Syukuri 79 Tahun Merdeka, Pondok Al Mukmin Ngruki Gelar Upacara Bendera

SUKOHARJO (jurnalislam.com)- Ratusan Santri dan Guru Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki menggelar upacara bendera peringati Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia (RI) ke-79 pada Sabtu (17/8/2024) Pukul 06.30 WIB.

Santri putra mengenakan jubah putih berpeci putih tampak khidmad mengikuti serangkaian acara upacara bendera

Sebagai instruktur upacara adalah Ustaz Yahya Abdurrahman selaku Direktur Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki.

Hadir pula ketua Yayasan Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki Ustaz Farid Ma’ruf, Ketua STIM Dr. Azzam Sudarmadi dan Ustaz Sholeh Ibrahim

Dalam amanatnya Ustaz Yahya Abdurrahman mengingatkan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia tidak bisa lepas dari perjuangan para ulama , santri dan umat Islam. Mereka rela berkorban tenaga, harta bahkan nyawa demi mengusir penjajah dari bumi Indonesia.

Amanah kedua bahwa para santri dan alumni agar tetap berkontribusi dalam mengisi kemerdekaan dengan kompetensi keilmuannya.

Sementara itu untuk santri putri ada tausiah di kompleks putri

Jamaah Ansharu Syariah Ajak Masyarakat Isi Kemerdekaan dengan Karya yang Memajukan Bangsa

JAKARTA (jurnalislam.com)- Jamaah Ansharu Syariah melalui Juru Bicaranya Ustadz Imron Byhaqi, mengeluarkan pernyataan pers dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-79. Dalam pernyataannya, Ustadz Imron mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk merayakan momen kemerdekaan dengan penuh syukur dan tanggung jawab.

“Bulan Agustus adalah bulan kebahagiaan bagi rakyat Indonesia, karena di bulan ini Indonesia Merdeka,” ungkap Ustadz Imron Byhaqi.

Beliau menekankan pentingnya rasa syukur kepada Allah atas nikmat kemerdekaan yang telah diberikan kepada bangsa Indonesia.

“Kita bersyukur kepada Allah atas nikmat kemerdekaan Indonesia ini, karena kemerdekaan ini adalah nikmat dan rahmat Allah untuk bangsa Indonesia. Sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945,” lanjutnya.

Dalam kesempatan tersebut, Ustadz Imron juga menyampaikan harapannya untuk masa depan Indonesia.

“Dirgahayu Hari Kemerdekaan Negara Republik Indonesia ke-79. Di HUT RI ke-79 ini, kami Jamaah Ansharu Syariah berharap semoga Negeri Indonesia ini lebih baik lagi dari tahun-tahun kemarin,” ujarnya.

Beliau mengingatkan bahwa peringatan kemerdekaan tidak seharusnya hanya diisi dengan euforia semata, tetapi juga harus diiringi dengan upaya untuk memajukan negara.

“Alangkah baiknya jika kita tidak hanya memperingati kemerdekaan dalam makna bergembira atau euforia belaka, namun kita harus berfikir untuk bisa mengisi kemerdekaan ini dengan karya yang bisa memajukan negeri ini,” kata Ustadz Imron.

Ustadz Imron juga memberikan pesan khusus kepada para pemangku kebijakan di Indonesia. “Hendaknya setiap pemangku kebijakan meningkatkan taqwanya kepada Allah, menjadikan dirinya sebagai muslim sejati. Agar Allah menambah nikmatnya kepada bangsa Indonesia, melimpahkan keberkahan bagi negeri ini,” tutupnya.

Kontributor: Rifqi

Prof. Ir. Daniel Mohammad Rosyid: Ulama dan Santri Berperan Besar dalam Perjuangan Kemerdekaan

JAKARTA (jurnalislam.com)- Dalam acara Seminar Kemerdekaan NKRI ke-79 dan Muktamar Ke-III Jamaah Ansharu Syariah yang digelar di Hotel Sofyan Cut Mutia, Jakarta Pusat, Kamis pagi (15/8/2024), Prof. Ir. Daniel Mohammad Rosyid, M.Phil., Ph.D., menyampaikan materi bertema “Peran Ulama dan Santri Dalam Perjuangan Kemerdekaan: Jejak Sejarah yang Harus Diabadikan”.

Dalam pemaparannya, Prof. Daniel menekankan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah buah dari serangkaian perjuangan panjang dan pengorbanan para ulama sejak kedatangan penjajah ke Nusantara. Menurutnya, Islam berperan penting dalam menyatukan berbagai suku di Nusantara dan membebaskan mereka dari sukuisme,

“Kemerdekaan bukan datang ujug-ujug, tapi melalui serangkaian perjuangan dan pengorbanan para ulama sejak Portugis, Belanda, Jepang dan Inggris datang ke bentang alam kepulauan Nusantara seluas Eropa ini. Dengan Islam, beratus suku di Nusantara itu terbebas dari sukuisme, dan paganisme, memungkinkannya menerima imajinasi baru bernama bangsa Indonesia yang bhinneka tunggal ika,” ujar Prof. Daniel.

Beliau juga menyoroti bahwa UUD 1945 dirancang oleh para pendiri bangsa sebagai sebuah deklarasi perang melawan penjajahan dan sekaligus rumus untuk memenangkan perang tersebut. Prof. Daniel memperingatkan agar masyarakat waspada terhadap upaya untuk mengubah UUD 1945, yang menurutnya dilakukan oleh kaum kiri dan sekuler radikal.

“Para tokoh pendiri bangsa sebagai the best minds di masanya, telah berhasil menyusun UUD 1945 sebagai pernyataan perang melawan penjajahan, sekaligus rumus untuk memenangkan perang itu. Waspadai segala upaya untuk mengubah UUD 1945 oleh kaum kiri dan sekuler radikal sebagai useful idiots adalah jalan kekalahan melawan neokolonialisme. Umat Islam akan tetap setia berdiri di garda depan UUD 1945,” tegasnya.

Prof. Daniel juga menggarisbawahi bahwa sejak kedatangan Portugis pada tahun 1511 dan Belanda pada tahun 1596, Islam menjadi sumber inspirasi jihad melawan penjajahan. Beliau menyinggung peran strategis lembaga-lembaga Islam seperti Ma’had Baitul Maqdis di Aceh, yang menjadi pusat pendidikan militer dengan kurikulum yang diadopsi dari Kesultanan Turki Usmani.

Selain itu, beliau juga menjelaskan bagaimana Syarikat Islam, Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama (NU) muncul dari kesadaran ulama akan pentingnya perjuangan kemerdekaan melawan penjajah.

“Kerajaan Nusantara bertahan setelah memeluk Islam dan menjadi pelopor perlawanan terhadap penjajahan. Peran ulama dan santri sejak zaman penjajahan, menjelang dan sesudah proklamasi sangat besar. Narasi-narasi islamophobik di Republik adalah upaya ahistoris untuk menghilangkan peran ulama dalam perjuangan kemerdekaan,” ujar Prof. Daniel.

Dalam kesimpulannya, Prof. Daniel menegaskan bahwa peran ulama dan santri dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia harus diabadikan dan tidak boleh dilupakan. Islam, dengan ajarannya, telah memberikan dorongan luhur untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dari penjajahan, dan kontribusi ini harus diakui sebagai bagian integral dari sejarah bangsa.

Reporter: Rifqi

Kontribusi Jamaah Ansharu Syariah dalam Pembangunan Bangsa Paska Kemerdekaan

JAKARTA (jurnalislam.com)- Dalam Seminar Kemerdekaan NKRI ke-79 dan Muktamar Ke-III Jamaah Ansharu Syariah yang digelar di Hotel Sofyan Cut Mutia, Jakarta Pusat, Ustadz Imran Bayhaqi, juru bicara Jamaah Ansharu Syariah, menyampaikan materi dengan tema “Peran Strategis Ormas Islam Dalam Pembangunan Bangsa Pasca Kemerdekaan”.

Kegiatan tersebut di gelar di Hotel Hotel Sofyan Cut Mutia, Jakarta Pusat, pada kamis-Jumat, (15-16/8/2024). Ustadz Imran Bayhaqi memaparkan berbagai program sosial dan kemanusiaan yang dijalankan oleh Jamaah Ansharu Syariah.

Ia mengungkapkan bahwa organisasi ini memiliki 12 program unggulan, yang mencakup Berbagi Sembako, Peduli Bencana, Khitan Gratis, Pengobatan Gratis, Berbagi Pakaian, Bedah Rumah, Renovasi Masjid & Fasilitas Umum, Wakaf Al Qur’an, Donor Darah, Berbagi Makanan Siap Saji, hingga program Bersih-bersih Masjid.

“Program Berbagi Sembako adalah salah satu upaya kami dalam membantu masyarakat yang membutuhkan. Pada tahun 2024 ini, Jamaah Ansharu Syariah telah berhasil mendistribusikan 1,5 ton beras per bulan,” ujar Ustadz Imran.

Ia juga menjelaskan kontribusi Jamaah Ansharu Syariah dalam program Peduli Bencana yang telah melibatkan 400 personel relawan dan menjangkau 11 provinsi serta 26 kota atau kabupaten di Indonesia.

“Sejak tahun 2018 hingga 2024, kami telah melaksanakan 37 kegiatan peduli bencana, baik di skala nasional maupun daerah. Kami juga mendapat penghargaan dari Basarnas atas partisipasi kami dalam penanganan bencana Gunung Semeru,” ungkapnya.

Selain itu, Ustadz Imran menyoroti program Tebar Makanan Siap Saji yang dilaksanakan setiap Jumat dalam kegiatan Jum’at Berkah. Program ini menjangkau pemulung, pengemis, tukang becak, dan jamaah sholat Jumat di berbagai masjid.

“Hingga tahun 2021, Jamaah Ansharu Syariah telah membagikan 79.570 porsi nasi kotak di 39 kota atau kabupaten. Ini adalah bentuk kepedulian kami terhadap mereka yang membutuhkan,” tambah Ustadz Imran Bayhaqi.

Dengan berbagai program tersebut, Ustadz Imran menekankan peran strategis Jamaah Ansharu Syariah dalam berkontribusi pada pembangunan bangsa, khususnya dalam mengisi kemerdekaan dengan nilai-nilai Islam.

Gelar Seminar Kemerdekaan dan Muktamar ke-3, Amir Jamaah Ansharu Syariah Ajak Umat Jaga Persatuan

JAKARTA (jurnalislam.com)- Dalam rangka memperingati HUT ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia, Jamaah Ansharu Syariah menggelar Seminar Kemerdekaan dan Muktamar Ke-III dengan tema “Harmoni Iman dan Kemerdekaan: Meneladani Perjuangan Umat Islam dalam Membangun Bangsa”. Acara ini diadakan pada Kamis pagi (15/8/2024) di Hotel Sofyan Cut Mutia, Jakarta Pusat, dan dibuka secara resmi oleh KH. Mochammad Achwan, Amir Jamaah Ansharu Syariah.

Dalam sambutan pembukaannya, KH. Mochammad Achwan menekankan pentingnya peran umat Islam dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia mengingatkan bahwa kemerdekaan yang diraih oleh bangsa ini adalah rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang lahir dari tekad bulat seluruh komponen bangsa dalam kebersamaan dan persatuan.

“Bahwa kita merdeka ini atas Rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, itu tidak bisa dipungkiri sudah menjadi dokumen negara. Rahmat Allah itu turun dari tekad yang bulat dalam kebersamaan, kesatuan seluruh komponen bangsa ini didalam memperjuangkan kemerdekaan. Yang kita tahu peran yang sangat besar sekali dari umat Islam. Itulah buah dari persatuan dan kesatuan menurunkan rahmat Allah,” ujar KH. Mochammad Achwan.

Lebih lanjut, beliau mengingatkan bahwa perselisihan hanya akan melemahkan kekuatan bangsa dan menurunkan wibawa negara. Oleh karena itu, KH. Achwan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu dalam mengisi kemerdekaan agar rahmat Allah kembali tercurah kepada bangsa Indonesia.

“Kalau kita berselisih akan melemahkan kekuatan kita, menurunkan wibawa kita, oleh karena itu ayo bersatu dalam mengisi kemerdekaan ini agar rahmat Allah kembali kepada kita semua,” tambahnya.

KH. Mochammad Achwan juga menyoroti pentingnya eksistensi dan peran umat Islam dalam sejarah bangsa Indonesia, baik sebelum maupun setelah kemerdekaan. Beliau menyayangkan adanya berbagai fitnah yang ditujukan kepada umat Islam saat ini dan mengajak seluruh pihak untuk mempertanyakan hal tersebut.

Acara seminar ini dihadiri oleh beberapa tokoh penting, di antaranya Prof. Ir. Daniel Mohammad Rosyid, M.Phil., Ph.D., Ustadz Muzayyin Marzuki, MA, dan Ustadz Imron Bayhaqi, yang memberikan materi terkait tema yang diusung. Namun, Komjen Pol. Prof. Dr. H. Mohammed Rycko Amelza Dahniel, M.Si, yang dijadwalkan hadir sebagai pemateri utama, tidak dapat hadir dalam acara tersebut.

Muktamar Ke-III Jamaah Ansharu Syariah ini diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat persatuan umat Islam dalam mengisi kemerdekaan dan membangun bangsa sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh agama.

Refleksi Haedar Nashir di HUT ke 79 RI : Jangan Sampai Indonesia Raya Kehilangan Nyawa

YOGYAKARTA (jurnalislam.com)– Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengajak segenap warga bangsa untuk sama-sama melakukan refleksi dalam momentum HUT ke 79 RI.

Haedar mengatakan, merayakan kemerdekaan tentu mengandung rasa gembira sebagai ekspresi kesyukuran atas karunia Tuhan yang sangat berharga. Namun kegembiraan mesti disertai penghayatan akan makna merdeka dan nilai-nilai dasar yang menjadi nyawa Indonesia. Agar kegembiraan itu tidak bersifat lahiriah semata, apalagi berubah menjadi pestapora.

“Apakah Pancasila saat ini benar-benar dijadikan ruh, jiwa, atau nyawa dalam penyelenggaran dan kebijakan membangun Negara Republik Indonesia? Apakah seluruh warga dan pemimpin Indonesia senantiasa berpikir, bersikap, dan bertindak di atas landasan nilai utama Pancasila. Pancasila tidak menjadi jargon dan kata-kata belaka,” jelas Haedar pada Jumat (16/8) di Yogyakarta.

Haedar mengatakan Pancasila niscaya menjadi praktik hidup berbangsa dan bernegara yang luhur dan utama. Wujudkan dan praktikkan Pancasila dalam kehidupan politik, ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dan kebijakan-kebijakan publik secara nyata.

“Kekuasaan dalam pemerintahan negara di eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga-lembaga bentukan pemerintahan lainnya haruslah berdiri tegak di atas nilai dasar Pancasila dan konstitusi Indonesia. Agama dan kebudayaan menjadi nilai luhur yang membentuk dasar moral dan etika berindonesia,” jelas Haedar.

Haedar menekankan, ketika saat ini bangsa Indonesia merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-79, maka hayati dan praktikkan nilai-nilai dasar yang menjadi nyawa Negara Republik Indonesia itu. Jangan berhenti di kulit luar dan kesemerakkan lahiriah semata.

“Bangunlah jiwa Indonesia agar lahir Indonesia Raya yang bernyawa. Yakni Indonesia yang benar-benar merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur sebagai tujuan dan cita-cita nasional yang digoreskan para pendiri negara. Bawalah negara dan bangsa tercinta ini pada cita-cita luhurnya yang mulia,” imbuh Haedar.

Rakyat Indonesia menderita ratusan tahun akibat kezaliman penjajah yang menikmati bumi dan kekayaan negeri ini. Di antara pejuang bangsa itu bahkan banyak yang tidak berpredikat Pahlawan Nasional, bahkan gugur tanpa nama.

“Karenanya, jangan biarkan Indonesia saat ini nestapa apalagi mati suri karena raganya terlepas dari jiwanya. Korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, politik uang, politik transaksional, politik dinasti, utang negara, salah urus dan penyimpangan dalam pengelolaan sumberdaya alam wujud dari penghianatan atas jiwa kemerdekaan Indonesia,” tegas Haedar.

Haedar juga menegaskan bahwa kemerosotan moral, etika, dan segala tindakan buruk dalam berbangsa-bernegara merupakan bentuk perusakan jiwa Indonesia.
“Kunci Indonesia Raya agar tetap bernyawa dan tidak salah arah dalam memperjuangkannya berada di pundak para pemimpin bangsa,” jelas Haedar.

Haedar berpesan agar para pemimpin Indonesia berjiwa, berpikiran, bersikap, dan bertindak sejalan Pancasila, agama, kebudayaan, dan sejarah Indonesia nan sarat makna. Menjadi para pemimpin negarawan yang mengedepankan kepentingan Indonesia di atas kepentingan diri, kroni, dinasti, dan golongan sendiri.

Haedar mengutip pidato Mr Soepomo yang mengingatkan: “Kepala Negara dan badan-badan Pemerintahan lain harus bersifat pemimpin yang sejati, penunjuk jalan ke arah cita-cita luhur, yang diidam-idamkan oleh rakyat. Negara harus bersifat badan penyelenggara, badan pencipta hukum yang timbul dari hati sanubari rakyat seluruhnya.”.

“Para pemimpin Indonesia harus sudah selesai dengan dirinya, dengan mengutamakan sikap memberi dan bukan meminta apalagi mencuri dari Indonesia,”tegas Haedar.

Haedar mengutip pernyataan John F Kennedy, Presiden Amerika Serikat. “Jangan tanyakan apa yang negara ini berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negaramu.”

“Jangan sampai Indonesia Raya kehilangan nyawa karena warga dan elite bangsanya bertindak sekehendaknya. Menjadi elite dan warga pemburu kuasa, tahta, dan gemerlap dunia. Para pemimpin Indonesia termasuk para ilmuwannya, niscaya menjadi penjaga integritas kenegarawan berbasis nilai-nilai luhur Pancasila, Agama, dan kebudayaan bangsa,” tutur Haedar.

Terakhir, Haedar berpesan kepada para elite untuk menjaga kebenaran, moral, etika, pengetahuan, dan kemajuan bangsa. Mereka konsisten mengutamakan kepentingan negara dan bangsa dengan berkorban sepenuh jiwa-raga.

“Para elite negeri jangan sibuk membangun legasi dan kepentingan diri yang merusak nilai-nilai luhur dan membebani masa depan Indonesia. Jadilah elite dan warga penyebar kebaikan berbasis iman dan taqwa agar Tuhan memberkahi Indonesia. Keberhasilan Indonesia di bidang ekonomi, politik, dan kemajuan fisik sedigdaya apapun tidak akan bertahan lama jika negara dan bangsa kehilangan nilai-nilai luhur nan utama. Menjadi Indonesia tanpa nyawa!,” pungkas Haedar.

Antara Hijab dan Bendera: Kisah Pasukan Paskibraka dan Perjuangan Pahlawan Wanita Indonesia

Oleh: Bahry Bahruddin, ST

Setiap 17 Agustus, momen bersejarah kemerdekaan Indonesia dirayakan dengan penuh khidmat di Istana Negara. Namun, tahun ini, upacara pengibaran bendera Merah Putih akan digelar untuk pertama kalinya di Ibu Kota Nusantara (IKN), lokasi baru yang menandai era baru bagi Indonesia. Pasukan Paskibraka, sebagai penjaga kehormatan, memiliki tanggung jawab mulia untuk melaksanakan tugas ini. Namun, mereka dihadapkan pada sebuah aturan yang mengejutkan: melepaskan hijab saat upacara.

Aturan ini ditetapkan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) melalui Surat Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, yang diterbitkan oleh Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, di Jakarta pada 1 Juli 2024.

Surat keputusan tersebut melampirkan dua gambar standar pakaian untuk Paskibraka Putra dan Paskibraka Putri. Pada gambar pakaian Paskibraka Putri, tidak ada gambar yang memperlihatkan pakaian dengan jilbab. Keputusan ini menimbulkan kontroversi dan kritik, terutama karena dianggap bertentangan dengan hak-hak individu untuk mengenakan hijab sebagai bagian dari identitas keagamaan mereka.

Keputusan ini tampaknya bertolak belakang dengan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh pahlawan wanita Indonesia seperti Syaikhah Hajjah Rangkayo Rahmah El Yunusiyyah, Hajjah Rangkayo Rasuna Said, Siti Walidah, Opu Daeng Risaju, dan para mujahidah lainnya.

Mereka adalah ikon perjuangan kemerdekaan yang dikenal dengan integritas dan dedikasi mereka, banyak di antaranya mengenakan hijab sebagai simbol identitas dan keyakinan mereka.

Syaikhah Hajjah Rangkayo Rahmah El Yunusiyyah adalah ulama dan pendidik yang mengajarkan pentingnya ketaatan agama, termasuk penggunaan hijab. Ia tercatat sebagai salah seorang pertama yang mengibarkan bendera Merah Putih di Sumatera Barat. Hajjah Rangkayo Rasuna Said, seorang aktivis kemerdekaan, berjuang untuk hak-hak perempuan dan kebebasan beragama.

Siti Walidah atau atau Nyai Ahmad Dahlan adalah seorang pendidik dan aktivis yang mendukung hak-hak wanita dan pendidikan. Menariknya lagi, dalam buku yang berjudul Muhammadiyah yang terbit di tahun 1934, terkuak bahwa Siti Walidah sudah memperkenalkan tutorial hijab sejak lama. Ia menggambarkan tahapan mengenai hijab melalui ilustrasi gambar.

Kala itu, ia memilih gambar perempuan berkebaya yang sedang mempraktekkan cara memakai hijab yang sesuai dengan syariat Islam. Salah satunya, harus menutup bagian dada. Sementara Opu Daeng Risaju dikenal sebagai pahlawan berhijab yang paling frontal melawan NICA.

Penggunaan hijab tidak bertentangan dengan Pancasila. Sila-sila dalam Pancasila, khususnya Sila Pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa), Sila Kedua (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab), dan Sila Ketiga (Persatuan Indonesia), mendukung hak individu untuk menjalankan keyakinan agama mereka, termasuk mengenakan hijab. Prinsip-prinsip ini menghargai keberagaman dan kebebasan beragama sebagai bagian dari identitas bangsa.

Lebih lanjut, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga menjamin kebebasan beragama. Pasal 28E Ayat (1) menyatakan, “Setiap orang berhak untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, serta berhak untuk mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Ini menggarisbawahi bahwa kebebasan untuk mengenakan hijab sebagai bagian dari identitas keagamaan merupakan hak yang dilindungi oleh konstitusi.

*Namun, kebijakan terbaru yang melarang Paskibraka putri mengenakan hijab* pada saat upacara pengibaran bendera menimbulkan sejumlah pertanyaan. Beberapa pihak menganggap peraturan ini sebagai langkah mundur dalam menghargai hak-hak individu dan keberagaman.

Ada dugaan bahwa kebijakan ini mungkin diambil untuk menciptakan keseragaman dalam upacara kenegaraan, tetapi hal ini justru bisa dianggap sebagai pengabaian terhadap prinsip-prinsip Pancasila yang mendukung kebebasan beragama dan keberagaman.

Menarik untuk dicatat bahwa dahulu, penjajah Belanda juga pernah melarang penggunaan hijab bagi wanita pribumi. Kebijakan kolonial ini bertujuan untuk mengontrol dan mengasimilasi budaya lokal, termasuk memaksakan aturan yang membatasi kebebasan beragama dan ekspresi diri. Sejarah menunjukkan bahwa larangan hijab oleh penjajah Belanda adalah bagian dari upaya untuk menekan identitas budaya dan agama pribumi.

Ironisnya, kebijakan BPIP yang melarang penggunaan hijab pada Paskibraka putri seolah-olah mengulang kebijakan kolonial tersebut, mundur sebelum Indonesia merdeka dan mengikuti jejak kolonial Belanda dalam membatasi kebebasan individu.

Kritik terhadap peraturan BPIP ini juga menyasar pada aspek legalitasnya. Sebagai lembaga yang ditugaskan untuk pembinaan ideologi Pancasila, BPIP seharusnya memperhatikan keselarasan setiap kebijakan dengan UUD 1945. Adanya peraturan yang melarang hijab dalam konteks upacara kenegaraan, jika bertentangan dengan konstitusi, menimbulkan pertanyaan serius tentang apakah BPIP dapat membuat kebijakan yang melanggar hak-hak fundamental yang dijamin oleh UUD.

Hal ini memicu perdebatan tentang bagaimana regulasi dari lembaga seperti BPIP harus sejalan dengan prinsip-prinsip konstitusi dan hak asasi manusia.

Mengapa aturan ini diterapkan? Mungkin ada pertimbangan administratif atau simbolis yang ingin dicapai, namun hal ini seharusnya tidak mengabaikan hak-hak individu untuk mengekspresikan keyakinan mereka. Peraturan semacam ini bisa jadi mencerminkan ketidaksesuaian dalam menerjemahkan prinsip-prinsip dasar negara kita ke dalam praktik sehari-hari.

Di tengah-tengah kontroversi ini, penting untuk mengingat kembali semangat perjuangan para pahlawan wanita yang telah memberikan kontribusi besar dalam merebut kemerdekaan dan hak-hak kita. Mereka telah menunjukkan bahwa keberagaman dan kebebasan beragama adalah bagian integral dari identitas bangsa Indonesia yang kita cintai.

Cetak Generasi Tangguh dan Berakhlak, SMP Muhammadiyah PK Solo Gelar Awalussanah dan Seminar Parenting

SOLO (jurnalislam.com)- Cetak generasi tangguh dan berakhlak di tengah problematika kemajuan zaman, SMP Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Solo gelar awalussanah dan seminar parenting orang tua siswa kelas 7 pada Sabtu (3/7/2024) di ball room hotel Solia Zigna, Solo. Sebagai narasumber seminar parenting adalah M. Junianto, Dai Dakwah Islamiyah Jawa Tengah.

Kepala SMP Muhammadiyah PK Kottabarat Solo, Muhdiyatmoko, M.Pd. menyampaikan pentingnya awalussanah digelar sekolah untuk menjaga silaturahmi dan komunikasi yang baik antara orang tua dengan sekolah. “Sebuah tradisi yang baik adanya pertemuan rutin menyambung silaturahmi dan komunikasi yang baik. Sekolah tidak bisa melaksanakan program tanpa bantuan dan kerja sama orang tua,” jelasnya.

Dalam acara tersebut, Muhdiyatmoko juga menekankan pentingnya bersama-sama untuk menjaga akhlakul karimah para siswa. Hal itu karena kemajuan teknologi informasi seperti pedang bermata dua, satu sisi memberikan manfaat kemudahan belajar siswa, tetapi sisi lain memberikan kerugian merusak akhlak dan karakter siswa.
“Mari kita bersama-sama membekali diri keilmuan parenting untuk membangun akhlak anak-anak di tengah problematika kemajuan zaman agar mencetak generasi yang tangguh,” jelasnya.

Selaku narasumber, Ustaz Junianto, yang juga aktif di Dai DDII Jawa Tengah dan Konsultan Keluarga Sakinah, mengajak kepada ratusan orang tua siswa kelas 7 untuk memahami kedudukan anak dalam pandangan Islam. Ia menjelaskan bahwa anak adalah amanah bagi orang tuanya, generasi penerus, tabungan amal bagi orang tuanya di akhirat, penghibur serta perhiasan dunia bagi orang tuanya.
“Didiklah dan ajarkan anak dengan akidah yang lurus dan kuat. Selain itu, tanamkan tauhid dalam jiwa dari segala pengotoran akidah. Untuk itu maka orang tua juga harus memiliki kekuatan akidah yang kuat juga,” jelasnya.

Orang tua harus menyuruh, mengajar, dan mendidik anak untuk melakukan ibadah khusus shalat dan puasa. Didik anak dengan adab dan akhlak yang mulia. Anak-anak diberikan pemahaman kepada hak-hak orang sekitarnya atas dirinya, lebih-lebih hak orang tua atas anak-anak lelaki dan hak suami atas perempuan yang sudah bersuami.

Akhir sesi parenting, Ustaz Junianto mempersilakan kepada orang tua siswa untuk menyampaikan curhatan dan permasalahan yang dialami.

Selain materi parenting, awalussanah orang tua siswa kelas 7 terdapat materi sosialisasi program-program sekolah oleh Wakil Kepala Sekolah bidang kurikulum, Ustazah Latifah Suryani, M.Pd., Koordinator Urusan Kesiswaan, Ustaz Heru Hadiyono, S.Pd., S.Kom, dan Koordinator kelas 7 oleh Ustazah Rizka Dian Permatasari, S.Pd.

Ribuan Warga Makassar Ramaikan Aksi Dukungan Global untuk Gaza dan Palestina di Monumen Mandala

MAKASSAR (jurnalislam.com)- Ribuan warga Kota Makassar tumpah ruah memadati halaman Monumen Mandala, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Makassar, dalam Aksi Dukungan Global untuk Palestina, Sabtu pagi tadi, (3/8/2024).

Massa dari kelompok pria dan wanita yang dibuat berjarak rata-rata memegang atribut bendera Palestina. Mereka sesekali meneriakkan yel, yel, kemerdekaan untuk Palestina, dan pekikan takbir: Allahu Akbar.

Ketua KITA Palestina, Ustadz Syaibani Mujiono, selaku penanggungjawab kegiatan, menyampaikan rasa haru, bangga dan terima kasih serta apresiasi kepada segenap pihak yang mendukung pelaksana acara itu, terutama dari pihak Pemerintah Kota Makassar, Polrestabes Makassar, Ormas Wahdah Islamiyah bersama dengan sejumlah komponen Ormas Islam lainnya.

“Aksi ini bertujuan untuk mengingatkan masyarakat, dalam momentum bulan kemerdekaan Indonesia, bahwa Palestina juga memiliki hak untuk merdeka dan hal tersebut menjadi tanggung jawab Bersama,” ujarnya.

Dia mengatakan, pihaknya tidak akan pernah berhenti menggelar aksi dukungan Palestina sampai benar-benar tindakan kezaliman di Palestina dihentikan.

“Insya Allah, kita akan menggelar kegiatan lagi di bulan Agustus ini. Semoga para pejuang pembela kemerdekaan Palestina masih bisa terus bersama,” kata Ustadz Syaibani, yang diamini ribuan peserta.

Sementara itu, dalam orasinya, Ketua Harian DPP Wahdah Islamiyah, Ustadz Rahmat Abdul Rahman, menyebut Indonesia memiliki hutang sejarah dan hutang konstitusi terhadap Palestina.

Dia menyampaikan bahwasanya Palestina melalui muftinya pada saat itu, dan Palestina sebagai sebuah bangsa, yang termasuk mengakui dan menyatakan mendukung kemerdekaan Indonesia.

“Dan kemerdekaan itu diperoleh negara kita Indonesia di bulan Agustus seperti saat ini. Kemudian, sikap negara kita sudah sangat jelas dan tegas di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang menggariskan bahwa kemerdekaan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan,” tegas Ustadz Rahmat.

Dia juga menyoroti hak asasi manusia (HAM) yang senantiasa digaungkan negara-negara seperti Amerika Serikat. Namun, ketika Palestina menjadi korban pelanggaran HAM berat, dan Israel terbukti sebagai pelakunya, malah tidak mendapat tindakan apa-apa.

Adapun Pembina KITA Palestina, Ustadz Muhammad Ikhwan Jalil, turut membacakan puisi, yang sebagian bait puisinya menggambarkan kesedihan sekaligus mengobarkan semangat perjuangan pasca gugurnya pejuang kemerdekaan Palestina, Syaikh Ismail Haniyeh, pada Rabu (31/7/2024).

Silih berganti perwakilan ormas Islam berorasi dalam acara itu, di antaranya Ketua Forum Ummat Islam Bersatu (FUIB), Ustadz Mukhtar Deng Lau; Ketua Majelis Kebangsaan Rahmatan Lil ‘Alamin (MAKRAM) Pusat, Profesor Muhammad Asdar, Ketua Majelis Dzikir Darut Taubah, yang juga aktivis Front Persaudaraan Islam (FPI), Ustadz Firdaus Malie, serta perwakilan dari Lingkar Dakwah Mahasiswa Islam (LIDMI).

Aksi ditutup dengan penggalangan dana dan pembacaan doa oleh Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Makassar, KH. Muh. Said Abd Shamad.

Dalam Aksi Dukungan Global untuk Gaza dan Palestina itu, turut dibentangkan bendera Palestina dan bendera Merah Putih Indonesia sepanjang 25 meter.

Dengan dukungan yang kuat dari berbagai lapisan masyarakat, aksi damai ini diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam upaya global untuk menghentikan genosida di Gaza dan memperjuangkan kemerdekaan bagi Palestina.

Jusuf Kalla Saksikan Prosesi Pemakaman Ismail Haniyeh

QATAR (jurnalislam.com)- Wakil Presiden RI ke 10 dan 12, Jusuf Kalla atau JK, menghadiri pemakaman pimpinan politik Hamas, Ismail Haniyeh, di Doha, Qatar, Jumat, 2 Agustus 2024, waktu setempat. Haniyeh dimakamkan di di Pemakaman Keluarga Emir Qatar di kawasan Lusail, wilayah pinggir laut utara Doha, setelah shalat Jumat, atau sekira pukul 13:30, waktu Qatar.

Sebelum dimakamkan, jenazah almarhum Haniyeh dishalatkan di Masjid Imam Muhammad bin Abdul Wahhab. JK terlihat ikut melakukan shalat janazah bersama ribuan orang yang hadir.

JK terlihat didampingi Menkumham 2004-2007 Hamid Awaluddin, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin serta Dubes RI untuk Qatar Ridwan Hassan.

JK juga turut menyaksikan pemakaman pimpinan Hamas yang sempat bertemu langsung dua pekan sebelumnya. Usai prosesi pemakaman, JK dan rombongan kembali berdoa bersama untuk almarhum.

Menurut JK, Ratusan bahkan ribuan jamaah yang hadir terlihat emposional. Mereka larut dalam shalat Jumat dan dilajnutkan dengan salat janazah.

Mereka yang hadir seperti petinggi dari Turki, PM Iran, Malaysia, Oman serta beberapanegara sekitar. “Semua hadir dan ini menandakan bahwa kita semua mendorong upaya perjuangan Palestina,” kata JK

“Ini juga memperlihatkan bagaimana kuatnya pengaruh almarhum Haniyeh dan sementara proses memilih pemimpin baru dan tentu saja berharap terjadinya perdamaian tercapai,” imbuh JK.

Bagi Indonesia, lanjut JK, tengah berupaya mengupayakan dua hal. “Kita ingin mendorong upaya mereka bersatu (Hamas dan Al-fatah) serta kedua mendorong perdamaian yang adil antara Palestina dengan Israel,” tegas JK lagi.

Lebih jauh, JK meyakinkan, jika semua negara-negara yang hadir menginginkan perdamaian. Sehingga harus ditangani dengan lebih baik. “Memang kalau tidak ditangani dengan baik ini bisa meluas. jadi dibutuhkan ketenangan. Iran dan turki mempunyai kemampauan persenjataan yang kuat tapi saya pikir akan menghancurkan seluruh Timur Tengah apabila mereka semua melancarkan perang besar itu,” kata JK lagi.

Seperti diketahui, JK terbang ke Qatar untuk menghadiri langsung pemakaman Haniyeh. Kedatangan JK untuk memenuhi harapan rakyat Palestina agar hadir dalam pemakaman tersebut sebagai delegasi dari Indonesia.

“Ini memenuhi harapan agar mengirimkan delegasi Indonesia ke sana dan kami diundang meghadiri pemakaman almarhum Ismail Haniyeh,” kata JK di Bandara Soekarno Hatta sebelum bertolak ke Qatar, sehari sebelumnya.

Komunikasi Ketua Umum PMI dengan almarhum Haniyeh terjalin dalam misi khusus dalam upaya menyelesaikan konflik antara Hamas dan gerakan Al-Fatah. Bagi JK, rekonsoliasi itu penting dala menyatukan kekuatan untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina.

Baik Hamas maupun Al-Fatah telah berupaya melakukan pertemuan tersebut. Bahkan telah melakukan pertemuan di Beijing. Menurut JK, bahwa almarhum Haniyeh berharap bisa datang ke Indonesia bersama tokoh-tokoh al-Fatah setelah dari Beijing.

“Namun hari ini, Haniyeh dipanggil Allah ke Rahmatullah,” kata JK saat mendengar Haniyeh tewas setelah mendapat serangan di Teheran.