Aksi Save Al Quds di Semarang: “Yerussalem Tanah Wakaf Umat Islam”

SEMARANG (Jurnalislam.com) – Unjuk rasa damai membela Al Quds juga digelar di Semarang, Jumat (8/12/2017). Ribuan umat Islam memadati Bundaran Air mancur di Jalan Pahlawan, Kota Semarang dalam aksi damai bertema “Save Al Quds” itu.

Meski diguyur hujan, aksi yang dimulai setelah sholat Jum’at itu tetap berjalan. Massa melakukan long march dari Majid Baiturrahman Simpanglima menuju Bundaran Air Mancur Pahlawan. Mereka juga melakukan orasi-orasi mengecam kebijakan presiden Amerika Donald Trump yang mengklaim Al Quds sebagai ibukota Israel.

Salah satu orator dari Komite Nasional Untuk Rakyat Palestina (KNRP) Jawa Tengah menegaskan, kebijakan Trump memindahkan Kedubesnya ke Yerussalem sama dengan menantang perang seluruh umat Islam.

“Dan itu berarti membuka gerbang neraka untuk mereka,” pekiknya.

Sementara itu Anggota DPR Fraksi PKS, Abdul Fikri Fakih yang hadir dalam aksi tersebut mengatakan pemerintah harus proaktif dalam membela umat Islam. Menurutnya, Yerussalem adalah tanah wakaf umat Islam yang harus dipertahankan dengan segenap kemampuan.

Abdul Fikri Fakih

“Sungguh dosa besar anggota DPR dan Polisi tidak peduli dengan wakaf umat Islam,” tegasnya.

Ia mengaku telah mengusulkan kepada presiden RI yang akan menghadiri Konferensi OKI pada tanggal 13-15 Desember 2017 di Instanbul untuk menyuarakan kemerdekaan bagi rakyat Palestina.

“Kita usul kepada presiden yang akan menghadiri konferensi OKI di Instanbul untuk kemerdekaan palestina,” katanya.

Meski diguyur hujan deras unjuk rasa berlangsung tertib dan khidmat hingga selesai. Aksi tersebut yang diikuti oleh berbagai organisasi Islam diantaranya Forum Umat Islam Semarang (FUIS), Hisbullah, PKS Jateng, dll.

Pencaplokan Al Quds Bukti Amerika Adalah Teroris yang Sesungguhnya

SOLO (Jurnalislam.com) – Ketua Gerakan Bela Negara (GBN) Soloraya Ustaz Tengku Adzar mengatakan, kebijakan Donald Trump atas Yerusalem (Al-Quds) membuktikan bahwa Amerika adalah teroris yang sesungguhnya. Ia berharap pemerintah Indonesia bisa membuka mata atas kejahatan yang dilakukan Amerika dan Zionis Israel terhadap Rakyat Palestina.

“Bahwa perang melawan teroris yang dikumandangkan oleh Amerika sebenarnya adalah untuk menutupi bahwa sebenarnya Amerika adalah teroris yang sesungguhnya,” katanya saat berorasi di aksi solidaritas Palestina di Bundaran Gladak, Solo, Jum’at (8/12/2017).

“Dan mudah-mudahan dari pemerintah menghentikan segala bentuk perang melawan teror yang dikumandangkan Amerika,” sambung dia.

Ustaz Tengku Adzar juga meminta BNPT dan Densus 88 untuk memutuskan segala bentuk kerja sama dengan Amerika dalam upaya perang melawan teror yang dinilainya hanya upaya untuk menghancurkan Islam.

Pesan serupa juga ia sampaikan kepada para awak media. “Mulai hari ini, kita umat Islam siapapun dia, kepada anda para jurnalis, kameraman, para penulis-penulis di media, arahkan pena anda, pada hari ini kita kukuhkan bahwa Amerika adalah teroris yang sesungguhnya,” pungkasnya.

Pengamat: Waspadai Target Politik Trump Di Balik Pencaplokan Al Quds

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Klaim Presiden Amerika Donald Trump atas Yerussalem menuai kecaman internasional khususnya dunia Islam. Secara sepihak, Trump mengakui Al Quds sebagai ibukota Israel. Ia juga berencana memindahkan kedutaan besarnya ke kota suci umat Islam itu.

Pengamat terorisme, Harits Abu Ulya mengatakan, kebijakan Trump tersebut telah melukai hati umat Islam. Sebab, secara politis kebijakan tersebut akan mengokohkan penjajahan Israel atas Palestina.

“Dan Quds) adalah kota kunci, penguasaan atas wilayah tersebut menjadi simbul final hegemoni Israil atas Palestina,” kata Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) itu dalam pernyataan tertulis kepada Jurnalislam.com, Jumat (8/12/2017).

Harits Abu Ulya, Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA)

Kendati demikian, kebijakan tersebut bukan tanpa perhitungan. Harits meyakini kebijakan tersebut sudah menjadi renstra kebijakan politik luar negeri AS di kawasan Timur Tengah. Ia pun mewaspadai target politik Trump di balik kebijaknnya itu.

“Di sisi lain yang perlu dicermati adalah target-target politik luar negeri AS dibalik kebijakan Trump ini.” ujarnya. Sebab, kata dia, saat ini AS berperan sebagai negara yang mampu mengontrol stabilitas keamanan global khususnya dunia Islam.

Ia juga mengingatkan pemerintah Indonesia untuk melakukan langkah konkret dan terukur guna mencegah sepak terjang Trump pasca kebijakan itu.

“Dengan demikian diharapkan mampu mengakomodir aspirasi umat Islam mayoritas di Indonesia,” ujarnya.

Majelis Mujahidin: Ulah Trump Akan Menyatukan Kaum Muslimin

SOLO (Jurnalislam.com) – Meski sempat diguyur hujan deras, aksi unjuk rasa aksi Solidaritas untuk Palestina ratusan tetap digelar umat Islam Soloraya di Bundaran Gladak, Solo, Jum’at ( 8/12/2017). Aksi ini sebagai bentuk protes terhadap keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Yerussalem (Al-Quds) sebagai ibukota Israel.

Sekjend Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Ustaz Shabbarin Syakur dalam orasinya mengatakan, apa yang dilakukan oleh negara Amerika tersebut akan menjadikan langkah awal bagi umat Islam di seluruh dunia untuk bersatu dalam melawan musuh-musuh Islam.

“Mudah-mudahan deklarasi dari Donald Trump kemarin atas dijadikannya Al Quds sebagai ibukota Israel, akan menjadikan kesatuan bagi kaum muslimin,” katanya dihadapan kaum muslimin yang hadir.

Lebih lanjut, Ustaz Syakur mengimbau kepada warga Amerika untuk melakukan perlawanan terhadap Donald Trump. Ia juga mendesak negara-negara Muslim untuk segera memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel dan bersatu untuk melawan Israel di bawah kepemimpinan Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan.

“Kita serukan kepada komunitas Muslim Amerika untuk bergerak melawan Donald Trump untuk segera mencabut pernyataannya itu, Kita juga menyerukan kepada pemimpin muslim untuk memutuskan hubungan dengan Israel dan siap dipimpin mobilisasi oleh Erdogan,”ujarnya.

Sementara itu, Burhanudin dari Pagar Nusa Solo mengaku siap dikirim ke Palestina, menurutnya, saat ini Pagar Nusa tinggal menunggu komando dari para ulama NU untuk berjihad ke Palestina untuk membebaskan Al-Quds dari Zionis Israel.

“Pagar Nusa adalah pesilatnya NU, beladirinya NU, dan kalau memang dibutuhkan dan diperintahkan oleh para kyai dan pengurus besar Nahdatul Ulama, maka kita siap diberangkatkan ke Palestina untuk membebaskan Palestina dari cengkraman Zionis-Zionis Israel,” tegasnya.

Dalam aksi tersebut, massa juga melakukan aksi teatrikal perlawanan umat Islam dengan Donald Trump, dalam aksi tersebut, akhirnya umat Islam berhasil mengalahkan presiden Amerika tersebut.
(Arie Ristyan)

Bela Al Quds, Banser: Semoga Allah Kasih Gempa Itu Negara Israel

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Ribuan umat Islam dari berbagai ormas berunjuk rasa di depan Kedutaan Besar Amerika, Jl. Medan Merdeka, Jakarta, Jumat (8/12/2017). Mereka mengutuk kebijakan presiden Amerika Donald Trump mengakui Yerussalem (Al Quds) sebagai ibukota baru Israel.

Dalam unjuk rasa yang tersebut, massa meneriakan yel-yel dan membawa spanduk anti Zionis Israel dan Trump. Dalam orasinya, salah satu perwakilan dari GP Ansor, Wahyudi, mendoakan agar Israel ditimpa bencana pasca pengambialihan Al Quds.

“Allohuma khoirumin rakyat Palestina, Ya Alloh bebaskan Yerussalem dari tangan Zionis Israel, semoga Allah bikin gempa untuk negara itu, Al Fatihah,” ujarnya.

Selain berorasi, massa juga membakar gambar presiden Amerika dan menginjak-injal bendera Israel.

Hingga saat ini, aksi yang didominasi oleh massa NU itu masih berlangsung.

Pencaplokan Al Quds, Dari Politik Balas Budi Trump Hingga Lemahnya Negara-negara Muslim

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Pemerhati Timur Tengah, Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi mengatakan, pemindahan kedutaan AS ke Al Quds sekaligus menjadikannya ibukota baru Israel sudah sejak lama direncanakan.

“Dari Clinton, George Bush dan Obama terakhir itu masih berpikir ulang akan dinamika politik global di Timur Tengah kalau sampai dipindahkan,” kata Ketua Divisi Kajian Global Centre for Islamic and Global Studies (CIGS) itu kepada Jurnalislam.com, Kamis (7/12/2017).

Namun di tangan Donald Trump rencana itu akhirnya diwujudkan. Menurut Pizaro, salah satu alasannya adalah balas budi Trump kepada Israel atas kemenangannya menjadi Presiden Amerika ke 45 dalam pemilu 2016 lalu. Partai Republik yang merupakan partai pengusung Donald Trump dikenal mempunyai hubungan dekat dengan Israel.

“Nah ini mungkin salah satu utang yang dibayar Donald Trump dengan memindahakan kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem, ini sebenarnya hanya langkah awal pengakuan akan eksitensi Yerusalem sebagai ibukota Israel jadi ada semacam hutang budi gitu,” papar Pizaro yang juga menjabat Sekjen Jurnalis Islam Bersatu (JITU) itu.

Lemahnya tekanan negara-negara Muslim juga dinilai Pizaro sebagai salah satu sebab Israel semakin berani bertindak. Arab Saudi misalnya, dalam beberapa hal Saudi justru sejalan dengan kepentingan Israel seperti ketika Saudi menetapkan Hamas sebagai organisasi teror.

“Ketika saudi menetapkan Hamas sebagai teroris itu disambut baik oleh Israel, diaplause, dan menganggap ini sebagai bukti bahwa Saudi dan Israel tidak ada apa-apa. Jadi Israel juga melihat kelemahan beberapa negara-negara muslim tidak punya kekuatan berhadapan dengan Israel,” imbuhnya.

Kecam Presiden AS, PBNU: Yerussalem Ibukota Palestina

Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi

Adapun negara-negara yang dinilai paling depan membela rakyat Palestina seperti Turki dan Qatar pun terus dilemahkan. Turki tidak bisa jalan sendiri tanpa dukungan negara-negara yang tergabung di OKI. Begitu juga Qatar yang justru diboikot oleh negara-negara muslim lainnya seperti Bahrain, Uni Emirat Arab, Mesir dan Arab Saudi.

“Disinilah Israel muncul tampil berani di tengah tercerai-berainya bangsa-bangsa arab dan negara teluk yang seharusnya menjadi penyangga paling depan terhadap perjuangan bangsa Palestina,” kata Pizaro.

Lebih lanjut Pizzaro menjelaskan, pengakuan Al Quds sebagai ibukota Israel harus direspon cepat oleh umat Islam. Sebab, kata dia, Al Quds merupakan kota suci tiga agama Islam, Kristen dan Yahudi dan Resolusi 476 DK PBB tahun 1980 telah menetapkan bahwa daerah itu harus disterilkan dari pendudukan Israel.

Dengan pengakuan Trump tersebut, lanjut Pizaro, Al Quds akan berubah menjadi kota politik dan menjadi milik kaum Yahudi sepenuhnya.

“Nah ini seharusnya kaum muslimin sudah bergerak melakukan gerakan massa, melakukan aksi, tuntutan, menggiring opini, hingga Israel dan AS itu mencabut keputusannya sebagaimana dulu umat Islam melakukan aksi massa menolak blokade Al Aqsha dan Israel mendapat tekanan kuat dari berbagai negara dan dia mencabut blokadenya,” tutupnya.

Pengakuan Al Quds Sebagai Ibukota Israel adalah Pelecehan Terhadap Islam

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Komite Nasional untuk Solidaritas Palestina (KISPA) mengecam keras pengakuan Al Quds sebagai ibukota Israel oleh presiden Amerika Donald Trump. Tindakan tersebut dinilai sebagai bentuk arogansi dan permusuhan Trump terhadap umat Islam.

“Rencana Pemindahan Kedutaan Besar AS ke kota suci Al-Quds dan mengakuinya sebagai ibukota Israel, jelas dan nyata telah melakukan pelecehan terhadap kemuliaan tanah suci dan tanah wakaf umat Islam,” kata Ketua KISPA, Ferry Nur dalam pernyataan tertulis kepada Jurnalislam.com, Kamis (7/12/2017).

Untuk itu, ia menyeru umat Islam untuk menyatukan barisan dan meningkatkan kepeduliannya kepada Palestina.

“Mendukung pemerintah Indonesia untuk terlibat aktif mencegah dijadikannya kota suci Al Quds sebagai ibukota Israel,” katanya.

Ia juga menyeru kepada pemimpin negara Muslim untuk bersatu dan bertindak cepat bagi kemerdekaan bangsa Palestina dengan ibukotanya kota suci Al Quds.

Pemindahan Ibukota Israel Untuk Permudah Migrasi Massal Umat Yahudi ke Palestina

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Pengakuan sepihak Yerussalem menjadi Ibukota Israel oleh presiden Amerika Donald Trump dinilai sebagai jalan untuk memuluskan rencana migrasi massal umat Yahudi dari seluruh dunia ke tanah Palestina.

“Berkumpulnya mereka di Palestina adalah bagian dari janji Allah kepada mereka akan datangnya wa’dul akhirat atau ancaman terakhir (QS: 17 ayat 104), sebagaimana kitab mereka pun mengabarkannya,” kata penulis buku-buku akhir zaman, Ustaz Abu Fatiah Al Adnani kepada Jurnalislam.com, Kamis (7/12/2017).

Adapun terjemah dari surat Al Israa ayat 104, “Dan Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israil: “Diamlah di negeri ini, maka apabila datang masa berbangkit, niscaya Kami datangkan kamu dalam keadaan bercampur baur (dengan musuhmu)”.

Pengakuan Trump tersebut, kata dia, pada satu sisi menjadi ujian bagi kaum Muslimin akan tetapi juga menjadi indikasi semakin dekatnya kehancuran Israel.

“Maka, di satu sisi ia merupakan ujian bagi kaum muslimin, sekaligus kabar gembira bahwa janji kehancuran kaum Yahudi semakin dekat. Wallahua’lam bish shawab,” terangnya.

Rencana migrasi massal umat Yahudi ini pernah dilontarkan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu pada tahun 2015 lalu pasca penyerangan Paris dan penembakan di Copenhagen Denmark yang menewaskan dua orang salah satunya orang Yahudi.

“Gelombang serangan teror diperkirakan akan terus berlanjut, termasuk serangan anti-semitisme dan pembunuhan. Kami katakan kepada orang-orang Yahudi, untuk saudara-saudara kita, Israel adalah rumah Anda dan setiap orang Yahudi. Israel sedang menunggu Anda dengan tangan terbuka,” katanya.

Pernyataan Netanyahu itu kemudian ditentang oleh para pemimpin Eropa. Menurut mereka, seruan Netanyahu bagi kaum Yahudi untuk bermigrasi massal ke Israel hanya untuk mencari simpati demi mendulang perolehan suara.

Kecam Presiden AS, PBNU: Yerussalem Ibukota Palestina

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengakui Yerusalem (Al Quds) sebagai ibukota Israel juga mendapat kecaman dari Pengurus Besar Nadlatul Ulama. Melalui siaran persnya, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj mengecam keras pengakuan tersebut.

“Yerusasalem bukanlah ibu kota Israel melainkan Yerussalem adalah ibu kota Palestina yang telah kita akui kedaulatannya,” tegasnya di Jakarta, Kamis (7/12/2017).

Menurutnya, keputusan Trump tersebut akan mengacaukan dan merusak perdamaian dunia yang mengarah pada konflik yang tak berkesudahan.

Berikut Siaran Pers PBNU Tentang Pengakuan Presiden Trump Yerussalem sebagai Ibukota Israel selengkapnya:

Siaran Pers
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Tentang Pengakuan Presiden Trump Yerussalem sebagai Ibukota Israel

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

السَّــــــــــــــلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

PENGINGKARAN KEDAULATAN PALESTINA ADALAH PELANGGARAN TERHADAP HAM DAN KEPUTUSAN PBB

Melihat dan mengamati dengan seksama dinamika perpolitikan internasional terutama sejak Presiden Amerika Serikat Donald Trump melakukan pemindahan ibukota Israel dari Tel Aviv ke Yerussalem, hal ini berpotensi meluasnya pelanggaran terhadap Prinsip Hukum Humaniter sebagaimana diatur dalam Protokol Tambahan I Tahun 1977 Pasal 53 menentukan perlindungan bagi objek-objek budaya dan tempat pemujaan.

Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB atas Yerussalem No. 252 tanggal 21 Mei 1968 hingga Resolusi DK PBB No. 2334 tanggal 23 Desember 2016 menegaskan bahwa DK tidak akan mengakui perubahan apapun atas garis batas yang ditetapkan sebelum perang 1967.

Demikian halnya, Resolusi Majelis Umum PBB No. 2253 tanggal 4 Juli 1967 hingga Resolusi No. 71 tanggal 23 Desember 2016 yang pada pokoknya menegaskan perlindungan Yerussalem terhadap okupasi Israel.

Melalui Resolusi No. 150 tanggal 27 November 1996, Unesco menyebut “Kota Tua Yerussalem” sebagai warisan dunia yang terancam punah. Dan pembangunan terowongan dekat Masjid Al Aqsa oleh Israel sebagai tindakan yang menyerang sentimen keagamaan di dunia.

Terkait hal itu bersama ini Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyatakan sikap:

1. Sikap Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menyatakan bahwa Yerussalem merupakan ibu kota Israel merupakan suatu tindakan yang akan mengacaukan dan merusak perdamaian dunia. Sikap tersebut akan membuat situasi dunia menjadi semakin panas dan mengarah pada konfliik yang tak berkesudahan.

2. Mengecam keras tindakan pengakuan sepihak tersebut. Yerusasalem bukanlah ibu kota Israel melainkan Yerussalem adalah ibu kota Palestina yang telah kita akui kedaulatannya. Dalam konteks ini, pada Muktamar NU ke 33 di Jombang, mengeluarkan beberapa keputusan:

Pertama, PBNU mendukung kemerdekaan atas Palestina. Dukungan bagi kemerdekaan rakyat dan negara Palestina tidak bisa ditangguhkan. Oleh karena itu, PBNU mendesak agar PBB segera memberikan dan mengesahkan keanggotaan Negara Palestina menjadi anggota resmi PBB dan memberikan hak yang setara sebagai rakyat dan negara yang merdeka.

Kedua, NU mendesak PBB untuk memberikan sanksi, baik politik maupun ekonomi, kepada Israel dan negara manapun jika tidak bersedia mengakhiri pendudukan terhadap tanah Palestina.

Ketiga, Menyerukan agar negara-negara di Timur Tengah untuk bersatu mendukung kemerdekaan Palestina.

Keempat, Mendesak agar OKI (Organisasi Kerjasama Islam) untuk secara intensif mengorganisir anggotanya untuk mendukung kemerdekaan Palestina.

3. Mendorong pemerintah Indonesia untuk ikut serta dan proaktif dalam membantu problem yang terjadi di Palestina. Pemerintah Indonesia memiliki peran yang sangat strategis untuk menjadi penengah yang bisa memediasi dinamika politik yang sedang terjadi.

4. Umat muslim dunia menyampaikan keprihatinannya dan mari bersama-sama berdoa dan bermunajat kepada Allah SWT, semoga rakyat di Palestina diberikan kekuatan dan ketabahan, semoga tercipta perdamaian di Palestina.

5. Menyerukan secara khusus kepada warga NU untuk membaca doa qunut nazilah, memohon pertolongan dan perlindungan pada Allah SWT. Agar Palestina khususnya dan juga dunia dapat tercipta situasi yang damai.

وَاللهُ الْمُوَفِّقُ إِلَى أَقْوَمِ الطَّرِيْقِ

وَالسَّــــــــــــــلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Jakarta, 7 Desember 2017

ttd
Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA.
Ketua Umum

ttd
DR. Ir. H. Helmy Faishal Zaini
Sekretaris Jenderal

International Aqsa Institute: Menolak Al Quds Sebagai Ibukota Israel Bukan Berarti Mengakui Tel Aviv

ISTANBUL (Jurnalislam.com) – International Aqsa Institute (IAI) mengecam pemindahan Keduataan Amerika Serika untuk Israel ke Al Quds dan rencana menjadikan Al Quds sebagai ibukota Israel.

Dalam siaran persnya, IAI menegaskan, menolak pemindahan tersebut bukan berarti IAI menerima Tel Aviv sebagai Ibukota Israel sebelumnya, akan tetapi penolakan ini sebagai bentuk kecaman atas arogansi Amerika.

“Selain itu, keberadaan kedutaan AS dan negara-negara lain, termasuk negara-negara Arab dan Islam dalam entitas Zionis, tidak bisa diterima, karena hal itu berarti mengakui dan melegalisasi penjajahan Israel atas Palestina, melanggar hukum syariat dan undang-undang internasional,” katanya dalam siaran pers, Kamis (6/12/2017)

Berikut pernyataan sikap IAI atas pemindahan Keduataan AS ke Al Quds dan menjadikannya sebagai Ibukota Israel.

Bismillahirrahmanirrahim

PERNYATAAN SIKAP

Tentang

Pemindahan Kedutaan AS ke Al-Quds dan Menjadikannya sebagai Ibukota Yahudi

Alhamdulillaahi Rabbi Al-‘Aalamin. Wa Ash-Shalaatu Wa As-Salaamu ‘alaa An-Nabiyyi Al-Kariim. International Aqsa Institute (IAI) sebagai lembaga yang konsen dalam membela Masjid Al-Aqsha, Al-Quds, dan Palestina. Terhimpun di dalamnya para dai, khatib, peneliti, dan ulama yang giat mengedukasi umat untuk membela kiblat pertama Islam.

Setelah mengikuti dan memperhatikan kondisi mutakhir, berkaitan dengan statemen Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump yang menjadikan kota suci Al-Quds sebagai Ibukota negara Yahudi, Israel, dan akan memindahkan kedutaan AS ke kota Al-Quds, maka kami bersama dengan elemen umat Islam menyatakan,

Pertama.

Bahwa keinginan AS memindahkan kedutaannya ke kota Al-Quds, dan menjadikannya sebagai Ibukota negara Yahudi, Israel, adalah bentuk arogansi dan bentuk permusuhan terhadap umat Islam dunia. Karena kota Al-Quds merupakan Ibukota resmi Palestina, terdapat di dalamnya Masjid Suci Al-Aqsha, masjid ketiga yang dimuliakan dalam Islam, setelah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Tempat Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad Saw. dan Kiblat Pertama kaum Muslimin.

Kedua.

Pemindahan kedutaan AS ke kota suci Al-Quds akan memperpanjang episode permasalahan Palestina, melahirkan ketegangan serius di kawasan Timur dan Barat, bahkan mengancam perdamaian dunia yang selama ini rajin dikampanyekan AS. Pasalnya, pemindahan ini bersifat politis, strategi hegemoni kota Al-Quds secara total, untuk dijadikan sebagai Ibukota abadi bagi Yahudi.

Ketiga.

Penolakan terhadap pemindahan kedutaan AS ke Al-Quds, bukan berarti mengakui keberadaan kedutaan AS di Tel Aviv (Tel Rabe) yang merupakan tanah Palestina yang dijajah Israel, tetapi penolakan ini lebih kepada sikap arogansi dan permusuhan AS. Selain itu, keberadaan kedutaan AS dan negara-negara lain, termasuk negara-negara Arab dan Islam dalam entitas Zionis, tidak bisa diterima, karena hal itu berarti mengakui dan melegalisasi penjajahan Israel atas Palestina, melanggar hukum syariat dan undang-undang internasional.

Keempat.

Pemindahan kedutaan AS ke Al-Quds dan menjadikannya sebagai Ibukota Yahudi, secara jelas telah melakukan penistaan terhadap tanah suci umat Islam, tempat pertama disyariatkannya shalat lima waktu, dan tanah wakaf milik umat Islam hingga hari kiamat.

Kelima.

Menyerukan kepada semua elemen umat Islam untuk menyatukan barisan, memberikan perhatian dan dukungan berkesinambungan terhadap Masjid suci Al-Aqsha, dengan segenap kemampuan dan sarana yang dimiliki, menghentikan permusuhan dan penistaan terhadap kota suci Umat Islam, Al-Quds.

Keenam.

Mendesak para pemimpin negara dunia untuk menyatakan sikap tegas, mengecam, dan menghentikan arogansi AS dan permusuhannya terhadap kesucian umat Islam.

Istanbul, 18 Rabiul Awwal 1439/6 Desember 2017

International Aqsa Institute (IAI) merupakan lembaga riset dan kajian spesialisasi Al-Aqsha dan Palestina yang berpusat di Istanbul Turki. IAI menganalisa segala isu yang terkait, dan menyuguhkan informasi valid berkaitan dengan tema sentral.