Konflik Thailand–Kamboja Memaksa Lebih dari 100 Ribu Warga Mengungsi

Konflik Thailand–Kamboja Memaksa Lebih dari 100 Ribu Warga Mengungsi

THAILAND (jurnalislam.com)– Konflik bersenjata yang kembali memanas antara Thailand dan Kamboja telah memicu gelombang pengungsian besar-besaran. Lebih dari 100.000 warga Thailand terpaksa meninggalkan rumah mereka sejak pecahnya pertempuran pada Kamis (24/7/2025), menjadikan ini sebagai pertempuran perbatasan terburuk dalam lebih dari satu dekade antara kedua negara bertetangga tersebut.

Suara dentuman artileri dan tembakan senjata berat menggema di sepanjang perbatasan, mendorong ribuan warga dari empat provinsi di Thailand, termasuk Surin, untuk mencari perlindungan ke pusat-pusat evakuasi darurat.

Salah satu lokasi pengungsian terbesar berada di gedung olahraga Universitas Surindra Rajabhat di pusat Kota Surin. Hampir 3.000 pengungsi, sebagian besar dari distrik-distrik perbatasan, memadati gedung tersebut. Mereka tidur berdesakan di atas tikar plastik, dengan selimut seadanya, dan membawa barang-barang yang berhasil diselamatkan dalam kepanikan.

“Saya khawatir tentang rumah kami, hewan-hewan kami, dan tanaman yang telah kami tanam dengan susah payah,” ungkap Thidarat Homhuan (37 tahun) kepada kantor berita AFP. Ia mengungsi bersama sembilan anggota keluarganya, termasuk nenek berusia 87 tahun yang baru saja keluar dari rumah sakit.

Thidarat berada di sebuah sekolah saat suara tembakan terdengar.

“Saya mendengar suara seperti senapan mesin, lalu dentuman keras artileri. Kekacauan melanda, anak-anak ketakutan. Saya langsung membawa mereka ke bunker sekolah,” ujarnya.

Di tempat penampungan, para pengungsi tidur berdampingan di bawah atap tinggi gedung olahraga, di tengah suara kipas angin dan percakapan pelan yang penuh kecemasan. Lansia terbaring dalam selimut, bayi-bayi diayun dalam buaian darurat, sementara anak-anak berusaha bermain dalam keterbatasan ruang. Bahkan kucing-kucing peliharaan ikut dievakuasi, diletakkan dalam kandang di dekat toilet umum.

Menurut Chai Samoraphum, Direktur Kantor Presiden Universitas Surindra Rajabhat, ini merupakan pertama kalinya kampus tersebut diaktifkan sepenuhnya sebagai pusat evakuasi. Perkuliahan dibatalkan, dan dalam waktu satu jam, kampus berubah menjadi tempat perlindungan darurat. Para pengungsi didistribusikan ke enam lokasi berbeda di dalam area kampus.

“Sebagian besar dari mereka pergi dengan tergesa-gesa. Beberapa memiliki kondisi kesehatan kronis tetapi tidak sempat membawa obat-obatan. Ada juga yang hanya membawa satu atau dua tas kecil,” kata Chai. Ia menambahkan, layanan kesehatan dan dukungan psikologis telah disediakan dengan bantuan rumah sakit provinsi.

Meski sudah berada di zona yang lebih aman, para pengungsi tetap diliputi kekhawatiran dan ketidakpastian mengenai kapan mereka bisa kembali ke rumah.

“Kami sekarang jauh dari bahaya, tapi belum tahu sampai kapan di sini,” kata Thidarat.

“Saya ingin pemerintah bertindak tegas. Jangan menunggu hingga ada korban jiwa lebih banyak. Kami sangat bergantung pada negara untuk perlindungan.”

Sementara itu, di pihak Kamboja, sekitar 20.000 penduduk juga telah dievakuasi dari wilayah utara, terutama dari Provinsi Preah Vihear, yang berbatasan langsung dengan Thailand. Informasi ini disampaikan media setempat Khmer Times, mengutip pejabat lokal. (Bahry)

Sumber: Al Jazeera

Bagikan