Oleh : Herliana Tri M
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan kerugian negara mencapai ratusan triliun rupiah akibat operasi tambang ilegal dari enam perusahaan besar. “Kita bisa bayangkan kerugian negara dari enam perusahaan ini saja, total potensi kerugian mencapai Rp300 triliun,” tuturnya dalam pernyataan yang disiarkan publik (Tempo.com, 7/10/2025)
Angka fantastis tersebut menggambarkan betapa besarnya kekayaan negeri ini. Hanya 6 perusahaan saja mampu mengeksplorasi tambang sampai menghasilkan 300 triliun, terlepas pelaku eksplorasi tambang resmi negara atau bukan. Wajar saja kalau negara ini mendapat julukan sebagai bumi pertiwi yang melambangkan Indonesia sebagai tanah ibu pertiwi, tanah air yang membesarkan dan menghidupi seluruh rakyatnya.
Nama tersebut juga menggambarkan kesuburan dan kelimpahan alam Indonesia sebagai sumber kehidupan. Tak salah julukan bumi pertiwi disematkan untuk Indonesia, adanya tambang ilegal juga tambang legal yang tercatat mampu menjadikan Indonesia sebagai negara yang kaya raya. Artinya, kekayaan negeri ini memang berlimpah ruah.
Dalam kesempatan yang lain, Presiden Ri Prabowo mengungkapkan penemuan titik-titik tambang ilegal yang jumlahnya sangat besar. Ia menyampaikan praktik pertambangan tanpa izin (PETI) alias ilegal di berbagai wilayah Indonesia semakin marak. Tak tanggung-tanggung, jumlahnya bahkan telah mencapai ribuan titik.
Presiden menambahkan, berdasarkan laporan dari Aparat Penegak Hukum (APH), saat ini ada 1.063 lokasi tambang ilegal di Indonesia. Nilai kerugian negara akibat tambang ilegal diperkirakan mencapai Rp 300 triliun.
“Saya telah diberi laporan dengan aparat bahwa terdapat 1.063 tambang ilegal dan potensi kekayaan yang dihasilkan 1.063 tambang ilegal ini berpotensi merugikan negara minimal Rp 300 triliun,” kata Prabowo saat Pidato RUU APBN 2026 dan Nota Keuangan dalam Rapat Paripurna DPR RI, dikutip Selasa(19/08/2025).
Carut Marut Masalah Tambang di Indonesia
Permasalahan tambang di Indonesia tak sekedar kerugian negara akibat penambangan liar dan mengalirnya pundi-pundi kekayaan alam ke pihak lain. Namun, keberadaan tambang yang dikeruk tanpa ampun, tanpa tanggung jawab telah menghantarkan permasalahan serius bagi lingkungan sekitar maupun masayarakat di sekelilingnya.
Lemahnya pengawasan terhadap tambang ilegal diakui oleh pemerintah. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia bahwa lemahnya instrumen pengawasan sebagai satu kendala utama pemerintah dalam memberantas tambang ilegal.
Lebih- lebih lagi Pertambangan yang dikeruk secara serampangan mengakibatkan banyak dampak buruk bagi masyarakat, seperti deforestasi, kerusakan ekosistem, banjir, longsor, dan pencemaran lingkungan (air, tanah, dan udara). Kerusakan tak terkendali karena tidak menerapkan prinsip penambangan yang baik dan benar. Sekedar mengeruk kekayaan alam, tidak ada mekanisme reklamasi, rehabilitasi lahan, maupun pengelolaan limbah sehingga kerusakan lingkungan yang parah tak bisa dihindari.
Tidak hanya merusak lingkungan, tambang ilegal juga membahayakan nyawa masyarakat. Misalnya, penggunaan merkuri dalam penambangan emas, mencemari sumber air (sungai). Ikan-ikan di sungai juga terkontaminasi merkuri sehingga membahayakan kesehatan, pun demikian saat masyarakat ingin memanfaatkan air sungai yang mengalir, dikonsumsi oleh manusia, bisa menyebabkan kematian. Paparan emisi merkuri juga berakibat fatal pada janin, yaitu mengakibatkan bayi lahir cacat. Ini seperti yang terjadi pada seorang bayi di daerah Lingga Kayu, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara yang lahir pada 2019 dengan kondisi usus di luar perut (gastroschisis).
Tak berhenti sampai disini kerusakannya yang membahayakan, bekas galian tambang ilegal juga kerap mencelakai penduduk. Berdasarkan data anggota DPD RI Yulianus Henock, ada 44.736 lubang tambang di Kalimantan Timur. Hampir tidak ada yang ditangani secara serius sehingga berdampak pada keselamatan nyawa masyarakat. Menurut pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman Purwadi Purwoharsojo ada 47 anak yang tenggelam di lubang tambang karena tidak ditutup secara permanen.
Ini berarti eksplorasi secara ugal-ugalan, hanya mementingkan keegoisan dan ketamakan atas kekayaan alam, menghantarkan kerusakan yang besar apalagi luasan dari tambang serta banyaknya titik yang dieksplorasi baik hasil penambangan legal maupun ilegal. Negara perlu menindak tegas setiap aktivitas yang menghantarkan pada kerusakan yang secara pasti terjadi pada rusaknya ekosistem dan membahayakan nyawa.
Siapa yang Layak Mengelola dan Menikmati Hasilnya?
Cara pandang kekayaan alam ini milik siapa tentu berbeda dengan cara pandang saat ini. Dalam pandangan Islam tambang termasuk dalam kepemilikan umum yang artinya menjadi hak semua warga mendapatkan manfaat atas kekayaan alam tersebut.
Namun karena tambang termasuk kekayaan alam yang membutuhkan pengolahan dan tidak langsung dapat dinikmati hasilnya oleh seluruh masyarakat, maka negara mengelola dan mengembalikan manfaatnya demi kesejahteraan rakyat, bukan untuk keuntungan individu atau korporasi.
Negara tidak berhak memberikan kepada seseorang ataupun beberapa orang (korporasi) tertentu. Demikian juga tidak boleh memberikan keistimewaan kepada seseorang atau lembaga tertentu untuk mengeksploitasinya. Jadi, harus dibiarkan sebagai milik umum bagi seluruh kaum muslim dan mereka berserikat atas harta tersebut.
Negara memiliki kewajiban menggali tambang tersebut, memisahkannya dari benda-benda lain, meleburnya, menjualnya atas nama kaum muslim, dan menyimpan hasil penjualannya di baitulmal kaum muslim. Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara barang tambang terbuka (terdapat di permukaan bumi) yang eksploitasinya tidak memerlukan usaha yang berat, seperti tambang garam, serta tambang yang terdapat di dalam perut bumi, yang eksploitasinya memerlukan usaha yang berat, seperti emas, perak, besi, tembaga, grafit, timah, krom, uranium, fosfat, dan barang tambang lainnya.
Islam mengatur kepemilikan tambang ini yang sifatnya tetap menjadi milik seluruh rakyat. Negara dilarang memberikan izin pengelolaan tambang kepada perusahaan swasta, baik lokal maupun asing, karena hal itu melanggar syariat Islam. Adapun tambang yang jumlah depositnya kecil boleh dikelola oleh individu (rakyat), tetapi negara melakukan pengawasan secara cermat untuk mencegah terjadinya kerusakan sebagaimana yang terjadi saat ini. prosedur penambangan akan diperhatikan secara detil baik pelaku penambangan tersebut negara sendiri atau rakyat dengan volume tambang yang sedikit.
Sebagai amanah rakyat yang dibebankan kepada negara, maka amanah ini akan dijalankan sebaik-baiknya dari proses pengolahannya maupun hasil yang didapat dimanfaatkan secara optimal untuk kemanfaatan masyarakat, karena memang pada dasarnya ini harta rakyat yang dilakukan secara amanah.
Oleh karena itu, pengelolaan tambang oleh negara dipastikan menjamin keselamatan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Dengan demikian, manfaat ekonomi dari tambang bisa didapatkan, sekaligus masyarakat tetap terjaga kesehatan dan keselamatan nyawanya, serta lingkungan tetap terjaga lestari. Negara tidak akan mengorbankan keselamatan rakyat semata demi meraih pundi-pundi kekayaan yang berlimpah.
Pengelolaan tambang yang dilakukan negara tentu berimbas pada kesejahteraan masyarakat secara umum. Namun, negara tidak seharusnya terpaku pada peningkatan angka pertumbuhan ekonomi saja, karena konsep “sejahtera” dalam sistem Islam tidak menggunakan indikator pertumbuhan ekonomi, tetapi terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat secara riil, bukan angka di atas kertas.
Sehingga tujuan pengelolaan tambang adalah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Hasil tambang akan didistribusikan langsung kepada rakyat dalam bentuk subsidi energi (termasuk listrik), bahan bakar (minyak, gas, dan lain-lain), layanan pendidikan hingga tingkat tinggi (universitas), kesehatan, dan infrastruktur seperti jalan, jembatan, transportasi, komunikasi, instalasi air, dll. Semua pembiayaan fasilitas publik ini bersumber dari pos kepemilikan umum dalam baitul mal.
Berlandaskan cara pandang seperti ini, pengelolaan tambang dengan sistem Islam mewujudkan kesejahteraan rakyat dan dilakukan secara amanah sehingga tidak mengakibatkan kerusakan alam. Rakyat bisa hidup sejahtera dan lingkungan hidup mereka tetap terjaga kelestariannya.