘂𝘀𝗶 𝗕𝗮𝗻𝘁𝘂𝗮𝗻 𝗗𝗶𝘄𝗮𝗿𝗻𝗮𝗶 𝗞𝗲𝗸𝗮𝗰𝗮𝘂𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗥𝗶𝘀𝗶𝗸𝗼

Laporan Garb juga menyoroti peran Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung oleh Amerika Serikat. Menurutnya, struktur dan pengoperasian GHF lebih mencerminkan kepentingan militer Israel daripada kebutuhan kemanusiaan rakyat Gaza.

Dengan menganalisis lokasi distribusi bantuan, Garb menemukan bahwa sebagian besar penduduk Gaza tidak dapat mengakses pusat bantuan tersebut. Lokasinya berada dalam “zona penyangga” militer yang secara resmi dilarang dimasuki warga sipil. Mereka yang mencoba mendekat harus melintasi koridor Netzarim yang dikendalikan tentara Israel, dengan infrastruktur minim dan rute perjalanan berbahaya.

Desain kompleks bantuan ini juga dinilai membahayakan. Setiap titik distribusi hanya melayani sekitar 5,5 orang selama 3,5 hari. Hal ini memaksa warga untuk terus kembali ke zona militer berbahaya guna mendapatkan makanan atau kebutuhan pokok lainnya.

“Kompleks bantuan ini tampaknya justru dirancang untuk menciptakan kekacauan dan gesekan berkepanjangan,” tulis Garb dalam laporannya.

𝗧𝗮𝗻𝗽𝗮 𝗣𝗲𝗿𝗹𝗶𝗻𝗱𝘂𝗻𝗴𝗮𝗻, 𝗧𝗮𝗻𝗽𝗮 𝗠𝗮𝗿𝘁𝗮𝗯𝗮𝘁

Laporan juga menyoroti kurangnya perlindungan terhadap warga sipil yang mengantre bantuan. Sebagian besar lokasi tidak memiliki tempat berteduh, air, toilet, fasilitas medis, atau akses khusus bagi kelompok rentan. Manajemen kerumunan juga tidak tersedia, sehingga kerusuhan dan kekacauan sering terjadi.

Garb menyimpulkan bahwa pusat-pusat distribusi ini tidak memenuhi prinsip dasar kemanusiaan. “Mereka mencerminkan logika kontrol, bukan bantuan. Menyebutnya sebagai pusat distribusi bantuan adalah hal yang menyesatkan,” tegasnya.

𝟰𝟱𝟬 𝗧𝗲𝘄𝗮𝘀 𝗦𝗮𝗮𝘁 𝗠𝗲𝗻𝗴𝗮𝗸𝘀𝗲𝘀 𝗕𝗮𝗻𝘁𝘂𝗮𝗻

Laporan ini dirilis hanya beberapa hari sebelum Kementerian Kesehatan Gaza, pada Selasa (24 Juni 2025), mengumumkan bahwa sedikitnya 450 orang tewas dan sekitar 3.500 lainnya terluka sejak akhir Mei karena mencoba mengakses bantuan dari titik distribusi GHF.

Sebagian besar korban dilaporkan terkena serangan ketika berada di dekat atau dalam perjalanan menuju lokasi distribusi bantuan yang dikelola GHF. (Bahry)

Sumber: TNA

FKTM Gandeng ACA Indonesia, Gelar Laga Amal Peduli Palestina

TAWANGMANGU (jurnalislam.com)- Sejak terjadinya serangan Israel ke Palestina hampir semua kalangan ikut membela. Dari turun aksi, hingga penggalangan dana untuk disumbangkan ke Rakyat Palestina.

Tak mau ketinggalan, Forum Komunikasi Takmir Masjid (FKTM) Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar gelar laga amal yang dikemas dalam pertandingan sepak bola se Kecamatan Tawangmangu, khusus untuk peserta berumur 40 tahun ke atas, sekaligus memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia (RI) yang ke 80 tahun. Dan ini merupakan event ke dua, setelah pertama di tahun 2024.

Kegiatan ini diprakarsai oleh FKTM, bekerja sama dengan ACA Indonesia, sebuah lembaga kemanusiaan yang berkomitmen dan konsisten dalam membantu masyarakat Palestina, sebagai panitia bersama. Pertandingan sepak bola di laksanakan di Lapangan Sepakbola Tegalrejo, Desa Gondosuli, Tawangmangu, Karanganyar, yang direncanakan kegiatan selama bulan Juni sampai Juli 2025.

Acara bertajuk “Ayo…!, Berkeringat untuk Palestina” ini dimaksudkan sebagai wujud kepedulian dan solidaritas untuk membantu masyarakat Palestina.

Kegiatan tersebut di awali seremonial pembukaan, Rabu sore (25/06/2025), di Lapangan Sepakbola Tegalrejo, Gondosuli. Dan hadir pula untuk pembukaan acara, Pangat, selaku Kepala Desa Gondosuli, Tawangmangu.

Mamek Supardi, selaku ketua panitia menyampaikan di pembukaan acara, “Bahwa laga amal ini di ikuti oleh 32 team, baik dari perwakilan masjid, pengajian, perkumpulan atau paguyuban. Yang penting peserta berumur 40 tahun ke atas,” terangnya.

“Ini laga amal, tidak untuk mencari menang kalah, tetapi pertandingan untuk kepedulian dan solidaritas, bentuk nyata dalam membela palestina, membela keadilan dan bersatu untuk Palestina,” jelasnya.

“Semoga menjadi amal jariyah kita semua, dan semoga duka Palestina bisa segera berakhir,” harap Mamek Supardi.

Hal sama juga di sampaikan oleh Direktur ACA Indonesia, Imron Rosadi, yang mengatakan pertandingan sepak bola ini untuk menyambut HUT RI yang ke 80, sekaligus laga amal penggalangan dana untuk Palestina.

“Pertandingan sepak bola ini sebagai amal, hiburan dan persahabatan, sekaligus laga amal penggalangan dana untuk Palestina,” jelas Imron Rosadi. “Semoga kegiatan seperti ini terus di laksanakan, agar terjalin persaudaraan antara pemain atau penghobi sepakbola,” katanya.